spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBerandaIklim Pengaruhi Kinerja Sektor Perekonomian

Iklim Pengaruhi Kinerja Sektor Perekonomian

PERUBAHAN iklim merupakan salah isu penting yang menjadi atensi masyarakat di seluruh dunia. Penyebab utama perubahan iklim adalah aktivitas manusia. Menurut PBB, perubahan iklim mengacu pada perubahan jangka panjang dalam suhu dan pola cuaca. Secara sederhana, perubahan iklim diartikan sebagai perubahan signifikan dari unsur-unsur iklim, diantaranya suhu udara dan curah hujan yang berlangsung dalam periode waktu dasa warsa hingga jutaan tahun.

Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Komite ALCo Regional NTB yang digelar awal pekan ini secara hybrid. Pengamat ekonomi dari Universitas Mataram Dr.Prayitno Basuki banyak berbicara terkait dengan dampak perubahan iklim terhadap kinerja sektor perekonomian.

- Iklan -

Ia mengatakan, dampak perubahan iklim terhadap ekonomi dapat ditinjau baik dari sisi penawaran (supply) maupun permintaan (demand). Guncangan negatif penawaran ini terkait dengan penurunan produktivitas ekonomi, suhu yang lebih tinggi, perubahan pola curah hujan dan tekanan udara.

“Prospek perlambatan ekonomi dan meningkatnya risiko inflasi, meningkatkan ketidakpastian global. Ketidakpastian global tersebut pada gilirannya akan membuat kinerja pasar keuangan menjadi cukup rentan,” kata Prayitno Basuki.

Di sisi lain, perubahan iklim juga dapat memicu guncangan permintaan. Konsumsi energi meningkat untuk memenuhi kebutuhan pendingin udara, karena cuaca semakin panas. Beralihnya permintaan energi untuk aktivitas produktif menjadi kebutuhan konsumtif.

Dalam jangka menengah dan jangka panjang dengan keterbatasan sumber daya anggaran, rangsangan pemerintah dalam perekonomian, khususnya yang mendorong produktivitas ekonomi, akan berkurang karena kendala tersebut. Kemudian berkurangnya stimulan dan insentif ekonomi dari pemerintah akan mengganggu pertumbuhan ekonomi.

“Dan cukup sulit berharap adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat ketika perubahan iklim tidak dapat dikurangi,” imbuhnya.

Ia mengutip kajian yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) yang mempunyai studi baru di tahun 2019 dengan judul Long-Term Macroeconomic Effects of Climate Change: A Cross-Country Analysis. IMF menganalisis data di 174 negara selama periode 1960 hingga 2014, menghasilkan kesimpulan bahwa jika suhu menyimpang dari norma historisnya sebesar 0,01 derajat Celcius per tahun, pertumbuhan pendapatan jangka panjang akan lebih rendah sebesar 0,0543 poin persentase per tahun.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Bappenas memperkirakan kerugian ekonomi akibat dampak perubahan iklim di Indonesia bisa mencapai Rp115 triliun pada 2024. Dampak tersebut dapat diturunkan menjadi Rp 57 triliun jika kita melakukan langkah-langkah untuk menghadapi perubahan iklim.

Di samping itu lanjut Prayitno, Badan Litbang Pertanian memprediksi areal sawah yang mengalami gagal panen akibat kekeringan akan meningkat dari 0,04%-0,41% menjadi 0,04-1,87%, luas areal tanaman padi yang mengalami puso (gagal panen) akibat banjir akan meningkat dari 0,24-0,73% menjadi 8,7-13,8%. Kemudian bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim berpotensi menurunkan produksi nasional dari 2,45- 5,0% menjadi lebih dari 10 %.

Penerapan ekonomi sirkular di lima sektor prioritas diperlukan, karena mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga mencapai Rp 642 triliun. Di samping itu ekonomi sirkular juga membantu Indonesia dalam mencapai penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton CO2 pada tahun 2030.

Beberapa solusi yang dipandang feasible lainnya dalam rangka menghadapi perubahan iklim antara lain penggunaan varitas adaptif kekeringan pada sektor pertanian tanaman pangan dan hortikultura. Penerapan teknologi pertanian ramah air seperti hidropoknik, aquaponik, smart farming, dan urban farming. Semua ini dipandang dapat membantu mengurangi pemborosan dan sebagai upaya melakukan optimalisasi penggunaan air.

Di wilayah pesisir, sebagai sarana menghadapi perubahan iklim, dapat dilakukan upaya-upaya antara lain melakukan restorasi mangrove/hutan pesisir, pemeliharaan garis pantai secara alami atau dengan tembok pelindung di sepanjang pantai dengan sea wall, revetment, bulkheat, dan pengembangan perlindungan pesisir.

“Pada akhirnya, solusi paling penting yaitu menyiapkan SDM adaptif terhadap perubahan iklim dengan penyediaan modal serta membuka akses keuangan untuk usaha produktif dan adaptif terhadap perubahan iklim,” pesannya.(ris)

Artikel lainnya….

Dirut PT. GNE Ditahan, Pemprov Minta Perusahaan Tetap Beroperasi Normal

Pembangunan Dikebut, Bendungan Meninting Siap Diresmikan Presiden Jokowi

HNSI NTB akan Gugat UU Nomor 1 Tahun 2022

Artikel Yang Relevan

Iklan








Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini