Mataram (Ekbis NTB) – Maraknya alih fungsi lahan, dari lahan pertanian menjadi lahan perumahan bisa mengganggu produksi pangan. Sehingga, penting lahan pertanian abadi ini diproteksi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Drs. Wahyudin.,MM mengatakan, konversi lahan pertanian ke bangunan otomatis akan berpengaruh terhadap luas baku lahan pertanian. Sehingga, otomatis akan mempengaruhi produksi.
“Kalau bicara produksi, rumusnya, luas tanam dikali produktivitas. Itu yang akan terpengaruh langsung kalau terjadi konversi lahan pertanian secara massif,” kata Wahyudin di Mataram, Sabtu 4 Mei 2024.
Apalagi jika konversi lahan ini terhadi di lahan-lahan produktif irigasi teknis. Terkeculi, konversi lahan ke bangunan ini dilakukan pada lahan-lahan yang tidak produktif. Atau lahan lahan yang marjinal. Misalnya, lahan perkebunan yang tidak dimanfaatkan untuk berproduksi. Atau lahan-lahan kering yang tingkat produktivitas pertanian perkebunannya rendah.
“Itu ndak masalah. Tidak banyak mempengaruhi produksi pangan,” ujarnya.
Wahyudin menambahkan, pemerintah sudah menggencarkan program IP3 dan IP4. Program Padi IP (Indeks Pertanaman) 400 atau pola tanam 4 kali dalam setahun merupakan upaya pemerintah melalui APBN Direktorat Jenderal Tanaman Pangan TA 2022 sebagai sebuah terobosan untuk meningkatkan produksi beras nasional.
“Tapi IP3 saja, yang program tanam 3 kali setahun belum maksimal dilaksanakan, apalagi IP 4, apalagi konversi lahan pertanian menjadi lahan bangunan semakin massif,” tambahnya.
Menurut Wahyudin, BPS juga merasa khawatir, bila-bila, konversi lahan pertanian ini tidak ada penyelesaian yang jelas.
Karena itu, untuk memotret alih fungsi lahan ini, BPS dalam waktu dekat akan merilis hasil Sensus Pertanian terkait usaha pertanian dan usaha pertanian perorangan. Nantinya, akan terpotret berapa lahan pertanian yang dikonversi menjadi bangunan.
“Kita tunggu hasil sensusnya dari pusat untuk kita rilis,” kata Wahyudin.
Untuk menjaga produksi pertanian pangan ini, Wahyudin mengatakan, mestinya pemerintah menguasai lahan-lahan pertanian yang dijual oleh pemilik/masyarakat. agar tidak dikuasi oleh pihak swasta dan dikomersilkan.
Hal ini menurutnya pernah disarankan kepada dinas teknis. Hanya saja, diperlukan kekuatan financial daerah.
“LP2B (Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) ini bisa dipertahankan. Pemerintah yang beli lahannya dan dikelola. Supaya tidak disalahgunakan,” demikian Wahyudin.(bul)