
Lombok (ekbisntb.com) – Wakil Gubernur NTB, Hj. Indah Dhamayanti Putri mengatakan semua pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi NTB baik itu asisten, kepala badan, kepala dinas, dan sebagainya harus melalui Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik (Kominfotik) NTB.
“Dinas Kominfotik kita fungsikan dengan benar. Termasuk komentar yang ada dalam rangka memastikan agar teman-teman media tidak mondar mandir di dinas-dinas. Jadi satu pintu semua, semuanya itu terarah pemberitaan,” ujarnya, Senin, 24 Februari 2025.
Alasan penerapan informasi satu pintu ini, Kata Dinda agar pejabat tidak asal bicara, pun informasi yang diberikan harus sesuai tanpa adanya kelebihan dan pengirangan. Ia melanjutkan, masing-masing dinas harus difungsikan sesuai tupoksinya.
“Tujuan kita menyampaikan satu pintu ini ingin pejabat kita tidak sembarang bicara, jadi setiap pemberitaan kemudian tidak ditambah dan tidak dikurangi dan masyarakat bisa menerima berita yang objektif,” jelasnya.
Penerapan informasi satu pintu ini mulai diberlakukan hari ini, terbukti dari beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov NTB bungkam saat akan diwawancarai wartawan. Mereka beralasan, pimpinan baru NTB telah memberikan arahan untuk melakukan wawancara satu pintu, yaitu langsung ke Dinas Kominfotik NTB.
Salah satu pejabat yang enggan memberikan komentar adalah Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, Wirawan Ahmad, ia mengaku belum bisa berkomentar ketika ditanyakan soal hasil koordinasi dengan Kejati NTB terkait kasus ayam petelur di Disnakeswan.
“Harus lewat Kepala Dinas Kominfotik dulu, tidak bisa kita ngomong,” ujarnya setelah Rapim perdana dengan Wakil Gubernur NTB.
Hal serupa juga dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi NTB, Lalu Herman Mahaputra, ia menolak berkomentar saat ditanyakan masalah penggusuran rumah singgah.
“Kemarin kan sudah lewat konferensi pers. Sekarang belum bisa komentar, harus satu pintu,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata, Jamaluddin Malady juga mengaku demikian. Ia mengatakan seluruh pejabat lingkup Pemprov, yaitu para asisten dan Inspektur NTB tidak boleh langsung berkomentar, harus melalui Dinas Kominfotik NTB.
Kebijakan Wagub ini mendapat kecaman dari beberapa organisasi media, salah satunya IJTI NTB.
Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi menegaskan bahwa kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat demokrasi, asas keterbukaan informasi dan kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kebijakan ini membatasi akses jurnalis dalam memperoleh informasi yang faktual dan dapat dipertanggungjawabkan langsung dari pejabat terkait. Ini jelas bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik,” ujarnya.
Ia menilai, alasan wakil gubernur tetap harus dievaluasi Kembali, agar tidak menimbulkan bias persepsi di kalangan awak media sendiri.
“kita menghormati kebijakan apapun yang akan dituangkan, namun seharusnya birokrasi paham bagaimana media mencari informasi, karena kita ini bekerja sebagai kontrol sosial, dan bekerja dilindungi undang-undang, bukan hanya menerima informasi normatif atau rilis saja,” imbuhnya.
IJTI NTB menuntut Pemda NTB untuk segera mengevaluasi kebijakan tersebut dan memberikan akses wawancara langsung dengan pejabat publik. Selain itu, IJTI NTB juga mengajak seluruh insan pers di NTB untuk tetap berpegang teguh pada prinsip independensi jurnalistik serta memperjuangkan hak atas kebebasan memperoleh informasi.
Ketua IJTI NTB, juga mengajak seluruh organusasi pers menyatukan suara, bersatu, dan menyatakan sikap demi informasi yang akurat, dan memberikan informasi yang benar bagi masyarakat, agar integritas pers tetap terjaga.
“Media sudah melewati banyak model kepemimpinan di daerah, dan kita memiliki pakem untuk tetap mendukung kebebasan pers, pelemahan pers dalam bentuk apapun, harus dilawan,” tutupnya. (era)