spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBerandaProdusen Elektronik Harus Bertanggungjawab Terhadap Sampah Produknya

Produsen Elektronik Harus Bertanggungjawab Terhadap Sampah Produknya

PRODUSEN memiliki tanggung jawab untuk mengelola sampah yang dihasilkan oleh produk mereka. Ini adalah bagian dari konsep Extended Producer Responsibility (EPR) atau Tanggung Jawab Produsen yang diperluas.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Julmansyah mengemukakan, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.75/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2019, produsen diharuskan mengirimkan dokumen perencanaan pengurangan sampah dengan tujuan mencapai target pengurangan sampah sebesar 30 persen dibandingkan dengan jumlah timbulan sampah di tahun 2029.

Peraturan ini menetapkan bahwa produsen harus bertanggung jawab atas kemasan atau barang yang mereka produksi, terutama jika kemasan atau barang tersebut sulit terurai oleh proses alam. Ini mencakup pengurangan sampah melalui pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang, dan pemanfaatan kembali sampah. Contoh produk yang termasuk dalam tanggung jawab produsen adalah plastik, hingga produk-produk elektronik.

Menurutnya, di Asia, Indonesia termasuk negara yang belum menerapkan konsep EPR. Padahal, negara-negara tetangga seperti Malaysia sudah menerapkannya.

“Kita termasuk negara yang tidak menerapkan EPR. Para produsen sampah plastik, maupun elektronik harusnya diwajibkan melakukan pengelolaan sampah atas produk yang dibuat. Karena ini sifatnya mandatory. Tapi sampai sekarang masih sifatnya voluntary artinya sukarela,” ujarnya.

Bayangkan, menurut Julmansyah, produk-produk elektronik yang sudah tua, seperti AC, Kulkas, Tape, Radio, hingga printer, setelah tidak lagi terpakai, dibuang oleh pemiliknya begitu saja. Jika sampak-sampak elektronik tersebut tidak dikelola, maka bukan hal yang tidak mungkin sampah-sampah besar itu akan menghiasi laut yang merupakan lingkungan hidup bagi biota di sana.

“Karena itulah, perusahaan-perusahaan produsen plastik dan elektronik ini harus bekerjasama dengan pengelola TPA (Tempat Pembuangan Akhir) untuk mengelola sampah-sampah yang mereka hasilkan dari produksinya,” katanya.

NTB turut menyuarakan agar pemerintah pusat harus tegas kepada perusahaan-perusahaan plastik dan elektronik dimaksud untuk bertanggungjawab terhadap produk yang dihasilkannya.

“Karena hanya pemerintah pusat yang bisa melakukannya. Karena produksinya dilakukan di Jawa. Tapi dampaknya kita rasakan langsung ketika produk-produk tersebut sudah tidak lagi pakai di masyarakat,” demikian Julmansyah.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan

spot_img

Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut