Mataram (Ekbis NTB) – Kegiatan alihfungsi lahan pertanian, terutama lahan pertanian pertanian yang produktif menjadi atensi banyak pihak. Salah satu sektor yang menggerus lahan pertanian adalah pembangunan perumahan dan infrastruktur lainnya.
DPRD Provinsi NTB juga memberikan atensi terhadap persoalan ini. Terlebih Provinsi NTB memiliki Perda Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Regulasi tersebut harus menjadi acuan di dalam melakukan alihfungsi di lahan pertanian di NTB.
Wakil Ketua DPRD NTB H. Muzihir mengatakan, pihaknya juga melihat perubahan lahan-lahan pertanian yang produktif menjadi kawasan perumahan begitu cepat. Memang cukup dilematis. Di satu sisi, masyarakat butuh tempat tinggal, namun di sisi lain lahan pertanian menjadi berkurang. Sehingga acuan dari kebijakan ini adalah Perda Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tingkat provinsi NTB maupuan kabupaten/kota.
“Di situ lah sebagai kepala daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota memperhatikan ini. Ini yang saya lihat betul-betul tiap hari ya, pemandangan hari ini masih hijau, besok pagi sudah beton,” kata H. Muzihir kepada Suara NTB, Jumat 3 Mei 2024 kemarin.
Ketua DPW PPP NTB ini menilai, kawasan perumahan yang cukup pesat perkembangannya yaitu di sekitar Bypass satu atau dari Tembolak sampai bundaran Giri Menang Squere Lombok Barat. Menurutnya, alihfungsi lahan yang subur dan produktif ini harus dikendalikan. Sebaiknya, perumahan dibangun di lahan yang tak produktif.
“Harus direm ini. Sebab lahan produktif semua itu. Makanya harus direm. Kalau di wilayah Lombok Barat, terutama di kawasan bypass ini ya. Itu sudah terlelu padat,” katanya.
Asisten II Setda Provinsi NTB Dr. Fathul Gani sebelumnya mengatakan, secara akumulatif, sekitar 10 ribu hektare lahan pertanian di NTB mengalami penyusutan tiap tahunnya. Total lahan produktif sendiri di NTB sekitar 270.000 hektare.
Fathul Gani mengatakan, alih fungsi lahan di NTB faktornya banyak didominasi oleh pembangunan tempat tinggal atau perumahan. Ada juga pembangunan fasilitas umum lainnya.
“Kemarin dua tahun terakhir hampir 10 ribu hektare per tahun penyusutan lahannya,” kata Fathul Gani.
Meskipun bangunan perumahan banyak menggerus lahan pertanian produktif, ia tidak menafikan pembangunan perumahan merupakan suatu keniscayaan. Tapi paling tidak pembangunan diprioritaskan untuk lahan-lahan yang tidak produktif.
“Kita sama-sama menjaga lahan abadi kita untuk keberlanjutan generasi kita. Jadi kita bukan hanya mikirnya hari ini saja, tapi jauh ke depan. Kita harus persiapkan untuk generasi penerus kita, lahan pangan pertanian berkelanjutan,” jelasnya.
Mengenai penyusutan lahan produktif di NTB, kata Gani, harusnya menjadi atensi Pemerintah Kabupaten/Kota yang langsung berada di lapangan. Salah satunya dengan membuat regulasi. Pemerintah Kabupaten/Kota diminta membuat dan melaksanakan Peraturan Daerah (Perda) terkait Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
Untuk meminimalisir kegiatan alih fungsi lahan produksi di NTB, perlu dilakukan optimalisasi terhadap lahan-lahan yang ada. Seperti mengoptimalkan irigasi agar bisa mengairi lahan-lahan pertanian. Sehingga, yang tadinya petani menanam padi satu kali, bisa jadi dua, dua kali bisa jadi tiga kali dalam setahun. Yang biasa tiga kali bisa jadi empat kali jika memungkinkan. “Kita pertahankan empat kali musim tanam untuk padi,” ujarnya. (ris)
Artikel lainnya….
Unizar Bersama BRIN Bahas Peran Aktor Ekonomi dalam Pengembangan Mandalika