DPRD Provinsi NTB memberi atensi terhadap backlog atau kekurangan rumah di Provinsi NTB. Antara jumlah kepala keluarga dengan rumah yang tersedia masih terdapat kekurangan. Kekurangannya lebih dari 200 ribu unit di tahun 2024 ini. Karena itulah DPRD NTB mendorong agar pemerintah membuat sejumlah opsi untuk mengurangi angka backlog ini.
Anggota DPRD NTB Ir. Made Slamet mengatakan, pihaknya melihat penyediaan rumah subsidi dengan jumlah yang memadai akan sangat membantu keluarga baru dalam memiliki rumah tinggal. Namun tentunya persyaratan untuk memiliki rumah cicilan ini diharapkan jangan terlalu ribet. Yang penting orang ini bisa dipercaya pembayarannya akan lancar.
“Sebaiknya rumah subsidi yang bagus, sebab ini akan menjadi hak miliknya. Istilahnya belajar menabung. Karena saya melihat banyak masyarakat yang konsumtif, terutama di kota. Konsumtif bukan hal yang tak penting. Itu harus dihindari untuk kemudian melakukan perencanaan ekonomi jangka panjang sehingga memiliki rumah,” kata Made Slamet kepada Ekbis NTB akhir pekan kemarin.
Made Slamet mengatakan, salah satu perilaku yang mengancam ekonomi keluarga yaitu judi online atau offline. Perilaku judi membuat keluarga yang bisa memiliki tabungan untuk memiliki rumah idaman. Sehingga hal ini harus dihindari dan perlu ada penegakan hukum dari aparat penegak hukum.
Politisi PDIP ini menilai, opsi untuk memperbanyak pembangunan rusunawa dinilai kurang efektif, karena tinggal di sana bersifat sementara dan tak bisa menjadi hak milik. Sebab ia menginginkan agar seluruh masyarakat memiliki rumah sendiri agar di masa tua mereka tetap sejahtera.
Agar backlog ini bisa teratasi di tahun-tahun mendatang, semua pimpinan perusahaan atau instansi harus mampu mengarahkan atau menjembatani semua karyawan atau pegawainya bisa memiliki rumah pribadi, meskipun dengan cara dicicil. Gaji yang diperoleh agar bisa diatur sedemikian rupa agar sebagiannya bisa diarahkan untuk penyediaan perumahan.
“Jika menyisihkan uang sekitar Rp1 juta sebulan, maka dalam 15 atau 20 tahun kan dia memiliki rumah sendiri. Namun syaratnya jangan terlalu berat. Perusahaan harus bisa menjembatani, bagaimana jangan sampai pas pensiun jangan luntang lantung,” katanya.(ris)