spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBerandaTiap Tahun, 120 Hektar Lebih Lahan di Lobar Tergerus Perumahan

Tiap Tahun, 120 Hektar Lebih Lahan di Lobar Tergerus Perumahan

LOMBOK Barat (Lobar) menjadi magnet bagi pengembang dalam membangun perumahan. Strategisnya lokasi wilayah Lobar yang dekat dengan pusat pemerintahan, baik Pemprov NTB, Pemkot Mataram dan Pemkab Lobar serta instansi vertikal, TNI/Polri menjadikan lahan pertanian produktif di Lobar banyak berubah jadi kompleks perumahan atau perkantoran.  

Berdasarkan data Dinas Pertanian (Distan) Lobar, luas lahan yang terpakai untuk pembangunan perumahan maupun infrastruktur publik lainnya mencapai rata-rata 120 hektar lebih. Angka ini meningkat berkali-kali lipat dibanding beberapa tahun sebelumnya yang berkisar antara 20-30 hektar per tahun.

- Iklan -

Tingginya alih fungsi lahan ini pun berupaya dikendalikan oleh Pemkab setempat melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Di antaranya dengan menggenjot aturan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Selain itu, OPD selektif memberikan kajian dalam penerbitan rekomendasi penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan.

Kepala Distan Lobar Damayanti Widyaningrum mengatakan, luas lahan sawah di Lobar mencapai 14.560 hektar. Dari luas lahan itu, selama tiga tahun terakhir (2021-2023) dialihfungsikan mencapai rata-rata 120 hektar tiap tahun, “itu terdiri dari semua jenis lahan, irigasi pertanian dan kebun,”jelas Damayanti, akhir pekan kemarin.

Dirinci dari tahun 2023 ada 120 hektar lebih, tahun 2022 seluas 156 hektar dan 2021 yang dialihfungsikan seluas 187 hektar. Diakuinya, faktor posisi Lobar yang strategis karena dekat dengan Kota Mataram menyebabkan lahan-lahan pertanian terutama yang produktif banyak yang terpakai untuk pembangunan.

“Karena kita dekat dengan Kota Mataram, jadinya lahan Lobar itu banyak sekali menjadi primadona (untuk pembangunan perumahan),” terangnya.

Apalagi Lobar masuk sebagai tunggal kendali Mataram Metro, sehingga banyak sekali pengusaha developer ingin membangun perumahan di wilayah Lobar, terutama yang berada di perbatasan dengan Kota Mataram. Hal ini sulit dielakkan, karena masyarakat juga berhak mendapatkan sandang, pangan dan papan terkait perumahan. “Di satu sisi harus disiapkan perumahan dan satu sisi juga siapkan ketahanan pangan,”ujarnya.

Untuk menyikapi dan mengantisipasi makin tergerusnya lahan produktif tersebut, pihaknya saat ini sedang menyusun aturan Perbup LP2B. Kaitan dengan itu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Sejauh ini sudah ada titik-titik yang akan dijadikan LSD yang berkisar 10 ribu hektar. Nantinya lahan yang masuk LSD ini tidak boleh diotak-atik. Lahan pertanian ini akan dibagi zonasinya, zona yang bisa dibangun perumahan, zona warning harus ada syarat-syarat tertentu untuk dibangun dan ada zona tidak boleh sama sekali dibangun perumahan.

“Sementara hal tersebut (aturan) belum jadi, kami betul-betul selektif untuk menentukan apakah boleh untuk dibangun perumahan,”jelasnya.

Sejauh ini sudah banyak yang masuk permohonan untuk membuat kajian sebagai dasar rekomendasi boleh tidak dibangun. Namun pihaknya melihat dulu secara selektif. Kalau lahannya sudah terhimpit perumahan, maka itu jadi pertimbangan untuk dilepas. “Tapi kalau masih dalam bentuk hamparan luas, tunggu dulu, kami selektif,”tegasnya.

Titik lahan inipun sudah dipetakan, dan itu sudah diserahkan ke Dinas PUPR. Di mana tiap kecamatan ada yang dijadikan lahan pertanian berkelanjutan dan untuk pembangunan perumahan. Data inilah yang belum selesai dibahas dengan Dinas PUPR, sehingga itu yang digenjot diselesaikan hingga dihasilkan dalam bentuk Perbup. Lebih lanjut dijelaskan, dalam proses penertiban izin itu sendiri masing-masing OPD diminta kajian untuk diberikan ke TKPRD. Distan dari sisi lahan, kemudian OPD lain menyangkut irigasi dan limbah serta lalu lintasnya.

Kalau Distan melihat dan mengkaji dulu lahan tersebut, layak atau tidak diberikan izin. Apakah termasuk hamparan, hasil produksinya bagus atau tidak, berapa kali tanam dan apakah lahan itu jauh atau tidak dengan jalan umum. “Kalau tidak layak maka kami tidak akan berikan,” ujarnya.

Pihaknya pun menggunakan skor dari tim teknis di masing-masing item yang dikaji tersebut. Dimana tim teknis akan turun ke lapangan melakukan survei, kemudian dibuatkan kajiannya bukan rekomendasi. Pihaknya tidak berhak memberikan rekomendasi, sebab rekomendasi itu dikhawatirkan disalahgunakan untuk menjadi dasar membangun.

Hasil rekomendasi masing-masing OPD dibahas bersama untuk menentukan boleh tidak direkomendasikan untuk dibangun. Pihaknya sangat berharap para pengembang tidak terkonsentrasi membangun di kota atau perbatasan kota. Namun di tempat yang jauh-jauh juga. Soal penggantian lahan yang terpakai untuk pembangunan, apakah harus diganti? Menurutnya kalau sudah ada aturan LSD, tentu harus ada penggantian. Lahan yang dipakai di zona kuning, dipersyaratkan boleh dibangun asalkan mengganti lahan tersebut sesuai dengan aturan.

“Rencananya kami akan buat begitu, sebab aturannya di UU nomor 41 tahun 2009, kalau menggunakan lahan irigasi maka harus diganti tiga kali lipat dari itu,”tegasnya.

Kemungkinan dengan begitu pengembang akan lebih berpikir membangun di lahan subur. Langkah ini harus dilakukan mengingat ketahanan pangan di dalam daerah perlu diamankan. Sebab kalau ketahanan pangan terganggu maka sta0bilitas nasional pun terganggu.

Siasati Dampak Alih Fungsi Lahan

Selain dengan membuat aturan, upaya untuk mengendalikan dahsyatnya alih fungsi lahan produktif ini, pihak Dinas Pertanian Lobar juga melakukan berbagai langkah, yakni intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Upaya ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan, menanam padi tidak saja di lahan irigasi namun juga dilahan kering.

Salah satunya mengintegrasikan tanaman kelapa dengan padi gogo dengan varietas inpago.  Pihaknya juga melakukan perluasan areal tanam dengan pompanisasi dan irigasi perpompaan supaya lahan kering mendapat air dari sungai. Diharapkannya juga dengan intervensi pompanisasi ini, bisa menambah indeks pertanaman. “Seperti misalnya di Sekotong, yang tadinya tidak bisa ditanami padi bisa ditanam sekali atau dua kali. inilah kiat-kiat kami,” ujarnya. 

Di samping pihaknya mencari bibit-bibit yang unggul, produktivitas tinggi, dan tahan kekeringan, hama serta penyakit.  Untuk meningkatkan produksi, pihaknya akan mempercepat penanaman. Biasanya dari persemaian 21 hari, akan  dipercepat menjadi 14 hari. Dampaknya panen pun lebih cepat bisa dilakukan, sehingga lahan yang tadinya bisa tanam 3 kali, menjadi 4 kali.

“Persemian juga tidak harus di sawah namun kita coba di luar menggunakan sejenis nampan-nampan,” imbuhnya. Seperti pola tanam yang pernah diterapkan, yakni sistem tanam SRI atau tanam satu-satu mengggunakan nampan.  Airnya irit, karena menggunakan Sistem Irigasi Berselang atau intermittent irrigation. “Itu hasilnya 8 ton per hektar,” klaimnya. (her)

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini