Lombok(ekbisntb.com) – Ratusan masyarakat NTB yang tergabung dalam Lembaga Forum Perlindungan Pahlawan Devisa Lombok (LFPPDL) mendatangi Kantor DPRD Provinsi NTB di Udayana, Mataram, pada Kamis (23/1). Mereka meminta perhatian dari wakil rakyat terhadap nasib ratusan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) yang terancam gagal diberangkatkan akibat berbagai kendala administratif.
Ketua LFPPDL, Lalu Kedim Marzuki, yang memimpin langsung aksi unjuk rasa tersebut, menjelaskan bahwa sebanyak 672 CPMI telah memenuhi seluruh persyaratan untuk diberangkatkan, namun hingga kini belum kunjung diberangkatkan. “Mereka ini sudah melengkapi seluruh dokumen dan syarat yang diperlukan, namun hingga kini belum bisa berangkat ke negara tujuan,” ujar Lalu Kedim di hadapan gedung DPRD NTB.
Lalu Kedim melanjutkan, dari kuota 5.000 PMI yang ditargetkan untuk 2023, sebagian besar telah diberangkatkan. Namun, 672 calon PMI lainnya masih tertahan karena berbagai masalah administratif. “Mereka seperti tersandera dan terancam gagal diberangkatkan,” tambahnya.
Sejak tahun 2023, para CPMI tersebut telah menunggu pemberangkatan yang tak kunjung datang. Padahal, mereka telah menyelesaikan berbagai prosedur, termasuk Sistem Manajemen Layanan (SML), pendaftaran di Bestinet, pengurusan calling visa, serta mengikuti Orientasi Pra Pemberangkatan (OPP) beberapa waktu lalu.
Pada Agustus 2024, Lalu Kedim menyebutkan, perusahaan Felda Global Ventures (FGV) asal Malaysia, yang menjadi tujuan kerja para CPMI, sempat melakukan upaya untuk memproses kembali keberangkatan mereka. Namun, proses tersebut terhenti karena adanya masalah dengan Bestinet dan penolakan terkait calling visa yang dianggap sudah kadaluarsa. “FGV mengklaim bahwa calling visa sudah tidak berlaku, sehingga mereka tidak dapat diberangkatkan,” jelasnya.
Selain itu, Lalu Kedim juga mengungkapkan bahwa perusahaan lain menolak untuk memberangkatkan 672 CPMI tersebut karena nama mereka masih terdaftar di FGV. Pembatalan administrasi yang belum diselesaikan oleh FGV menjadi penghalang bagi keberangkatan mereka. “Mereka tetap terhambat sampai masalah administrasi ini diselesaikan, baik di kedutaan maupun imigrasi,” ujarnya.
Lalu Kedim juga menuding FGV telah merekrut CPMI baru, yang memicu protes dari para calon pekerja migran yang belum diberangkatkan. “Akibatnya, mereka terdesak kebutuhan ekonomi dan terancam bekerja secara ilegal,” tambahnya.
Menurut Lalu Kedim, dalam hal ini, pemerintah memiliki tanggung jawab sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang mengatur penempatan dan perlindungan PMI. “Pemerintah wajib bertanggung jawab atas penempatan dan perlindungan pekerja migran sesuai dengan undang-undang yang berlaku,” tegasnya.
Menanggapi aksi ini, Anggota Komisi V DPRD NTB, Didi Sumardi, yang menemui langsung perwakilan para CPMI tersebut, berjanji akan menindaklanjuti tuntutan mereka. “Kami akan mengawal dan menindaklanjuti permintaan teman-teman. Kami juga akan mengundang mereka untuk pertemuan besok guna membahas solusinya,” ujarnya.
Didi menegaskan, pihaknya akan meminta pertanggungjawaban semua pihak yang menyebabkan kegagalan pemberangkatan ratusan CPMI tersebut. “Kami akan mengundang semua pihak terkait untuk mencari solusi terbaik dan mendengarkan langsung persoalannya,” tutupnya. (ndi)