Lombok (ekbisntb.com) – Marak dan mudahnya akses pinjaman online (Pinjol) rupanya membuat bisnis keuangan lainnya rontok. Salah satunya pegadaian swasta elektronik.
Sebelumnya, perkembangan teknologi digital telah mengubah cara berinteraksi dengan berbagai layanan, termasuk layanan keuangan. Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah menjamurnya pegadaian elektronik.
Belakanga, rupanya pegadaian-pegadaian swasta elektronik ini tak cukup kuat bersaing. Setelah merebaknya Pinjol, khususnya di Provinsi NTB.
Salah seorang pemilik pegadaian swasta elektronik mengaku luar biasanya pengaruh pinjol yang dapat melayani transaksi keuangan sangat simpel, hanya dengan foto diri dan KTP.
“Pinjol ini memang luar biasa dampaknya. Karena ia menawarkan pinjaman secara mudah, dan tanpa harus menggunakan agunan. Kalau di pegadaian elektronik, kan harus ada barang yang dijadikan agunan,” ujar sumber ini di Mataram, Kamis, 24 Oktober 2024.
Ia menjelaskan, omzet pegadaian swasta saat ini sudah tergerus separuhnya, bahkan lebih, salah satunya karena maraknya pinol. Ia sendiri sebelumnya memiliki 7 cabang pegadaian elektronik yang tersebar di Pulau Lombok. Saat ini tersisa3 cabang. Karyawan yang sebelumnya dipekerjakan belasan orang, kini tersisa hanya 7 orang saja.
“Kalau sebelumnya sehari omzet bisa sampai Rp20 juta atau Rp30 juta. Sekarang hanya Rp6 juta sehari. Makanya saya sudah mulai mikir-mikir usaha baru untuk mengkonversi bisnis pegadaian yang sudah tidak lagi kompetitif ini,” katanya.
Sumber ini juga menegaskan, ditengah situasai persaingan usaha sektor jasa keuangan ini, jika ditambah lagi dengan aturan-aturan yang memberatkan bagi usaha pegadaian swasta, menurutnya, lebih baik pilihannya tutup usaha.
“Kalau syarat yang dibuat OJK rumit dan memberatkan. Lebih baik kita tutup. Toh juga potensi bisnis pegadaian ini cukup berat. Ditambah lagi keadaan ekonomi yang seperti ini. kasus kita rata – rata sama,” tandasnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pegadaian Masyarakat Indonesia (APMI), Dian Sandi Utama (DSU) juga mendorong kepada otoritas untuk melonggarkan modal minimum pegadadian swasta.
Sebagaimana Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31 Tahun 2016 tentang Usaha Pegadaian menjadi landasan hukum bagi aktivitas pegadaian di Indonesia, termasuk pegadaian elektronik. Regulasi ini mencakup segala bentuk usaha pegadaian, baik konvensional maupun yang memanfaatkan teknologi digital.
Salah satu poin penting yang diatur dalam POJK ini adalah mengenai modal minimum yang harus dimiliki oleh perusahaan pegadaian swasta. Besaran modal minimum yang ditetapkan bergantung pada lingkup wilayah operasi perusahaan. Tingkat Kabupaten/Kota: Modal minimum sebesar Rp500 juta. Dan Tingkat Provinsi, Modal minimum sebesar Rp2,5 miliar.
“Kita berharap ketentuan POJK ini dilunakkan. Berapa sih hape (gadai) yang ada di etalase temen-temen. Paling 10, 20. Kalau rata rata Rp1 juta per biji, ya cuma Rp20 juta saja. Ini kondisinya,” kata DSU.
Pegadaian swasta ini berharap, kelonggaran modal minimunya Rp50 sampai Rp100 juta untuk pegadaian swasta yang cabangnya hanya di salah satu kabupaten/kota. Dan Rp300 juta sampai Rp500 juta untuk pegadaian swasta yang cabangnya lintas kabupaten/kota di dalam provinsi.(bul)