spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBerandaDLHK NTB Fasilitasi Kades dan Pelaku Perhutanan Sosial dengan Empat Industri untuk...

DLHK NTB Fasilitasi Kades dan Pelaku Perhutanan Sosial dengan Empat Industri untuk Kemakmuran

Lombok (ekbisntb.com) – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB memfasilitasi para pelaku perhutanan sosial serta para kepala desa (kades) di NTB dengan empat pelaku industri, baik yang ada di NTB maupun di luar daerah.

Fasilitasi tersebut dilakukan melalui Workshop Integrasi Perhutanan Sosial dengan Pemerintah Desa di NTB yang berlangsung di Mataram selama dua hari Kamis – Jumat (5-6/12).

- Iklan -

Kepala DLHK NTB Julmansyah M.A.P mengatakan, workshop ini mempertemukan pelaku perhutanan sosial, para kepala desa dengan empat industri yang akan menjadi market produk perhutanan sosial. Tujuannya yaitu agar tercipta kemakmuran dari sumber daya perhutanan sosial yang ada di daerah ini.

Empat industri tersebut yaitu Industri Kayu Lapis (Kayu Lima Sejahtera) di Pringgarata Lombok Tengah. PT. Agro Wahan Bumi (AWB) di Dompu, Industri Keju dan Susu di Yogyakarta dan Industri Tepung Talas di Lombok Barat.

Dua industri yaitu tepung talas dan keju susu merupakan industri yang terkait dengan makanan dan sangat membutuhkan areal perhutanan sosial sebagai basis supply bahan baku. Untuk itu lanjut Julmansyah, perhutanan sosial ini adalah model Land Based Economy atau praktek ekonomi berbasis lahan yang memberikan ruang dan peluang bagi masyarakat miskin.

“Dengan adanya dua pabrik atau buyer industi makanan ini menunjukkan bahwa perhutanan sosial berada dalam rantai pasok swasembada pangan nasional yang mendukung program strategis Presiden Prabowo,” kata Julmansyah saat membuka workshop.

Untuk diketahui, berdasarkan peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial berdasarkan SK PIAPS Rev IX Tahun 2024 Provinsi NTB seluas 267.715,39 hektare. Adapun luas izin Perhutanan Sosial di Provinsi NTB seluas 69.717,28 hektare.

Adapun model perhutanan sosial yang dijalankan di NTB meliputi Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (HHK) untuk Skema HTR dan Skema HKm pada fungsi kawasan Hutan Produksi. Kemudian pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Pemanfaatan Jasa Lingkungan serta Pemanfaatan Kawasan.

Kata mantan Pjs Bupati KSB ini, pengembangan HHBK akan meningkatkan nilai tambah produk, memberdayakan masyarakat sekitar hutan melalui usaha produktif serta pengelolaan hutan lestari.

Menurutnya, ada model agroforestri yang sudah dikembangkan di NTB yaitu model agroforestri berbasis pakan ternak. Hal ini tentu memberi manfaat bagi rehabilitasi lahan kritis sekaligus mampu menyediakan pakan ternak secara berkelanjutan.

Menurutnya, perhutanan sosial menjadi masa depan pengelolaan hutan, sehingga pihaknya telah memiliki blue print atau cetak biru perhutanan sosial yang meliputi peningkatan akses kelola, peningkatan tata kelola serta perhutanan sosial untuk semua.(ris)

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut