Lombok (ekbisntb.com) – Angka final realisasi APBD Provinsi NTB 2024, baik pendapatan maupun belanja masih menunggu rekonsiliasi dengan perangkat daerah. Namun jika melihat data transaksi yang sudah diinput maupun yang sedang dalam proses penginputan ke menu akuntansi dan pelaporan SIPD, maka Pemprov memberi estimasi realisasi APBD NTB berada di angka 97 hingga 98 persen.
Asisten III Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi NTB H. Wirawan Ahmad MT mengatakan, posisi sementara realisasi sektor pendapatan di APBD Provinsi NTB per 31 Desember 2024 sebesar Rp6,29 triliun atau 93,49 persen dari target Rp6,724 triliun.
Sementara untuk belanja APBD, dari target Rp6,778 triliun, realisasinya tercatat sebesar Rp6,28 triliun atau 92,77 persen. Namun angka-angka ini baru bersifat sementara, karena kalkulasi anggaran belum final.
“Simulasi estimasi, posisi kita minimal di angka 97 sampai 98 persen, baik posisi pendapatan maupun realisasi belanja,” kata Wirawan Ahmad kepada Ekbis NTB, Kamis 2 Januari 2025.
Ia mengatakan, ada beberapa hal yang menyebabkan realisasi belanja masih di angka mendekat 93 persen. Yang pertama yaitu masih terdapat transaksi pendapatan yang belum selesai diotorisasi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan belum masuk ke menu Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) Kementerian Dalam Negeri dengan jumlah sebanyak 603 transaksi.
Kedua, masih terdapat sebanyak 807 Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang sudah diterbitkan, namun belum selesai proses entrinya ke SIPD pada menu akuntasi dan pelaporan. Dan terakhir, realisasi pendapatan dan belanja BLUD untuk bulan Desember 2024 belum dimasukkan ke dalam menu SIPD.
“Itulah tiga hal yang menyebabkan realisasi APBD masih di angka 92,77 persen. Ketika semua transaksi tersebut sudah selesai dientri ke menu SIPD, maka angka realisasi belanja juga akan meningkat sesuai dengan sebenarnya,” katanya.
Menurutnya, yang menggembirakan dari APBD 2024 yaitu dengan pendapatan yang sudah direalisasikan, Pemprov NTB bisa membayar semua kewajiban daerah, baik kepada pihak ketiga maupun belanja-belanja operasional OPD, sehingga kewajiban daerah tak dibawa ke APBD 2025.
“Kita tak membawanya ke tahun 2025 sebagai kewajiban jangka pendek kepada pihak ketiga. Malah kita masih menyisakan SILPA yang bisa kita gunakan untuk pembiayanaan 2025 dan juga untuk membayar proyek di 2024 dan akan dilanjutkan pengerjaan di 2025,” tutupnya.(ris)