Lombok (ekbisntb.com) – Komisi II DPRD Kota Mataram melakukan kunjungan kerja ke Mataram Mall yang dikelola PT Pasifik Cilinaya Fantacy. Kunjungan yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi II, Irawan Aprianto, ST., ingin melihat pengelolaan aset-aset tidak bergerak milik Pemkot Mataram. Peninjauan ini dilakukan untuk memastikan kerjasama tersebut memberikan kontribusi optimal terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset pemerintah.
“Kita ingin melihat dari awal seperti apa kontraknya, bagaimana perjalanannya, dan pada akhirnya posisi kerja samanya seperti apa—baik dari sisi bisnis maupun relasi dengan Pemkot Mataram,” ujar Irawan. Komisi II, lanjut dia, telah bersurat untuk meminta data lengkap mengenai seluruh aset tetap milik pemerintah kota, termasuk luas lahan, status kepemilikan, serta pola kerja sama yang berlaku. Aset seperti Mataram Mall menjadi perhatian khusus karena masuk dalam pengelolaan hasil kerja sama tersebut.

“Kami ingin tahu pengelolaan aset itu seperti apa, karena dari situlah seharusnya ada kontribusi terhadap PAD kita,” imbuh Wakil Wakil Ketua Komisi II, Siti Fitriani Bakhreisyi.
Pertemuan dengan komisi yang membidangi masalah keuangan itu sekaligus menjadi ajang ‘’curhat’’ manager Mataram Mall, Teddy Saputra. Selain membantah bahwa kontrak kerjasama pengelolaan Mataram Mall berakhir pada tahun 2026, Teddy juga ‘’curhat’’ sering diganggu dengan pemberitaan-pemberitaan negatif. Padahal, pihaknya juga sedang berjuang untuk tetap eksis di tengah maraknya usaha yang gulung tikar.
Teddy mengatakan, Pemkot Mataram empat kali melakukan revisi perjanjian kontrak kerjasama pengelolaan aset daerah sejak perjanjian pertama diteken pada tahun 1996.
Dijelaskan Teddy, perjanjian pertama antara Pemkot Mataram dengan PT Pasifik dilakukan pada 11 Juli 1996, saat Wali Kota dijabat oleh H. Lalu Mas’ud. Dalam perjanjian awal tersebut, masa kontrak ditetapkan selama 50 tahun dan akan berakhir pada 11 Juli 2048. Disebutkan pula bahwa setelah masa kontrak berakhir, tanah beserta bangunan dan fasilitas di atasnya wajib diserahkan kembali kepada Pemkot dalam kondisi layak operasional, tanpa ada beban utang.
Namun, seiring berjalannya waktu, perjanjian tersebut mengalami beberapa revisi, antara lain pada tahun 2002, 2007, dan 2016. Revisi pertama yang signifikan terjadi pada tahun 2002 di masa Wali Kota Ruslan, yang menyesuaikan masa kontrak berdasarkan regulasi terbaru soal Hak Guna Bangunan (HGB).
“Karena ada aturan baru soal HGB yang tidak boleh 50 tahun, maka direvisi menjadi 30 tahun, ditambah hak prioritas untuk perpanjangan selama 20 tahun,” terang Teddy.
Dengan demikian, masa perjanjian utama hanya berlangsung hingga 11 Juli 2026. Namun PT Pasifik masih memiliki peluang untuk mengajukan perpanjangan selama 20 tahun berikutnya, berdasarkan klausul dalam Pasal 5 ayat 2 perjanjian revisi 2002.
Poin yang menjadi sorotan adalah hilangnya hak prioritas otomatis untuk pengelolaan pasca-2048 sebagaimana tertuang dalam kontrak awal. Hal ini disinyalir menjadi salah satu kekhawatiran dari pihak perusahaan, yang saat ini tengah mengajukan klarifikasi kepada Pemkot terkait kejelasan masa pengelolaan lanjutan.
Menindaklanjuti hal ini, Komisi II berencana memanggil terkait dari jajaran Pemkot Mataram. Komisi II sepakat bahwa harus ada kepastian hukum bagi dunia usaha. (fit)