spot_img
26.5 C
Mataram
Beranda blog Halaman 4

Imbas Efisiensi Anggaran – Tingkat Hunian Merosot, Karyawan Hotel Terancam PHK

0
Tamu hotel di Mataram sedang menikmati layanan yang diberikan hotel. (ekbisntb.com/dok)

Penurunan kunjungan wisatawan ke Mataram dan daerah lain di NTB membuat tingkat hunian hotel merosot tajam. Kebijakan efisiensi anggaran oleh pemerintah pusat dan daerah disebut berdampak terhadap tingkat hunian dan pelaksanaan event di hotel. Sejumlah hotel mulai mempertimbangkan efisiensi tenaga kerja hingga potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika kondisi terus berlarut.

INDUSTRI perhotelan di Kota Mataram, khususnya sedang menghadapi masa sulit. Minimnya tamu yang menginap dan pelaksanaan Meeting, Incentive, Convention and Exhibition (MICE) dituding jadi penyebab.

Humas Representative Asosiasi Hotel Mataram (AHM), Fajar Ashidiqi, mengungkapkan okupansi harian hotel-hotel anggota AHM berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Mereka harap-harap cemas melihat okupansi harian saat ini.

Menurutnya, salah satu penyebab dari rendahnya kunjungan wisatawan adalah melemahnya daya beli masyarakat. Harga tiket pesawat yang masih tinggi serta kebutuhan pengeluaran harian selama berlibur menjadi pertimbangan masyarakat untuk menunda rencana wisata.

“Orang-orang sekarang menahan diri untuk membelanjakan uang di luar kebutuhan primer. Liburan menjadi pilihan terakhir,” ungkapnya.

Hal ini mengakibatkan, sejumlah hotel mulai mempertimbangkan langkah efisiensi terhadap tenaga kerja yang mereka punya. Seperti pengurangan jam kerja karyawan hingga berpotensiPHK. Menurut Diky, pihak AHM masih dalam tahap pembahasan dan pertimbangan terkait efisiensi karyawan, dengan harapan tidak sampai pada terjadinya.

“Untuk saat ini yang bisa kami informasikan, kita dalam statement bahwa AHM masih berusaha untuk menjaga stabilitas operational yang sehat. Kalaupun nantinya akan ada PHK kita berharap kondisinya tidak akan separah seperti semasa Covid-19,” terangnya.

Ia menambahkan, AHM tidak tinggal diam dalam menghadapi situasi ini. Upaya promosi telah dilakukan, salah satunya dengan menggelar sales mission ke Banjarmasin pada pertengahan Maret 2025 lalu, menyusul pembukaan rute penerbangan langsung Banjarmasin–Lombok. Strategi ini ditujukan untuk membuka pasar wisatawan baru dari Kalimantan Selatan. Namun, dampaknya belum terlalu terasa dalam jangka pendek.

Ketua AHM, Made Adiyasa, menyebut langkah merumahkan karyawan bisa saja diambil jika situasi ini terus berlarut. Namun, sejauh ini belum ada laporan resmi mengenai karyawan hotel yang dirumahkan. Meski begitu, tanda-tanda penyesuaian operasional mulai terlihat.

“Saat ini yang sudah terjadi adalah pengurangan jam kerja dan penundaan pembayaran service charge. Untungnya para pekerja memahami situasi yang sedang terjadi. Yang penting mereka masih bisa bekerja,” katanya.

Namun, ia mengakui bahwa jika kondisi ini berlangsung lebih lama, maka langkah merumahkan karyawan kemungkinan besar akan diambil. “Tapi kalau kelamaan, nanti pasti akan terjadi juga merumahkan karyawan,” tutupnya.

Dalam situasi sulit seperti sekarang ini, perhatian dan dukungan pemerintah sangat dibutuhkan. Namun hingga saat ini, belum terlihat ada upaya nyata dari Pemkot Mataram untuk merespons kondisi tersebut.

“Sampai hari ini, belum ada pembicaraan dan pertemuan resmi antara AHM dan Pemkot Mataram. Terkait bagaimana pelaku industri perhotelan bisa bertahan di situasi seperti ini,” ungkap pemilik Hotel Nutana, Senin, 21 April 2025.

Ia juga menambahkan dirinya telah mengirim surat kepada Wali Kota Mataram sebanyak dua kali sejak akhir 2024 untuk mengusulkan pertemuan, namun tak mendapat tanggapan. “Sejak akhir tahun lalu saya sebagai Ketua AHM sudah menyurati Wali Kota sebanyak dua kali untuk bertemu, tetapi tidak ada respons apapun. Di keadaan okupansi yang menurun ini kami belum kembali menyurati, karena tidak adanya respons yang di akhir tahun itu,” ujarnya.

Menurut Adiyasa, dalam pertemuan terakhir AHM bersama para anggotanya pekan lalu, salah satu poin utama yang dibahas adalah pentingnya strategi pariwisata yang jelas dari pemerintah.

“Kami siap menyesuaikan arah kebijakan pemerintah. Kalau pemerintah mau ke kiri, kami ikut ke kiri, supaya sejalan arahnya,” sebutnya.

Ia memprediksi, jika hingga Juni 2025 okupansi tetap tidak membaik, maka efisiensi juga akan diterapkan oleh pihak hotel. Bentuknya bisa berupa pengurangan jam kerja hingga yang terburuk adalah pemutusan hubungan kerja.

“Kalau kondisi seperti ini tetap dipertahankan, kita tinggal nunggu selesai. Jangan sampai karyawan hotel sampai dirumahkan. Karyawan itu tidak menuntut macam-macam. Mereka masih bekerja saja sudah syukur,” ucapnya.

Oleh sebab itu, dengan kondisi okupansi yang menurun drastis yang artinya pemasukan pun menurun. Para pelaku hotel berharap adanya bantuan dari pemerintah, misalnya relaksasi atau penundaan pajak seperti PBB, PB1, dan beban listrik dan air, demi kelangsungan usaha.

“Di situasi seperti ini, beban pajak yang tetap tinggi di tengah penurunan kunjungan wisatawan, kami harus putar otak. Saat ini kami bukan sedang cari untung, tapi sedang berusaha bertahan hidup,” tegasnya.

Adiyasa juga menekankan bahwa sektor perhotelan merupakan salah satu penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan. Oleh karena itu, para pelakunya berharap pemerintah tidak hanya mengambil manfaat, tetapi juga memberikan dukungan.

Meski demikian, di tengah situasi yang sulit, para pelaku usaha perhotelan yang tergabung dalam AHM justru mempererat solidaritas antaranggota. Mereka tidak lagi melihat satu sama lain sebagai pesaing.

“Kami menyadari bahwa apabila ada satu hotel yang terpaksa menutup operasionalnya, hal tersebut dapat menciptakan citra negatif seolah-olah Kota Mataram tengah mengalami krisis ekonomi atau darurat bisnis. Oleh karena itu, komunikasi antaranggota dan upaya bersama dalam mencari solusi menjadi prioritas kami demi menjaga keberlangsungan industri secara keseluruhan,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan, ketika setiap bulan, pihak Badan Pusat Statistik (BPS) rutin melakukan pendataan tamu hotel, dan sering kali mereka mempertanyakan mengapa tingkat hunian hotel tampak sepi. Hal ini tentu menjadi tanda tanya, terlebih di tengah klaim keberhasilan mendatangkan sekian juta wisatawan. Kenyataannya tidak sejalan. Kalau memang jumlah kunjungan besar, tentu dampaknya akan terasa pada sektor perhotelan dan ekonomi lokal. (hir)

Hotel dan Restoran Siapkan Skenario Pemangkasan Karyawan

0
Ni Ketut Wolini (ekbisntb.com/dok)

INDUSTRI perhotelan di NTB kembali menghadapi tantangan berat menyusul kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini diketahui berdampak langsung pada pembatasan kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) atau pertemuan bisnis, perjalanan insentif, konferensi, dan pameran yang menjadi salah satu sumber utama pendapatan hotel.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini mengungkapkan, hotel dan restoran menghadapi turbulen. Situasi saat ini sangat berbeda dibandingkan tahun sebelumnya. Jika pada periode yang sama tahun lalu tingkat hunian hotel bisa mencapai 60-70%, kini anjlok hingga hanya sekitar 20%.

“Jelas ini akan memengaruhi daya kerja karyawan di hotel. Kalau terus seperti ini, dari mana hotel bisa menggaji dan bertahan? Ujung-ujungnya pasti akan ada efisiensi untuk karyawan,” ujarnya.

Wolini menuturkan bahwa saat pandemi Covid-19, merumahkan karyawan menjadi salah satu solusi yang diterapkan. Namun, untuk kondisi saat ini, PHRI NTB masih akan berdiskusi dengan para anggota untuk menentukan langkah terbaik. Apakah kembali merumahkan atau mengambil opsi PHK. Rapat anggota terkait hal ini akan segera diagendakan.

Dampak penurunan okupansi sebagai efek dari efisiensi anggaran ini, lanjut Wolini, sudah mulai terasa nyata. Meski sempat ada lonjakan okupansi hingga 60-70% saat libur panjang Lebaran, kondisi tersebut tidak berlangsung lama. Setelah Lebaran usai, tingkat hunian hotel kembali merosot tajam.

Menyikapi situasi sulit ini, PHRI NTB berencana untuk melakukan audiensi dengan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal. Tujuannya adalah untuk menyampaikan kondisi riil yang dihadapi industri perhotelan dan mencari solusi bersama.

“Kan kepala daerah harus tahu situasinya, khususnya di industri perhotelan. Karena ada beberapa hotel yang sudah sharing ke saya soal kemungkinan PHK ini,” tegas Wolini.

PHRI NTB berharap pemerintah daerah dapat memahami kondisi ini, terutama mengingat adanya keterbatasan anggaran daerah yang juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi pusat. Wolini juga menyoroti belum optimalnya kegiatan pemerintah yang biasanya turut menggerakkan sektor perhotelan melalui berbagai rapat dan acara.

“Ekonomi kita, daya beli sudah menurun. Biasanya situasi seperti ini kan hotel sudah ramai, kalau hotel sudah ramai, turunannya itu banyak sekali bisa bergerak. Dari suppliersupplier bahan baku, itu pasti bergerak,” imbuh Wolini.

Wolini juga menyinggung bahwa efisiensi anggaran juga telah dilakukan di sektor pariwisata negara lain, terutama dipengaruhi oleh isu global seperti perang dagang yang berdampak pada perekonomian secara keseluruhan. (bul)

Butuh Program yang Tak Bergantung pada Belanja Pemerintah

0
M. Nashib Ikroman (ekbisntb.com/ist)

INDUSTRI perhotelan di NTB, terutama hotel di dalam kota kembali menghadapi tantangan. Tantangannya berupa penurunan kunjungan wisatawan ke Mataram dan daerah lain di NTB yang membuat tingkat hunian hotel merosot tajam. Sejumlah hotel pun mulai mempertimbangkan efisiensi tenaga kerja hingga potensi PHK jika kondisi terus berlarut.

Terkait dengan hal tersebut, anggota DPRD NTB M. Nashib Ikroman mengatakan, industri perhotelan selama ini memang terlalu bergantung pada belanja pemerintah, sehingga dampaknya kembali dirasakan oleh pelaku perhotelan jika ada kebijakan pemerintah berupa efisiensi belanja.

Menurutnya, belanja pemerintah yang ditujukkan dengan kegiatan MICE seharusnya hanya menjadi salah satu komponen bisnis hotel. Artinya MICE tidak menjadi tulang punggung bisnis perhotelan agar tetap bisa bertahan di segala kondisi.

“Jika jika belanja pemerintah murni menjadi tulang punggung usaha hotel berarti ada sesuatu yang keliru dalam penyelenggaraan industri hotel kita. Sehingga di momentum ini kita mulai melakukan penyesuaian, harus lebih kreatif dalam market dan lainnya,” kata Nashib Ikroman kepada Ekbis NTB akhir pekan kemarin.

Politisi Perindo ini mengatakan, pemerintah memang harus membantu tumbuh kembangnya industri di daerah, termasuk industri usaha perhotelan ini. Namun hal itu tak berarti hanya ansih berbelanja di hotel. Sebab yang lebih penting yaitu bagaimana lahir sebuah program jangka panjang yang sifatnya berkelanjutan.

“Tak boleh kebijakan pemerintah itu bentuknya ‘‘charity’’, kepedulian, seperti ketika dia bermasalah harus dibantu dengan belanja. Namun harus berupa program yang lebih sistemik dan lebih berjangka panjang, sebab jangan sampai setelah berhenti belanja, malah kolaps lagi,” katanya.

Terkait dengan kondisi lesunya okupansi hotel saat ini, Ikroman meminta agar industri hotel tak buru-buru membuat keputusan untuk merumahkan atau mem-PHK karyawan. Industri hotel didorong untuk lebih kreatif dalam berusaha, seperti misalnya promo-promo menarik hingga paket pelayanan makanan dan minuman atau F&B service kepada tamu yang tak menginap.

“Kita jangan tergesa-gesa mem-PHK karyawan, karena terkait efisiensi pemerintah ini kan kita belum tahu size-nya seperti apa. Ini sedang mencari format baru. Lebih baik minta ke pemerintah program apa yang menghidupkan industri misalnya menambah flight dan lainnya,” katanya. (ris) 

Dampak Perubahan Tren Pariwisata

0
Putu Gede (ekbisntb.com/dok)

KONDISI sejumlah hotel di Mataram, khususnya dan NTB umumnya kian mengkhawatirkan. Penurunan kunjungan wisatawan mengakibatkan tingkat hunian beberapa hotel menurun signifikan. Bahkan, sejumlah hotel mulai mempertimbangkan untuk merumahkan pekerjanya.

Pemerhati Pariwisata yang juga Kepala Lembaga Penjamin Mutu (LPM) Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Mataram, I Putu Gede mengatakan, turunnya okupansi hotel tidak hanya menjangkiti hotel-hotel di Mataram, tetapi juga hampir di seluruh dunia.

“Ini memang gejala yang terjadi hampir di semua negara. Ada penurunan-penurunan. Namun, yang signifikan ini kan terjadinya tingkat hunian hotel yang begitu jatuh, lalu berimbas terhadap tenaga kerja hotel. Jadi ada beberapa tenaga kerja hotel yang memang mau tidak mau harus mereka PHK,” katanya pekan kemarin.

Gejala ini menurutnya adalah imbas dari bergesernya tren pariwisata dari tren pariwisata massal (mass tourism) ke arah pariwisata individual dan minimalis.

“Tren minimalis itu lebih kepada individu yang memilih tempat-tempat wisata yang tidak banyak dikunjungi, jauh jaraknya, dan dalam jumlah kecil,” jelasnya.

Selain itu, tren pariwisata yang menawarkan nilai tambah kesehatan (wellness) juga menjadi daya tarik wisatawan saat ini.

“Nah, ini menjadi berdampak kepada hotel. Jadi kalau pihak hotel masih mengembangkan hotel dengan sistem konvensional dengan mengandalkan hanya kamar dan makanan saja itu sudah pasti tidak akan bisa menutupi operasional. Karena apa? orang tidak lagi seperti itu. Kecuali mereka menawarkan juga di samping menginap di hotel tapi juga ada wellness,” ungkapnya.

Menurutnya, perubahan tren pariwisata saat ini harusnya menjadi kajian, baik dari unsur akademisi, Dinas Pariwisata, stakholder, dan organisasi-organisasi kepariwisataan di Mataram.

“Unsur terkait itu harus duduk bersama untuk menyelesaikan ini. Jadi paling tidak, ada nanti terobosan-terobosan baru sesuai dengan wawasan dan kemampuan untuk bagaimana mengemas pariwisata dengan tren yang baru ini,” ucapnya.

Selain bergesernya tren pariwisata, menjamurnya hotel di Mataram juga membuat persaingan menjadi ketat.

“Hotel-hotel di kota juga sudah cukup banyak dan persaingan pada pada pengelola industri perhotelan itu memang (kuat),” jelasnya.

Tak hanya tren pariwisata, dampak efisiensi anggaran juga merupakan faktor penyebab lesunya aktivitas pariwisata yang mengakibatkan tingkat hunian hotel di Mataram terperosok dalam.

“Selama ini kan memang industri pariwisata itu sangat bergantung kepada aktivitas atau kegiatan-kegiatan pemerintah di hotel, terutama untuk kegiatan meeting itu. Jadi sangat besar pengaruhnya (efisiensi),” terangnya.

“Bayangkan rapat-rapat tidak ada di hotel jadi hotel mengandalkan apa? Paling wedding, tidak semua hotel punya ballroom untuk kegiatan pertemuan, insentif, konvensi, dan pameran (MICE) itu,” imbuhnya.

Pada akhirnya, untuk menjawab persoalan yang dihadapi pariwisata saat ini adalah komitmen untuk membangun pariwisata. “Sekarang komitmen yang perlu, karena pengelolaan pariwisata itu perlu komitmen itu,” pungkas Putu. (sib)

Dampak Efisiensi, Kunjungan Wisatawan Berkurang 90 Persen

0
Dewantoro Umbu Joka (ekbisntb.com/era)

KUNJUNGAN wisatawan berasal dari kegiatan Meeting, Incentive, Convention, dan Exhibition (MICE) ke NTB berkurang 90 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.  Hal tersebut dirasakan langsung oleh Ketua Asosiasi Tour dan Travel Indonesia (ASITA) NTB, Dewantoro Umbu Joka, SH. Ia menilai efisiensi yang dilakukan oleh pemerintah ini bukan hanya dirasakan oleh ASN, tetapi juga masyarakat.

“Dampak efisiensi yang merasakan langsung adalah masyarakat, misal UMKM kan yang beli tidak ada lagi,” ujarnya kepada Ekbis NTB beberapa waktu lalu.

Efisiensi, sambungnya juga sangat mempengaruhi perhotelan. Disampaikan, memasuki kuarter ke II tahun 2025, tingkat okupansi hotel menurun hingga 50 persen.

Jika kondisi ini dibiarkan tanpa solusi, masalah yang semakin besar bisa saja terjadi di masa depan. Salah satunya adalah ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan perhotelan.  “Di hotel lama-lama dia mulai pengurangan. Bahasa kasarnya PHK. Nah, itu kan timbul masalah baru,” ucapnya.

Sebagai pelaku pariwisata, ia berharap adanya kebijakan dari pemerintah untuk memperlonggar kebijakan efisiensi ini. Apalagi NTB khususnya Lombok yang dicanangkan menjadi The Next Bali, rencana ini dinilai akan sia-sia jika pemerintah tutup mata, telinga dengan kondisi yang terjadi di masyarakat.

“Saya, Ketua ASITA berharap ada perubahan kebijakan di pusat. Tetapi pemahaman efisiensi itu kita tidak tahu. Apakah benar-benar tidak boleh perjalanan dinas kan kita belum tahu juga. Yang jelas perputaran uang di NTB sangat turun, saya hitung-hitung bisa sampai Rp1-2 triliun,” jelasnya.

Disampaikan, kunjungan wisata NTB di tahun ini hanya 10 persen dari kunjungan tahun lalu. Artinya, NTB kehilangan 90 persen kunjungan wisatawan. Padahal, biasanya memasuki kuarter ke II, sudah mulai banyak asosiasi atau pemerintahan yang menjadikan NTB sebagai salah satu daerah pelaksanaan MICE.

“Kalau 50 masih oke, tapi ini cuma 10 persen. Kekurangannya 90 persen. Coba dibandingkan dengan tahun lalu, lihat dengan mata saja sudah keliatan kurangnya,” terangnya.

Adapun dengan latar belakang Gubernur NTB sebagai mantan Duta Besar, ia berharap koneksi yang dimiliki pimpinan NTB bisa menarik banyak asosiasi atau kegiatan di NTB, sehingga kunjungan ke daerah ini bisa normal kembali.  “Kita berharap MICE dari event internasional, itu sangat membantu,” ucapnya. (era)

Pemkot Upayakan Pemulihan Industri Perhotelan

0
Jamaluddin dan Cahya Samudra (ekbisntb.com/hir)

PEMERINTAH Kota (Pemkot) Mataram melalui Dinas Pariwisata (Dispar) akan berupaya memulihkan industri perhotelan yang tengah mengalami keterpurukan. Sektor ini mengalami penurunan tajam sejak awal tahun 2025, yang berdampak besar terhadap aktivitas ekonomi dan stabilitas usaha di bidang perhotelan.

Para pelaku industri ini menyuarakan keluhannya terkait minimnya komunikasi dan perhatian dari pemerintah kota, di tengah tekanan yang semakin berat sejak awal tahun 2025. Tidak hanya mengeluhkan kondisi usaha yang melemah, mereka juga berharap adanya langkah konkret dan sinergi dengan pemerintah daerah. Hampir seluruh hotel di Kota Mataram kini menghadapi masa sulit, ditandai dengan penurunan pendapatan secara signifikan.

Kepala Dispar Kota Mataram, Cahya Samudra, menjelaskan kondisi ini dipicu oleh kebijakan efisiensi yang diterapkan oleh pemerintah. Kebijakan tersebut berdampak langsung terhadap sejumlah agenda dan kegiatan yang sebelumnya menjadi bagian dari strategi menarik wisatawan.

“Kita tetap berusaha untuk tetap menghadirkan dan menciptakan event-event. Dan akan terus kami perbaharui destinasi yang Kota Mataram miliki, sehingga bisa menarik wisatawan-wisatawan. Tentu berkolaborasi dengan provinsi, sehingga Lombok ini menjadi satu kesatuan,” ujarnya pekan kemarin.

Terkait belum adanya  komunikasi atau pembicaraan resmi antara asosiasi dengan pemerintah kota,  menegaskan, ppihaknya segera melakukan  komunikasi dan koordinasi.

“Memang belum ada pertemuan secara resmi dengan AHM. Kominikasi secara langsung memang belum kami lakukan, tapi kami komunikasi via WhatsApp. Tetapi ke depannya insyaallah kita akan lakukan rapat koordinasi dengan pihak AHM, untuk membahas perjalanan 2025 ini,” terangnya.

Diharapkan, langkah konkret dan koordinasi yang lebih intensif antara Pemkot Mataram dan para pelaku industri perhotelan dapat segera memulihkan sektor ini, yang selama ini menjadi salah satu pilar penting ekonomi lokal.

Hal senada disampaikan Kepala Dispar Provinsi NTB Jamaluddin, S.Sos., M.T. Jamaluddin menyadari persoalan yang dialami pengelola hotel yang ada di daerah ini. Menurutnya, kondisi ini tidak hanya terjadi di NTB, tapi secara nasional, karena adanya Instruksi Presiden (Inpres) I Tahun 2025.

Dalam hal ini, pihaknya meminta manajemen hotel melakukan inovasi dan tidak hanya mengandalkan MICE. Tapi ada inovasi yang dilakukan manajemen hotel, sehingga mampu meningkatkan kunjungan wisatawan ke NTB, termasuk tingkat hunian di hote.

Menurutnya, masih banyak pasar-pasar yang harus dilirik. Salah satunya adalah pasar Malaysia yang memiliki potensi besar. Apalagi masih ada penerbangan langsung Malaysia yang bisa dimanfaatkan untuk menggaet wisatawan asal negeri Jiran ini.

Pihaknya juga meyakinkan pemerintahan Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal dan Hj. Indah Dhamayanti Putri memiliki visi dan misi yang jelas dalam mengembangkan pariwisata di NTB. Selain itu, ada perubahan kebijakan dari pemerintah pusat terkait pengembangan pariwisata di seluruh Indonesia.  (hir/ham)

Tuntut Dibangunkan Jalan, Warga di Salah Satu Desa Nunggak PBB Rp1 Miliar lebih

0
Kepala Dinas PUTR Lobar H. L. Winengan (ekbisntb.com/ist)

Lombok (ekbisntb.com) – Piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) masyakarat di Desa Terong Tawah Kecamatan Labuapi Lombok Barat sangat besar mencapai Rp1,1 miliar. Besarnya tunggakan pajak ini, menandakan bahwa banyak warga setempat tidak taat terhadap kewajibannya kepada pemerintah. Di satu sisi mereka selalu menuntut haknya dibangunkan jalan, sementara dari kewajiban meraka tidak taat.

Kadis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) HL Winengan mengatakan bahwa tender proyek pembangunan jalan Terong Tawah selesai bulan Mei ini. Namun tidak serta merta langsung bisa dikerjakan. Sebab ada proses dalam pelaksanaan pekerjaan lainnya, di antaranya perusahaan pemenang tender perlu menyerahkan jaminan. “Pemkab pasti bangun jalan itu, tapi masyarakat juga tidak boleh menuntut haknya saja, tapi kewajiban harus dia lakukan,” tegasnya, akhir pekan kemarin.

Sebab dari koordinasinya dengan OPD terkait, warga di sana banyak belum melaksanakan kewajiban membayar PBB. Dari PBB yang harusnya dibayar di desa itu sebesar Rp2,1 milliar lebih per tahun. “Tapi baru bayar Rp1 miliar, berarti setengah belum bayar, Rp1,1 miliar lebih belum bayar PBB warga Terong Tawah,”tegasnya.

Dengan mereka menuntut hak dibangunkan jalan, lalu Pemkab Lobar membangunkan bulan depan maka tentu harus dibarengi dengan kesadaran mereka melaksanakan kewajiban membayar pajak ke negara atau pemerintah.
Selain itu, warga setempat perlu punya kesadaran agar mengurus KTP ke Lobar. Sebab menurutnya tidak ada dosanya atau salahnya kalau ber KTP Lobar. Lebih banyak mereka ber KTP luar, terutama warga yang tinggal di perumahan. (her)

Tiga Bulan, Jumlah PMI Asal Lotim ke Luar Negeri 2.587 Orang

0
H. Muhammad Hairi (ekbisntb.com/dok)

Lombok (ekbisntb.com) – Selama tiga bulan terakhir (Januari-Maret 2025), jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Lombok Timur (Lotim) yang bekerja di luar negeri tercatat mencapai 2.587 orang. Data ini disampaikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Lotim, H. Muhammad Hairi, belum lama ini.

Hairi menjelaskan saat ini Arab Saudi telah membuka kembali moratorium untuk penerimaan PMI, baik pekerja formal maupun informal. Namun, petunjuk teknis (juknis) dan pelaksanaan penempatannya masih menunggu kepastian dari pemerintah.

Sementara itu, Malaysia Timur masih menjadi tujuan utama PMI Lotim, sedangkan Malaysia Barat, belum menerima penempatan, karena masih dalam proses penataan.

Hairi mengakui banyak kasus permasalahan dialami PMI di Timur Tengah. Namun, dengan dibukanya kembali moratorium ke kawasan tersebut, ia berharap ada kejelasan aturan dari pemerintah, termasuk untuk pekerja formal dan informal seperti ibu rumah tangga, sopir, dan sektor lainnya.

“Kami belum menerima juklak dan juknis dari pemerintah terkait penempatan PMI ke Timur Tengah. Yang jelas, pemerintah tidak ingin ada lagi kasus-kasus yang merugikan PMI,” tegas Hairi.

Ia juga mengingatkan bahwa bekerja di negara yang tidak memiliki perjanjian ketenagakerjaan dengan Indonesia berstatus ilegal, kecuali bagi mereka yang masuk sebagai pelancong. “Kita berharap PMI yang berangkat bisa bernasib baik dan terlindungi,” tambahnya.

Sementara itu, untuk Australia, Hairi menegaskan tidak ada kerja sama di bidang ketenagakerjaan antara Indonesia dan Australia, sehingga penempatan PMI ke negara tersebut tidak dimungkinkan.

Dengan tingginya angka PMI asal Lotim, pemerintah setempat terus berupaya memastikan perlindungan dan legalitas penempatan pekerja ke luar negeri agar terhindar dari risiko pekerja ilegal dan eksploitasi. (rus)

Bangun Daerah, MAS dan Kagama NTB Perkuat Sinergi

0
Pengerakse Agung MAS H. Lalu Sajim Sastrawan memberikan sambutan pada halalbihalal MAS dan Kagama NTB, Sabtu 26 April 2025. (ekbisntb.com/ist)

Lombok (ekbisntb.com) – Majelis Adat Sasak (MAS) bersama Pengurus Daerah Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) NTB menggelar kegiatan Halalbihalal 1446 di Aula Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDM) Provinsi NTB, Sabtu 26 April 2025.

Acara yang dihadiri tokoh-tokoh masyarakat di NTB, alumni UGM, serta masyarakat Sasak berkumpul untuk mempererat silaturahmi sekaligus mendorong kolaborasi antaranggota komunitas dalam membangun Lombok yang lebih maju.

Pengerakse Agung Majelis Adat Sasak (MAS) Dr. H. Lalu Sajim Sastrawan mengatakan, MAS dan Kagama tidak dapat terpisahkan, karena boleh dikatakan UGM, merupakan salah satu tempat menimba para pendahulu tokoh masyarakat Sasak mulai menimba ilmu pengetahuan. Setelah itu, berinisiatif membentuk Yayasan Pendidikan Sangkareang yang menjadi cikal bakal lahirnya Universitas Mataram dan awal mulai membangun Provinsi NTB dengan berbagai peran di pemerintahan daerah.

Hal ini menjadi dasar jika hubungan dengan UGM sangat kuat. ‘’Sebagai penerus tentunya harus kita melanjutkan kolaborasi dan sinergi bersama UGM tetap dijaga dan dikembangkan, dalam pembangunan kemajuan daerah. Sinergi bersama UGM harus tetap kita jaga dan kembangkan, dalam memberikan dukungan dengan melibatkan Kagama untuk program pembangunan daerah,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua Harian Kagama NTB dr. Hj. Nurhandini Eka Dewi, menegaskan, pihaknya siap memperkuat sinergi bersama MAS dalam membangun daerah dari segala lini, seperti pendidikan, kesehatan dan mendukung program unggulan pemerintah daerah lainnya.

Menurutnya, Kagama NTB komitmen mendukung program pemerintah daerah dan banyak berperan serta memberikan kontribusi nyata dari segala bidang. ‘’Sesuai disiplinan keilmuan dan profesi masing-masing ” jelas mantan Asisten II (Perekonomian dan Pembangunan) Setda NTB ini. (ham)

Penting, Hubungan Media dan Pemerintah

0
Kepala Diskominfotik NTB Najamuddin Amy, Anggota Dewan Pers Terpilih Yogi Hadi Ismanto pose bersama dengan Pengurus PWI NTB yang digelar di LPP RRI Mataram, Sabtu 26 April 2025. (ekbisntb.com/ist)

Lombok (ekbisntb.com) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi NTB menggelar halalbihalal di Aula Lembaga Penyiaran Publik RRI Mataram, Sabtu 26 April 2025. Acara ini dihadiri pengurus PWI Kabupaten/Kota se NTB. Hadir mewakili Gubernur NTB Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal, Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (DIskominfotik) Dr. Najamuddin Amy, M.M. hadir juga anggota Dewan Pers Terpilih Yogi Hadi Ismanto, M.H.

Kepala Diskominfotik NTB Najamuddin mengajak wartawan atau media berkolaborasi sebagai mitra strategis bagi pemerintah daerah, khususnya Pemprov NTB, sehingga apa yang dicita-citakan Gubernur NTB H. Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Hj. Indah Dhamayanti Putri dalam membangun NTB Makmur dan Mendunia ini bisa diwujudkan.

Diakuinya, hubungan antara media dan pemerintah penting. Atas dasar itu, pemerintah daerah berusaha membangun komunikasi yang efektif dan transparan, khususnya dengan masyarakat. Selama ini, hubungan Pemerintah Provinsi NTB dengan wartawan, termasuk organisasi wartawan seperti PWI, IJTI, AJI cukup baik.

Untuk itu, kolaborasi, kerja sama, koordinasi, saling mengingatkan dan saling menghargai merupakan ‘’panglima’’ dari sebuah hubungan yang dirajut untuk membangun NTB.

Mantan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi NTB ini juga mengingatkan wartawan untuk terus beradaptasi dengan perkembangan zaman. Menurutnya, digitalisasi merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri, sehingga wartawan perlu terus meningkatkan kapasitas dan upgrade skillnya.

Sementara itu, Anggota Dewan Pers Terpilih Yogi Hadi Ismanto, berpesan kepada wartawan, agar senantiasa menjunjung tinggi kode etik jurnalistik serta menyajikan informasi yang akurat, berimbang, dan tidak menyesatkan demi menjaga kepercayaan publik terhadap media. Pihaknya juga mengingatkan wartawan dan perusahaan media tidak keluar dari kode etik jurnalistik dan UU Pers dalam melaksanakan tugasnya.

Menurutnya, pengalaman yang menimpa Direktur Pemberitaan JakTV harus dijadikan pembelajaran oleh seluruh perusahaan media. Dengan mengedepankan kode etik jurnalistik dan UU Pers dalam bekerja, pihaknya yakin persoalan-persoalan hukum yang akan menimpa wartawan atau jajaran redaksi bisa dihindari.

Hal senada disampaikan Ketua PWI NTB, Nasrudin Zain. Pihaknya menegaskan komitmen anggota PWI dalam menghadirkan produk-produk jurnalistik yang sehat dan memberikan manfaat bagi masyarakat. (ham)