spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaKeuanganMoney Changer Ilegal di Gili Trawangan Meresahkan

Money Changer Ilegal di Gili Trawangan Meresahkan

Mataram (Ekbis NTB) – Pelaku usaha penukaran Valuta Asing (Valas) berizin di Gili Trawangan resah, karena indikasi maraknya money changer yang tidak berizin.

Keresahan ini disampaikan Muslim, pemilik izin central money changer PT. Echa Kreative Mandiri yang beroperasi di gili tersohor di Pulau Lombok ini.

- Iklan -

Kepada media ini, Muslim menyampaikan, sejak sekitar tahun 2019 lalu, tidak ada lagi kegiatan penertiban yang diketahui, dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai regulator. Sejak saat itu, hingga sekarang, money changer illegal ini diduga semakin marak.

“Kita yang resmi sangat terganggu. Kalau dulu, tahun 2018, Bank Indonesia selalu turun dengan aparat lengkap. Sekarang ndak ada. Mungkin ini diluar pengetahuan kami. Ini PR luar biasa yang harus diselesaikan di Gili Trawangan,” ungkapnya, Senin 15 April 2024.

Sebagaimana diketahui, Bank Indonesia adalah badan yang berwenang mengatur dan mengawasi kegiatan money changer di Indonesia. Money Changer adalah non bank adalah entitas bisnis yang terdaftar di Indonesia dan beroperasi di bawah hukum tanggung jawab terbatas. Money Changer bertugas menukar mata uang asing dan cek wisatawan. Ketentuan operasionalnya diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 18/20/PBI/2016 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/42/DKSP.

Muslim menambahkan, indikasi maraknya money changer ilegal adalah masalah serius yang perlu diperhatikan. Money changer ilegal dapat menyebabkan beberapa dampak negatif, diantaranya, money changer ilegal mungkin tidak memiliki izin resmi dapat melakukan penipuan terhadap pelanggan. Mereka mungkin memberikan nilai tukar yang tidak menguntungkan atau bahkan menipu pelanggan dengan menghilangkan sebagian besar uang mereka.

Selain itu, money changer ilegal dapat digunakan sebagai sarana untuk mencuci uang hasil dari kegiatan ilegal. Ini dapat merusak integritas sistem keuangan dan mengganggu stabilitas ekonomi.

“Yang paling dikhawatirkan adalah TPPU, Tindak Pidana Pencucian Uang,” imbuhnya.

Kegagalan pengawasan, ketidakpatuhan money changer ilegal terhadap peraturan dan pengawasan dapat mengakibatkan ketidakstabilan di pasar valuta asing dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan.

Money changer yang terindikasi illegal di Gili Trawangan ini dinilai cukup leluasa. Mereka membuat stand-stand penukaran valas. Bagi wisatawan yang lebih faham, biasanya akan menukarkan valas di money changer yang sudah resmi.

“Tapi wisatawan yang ndak mau ambil pusing, apalagi kepepet, asal cocok, nukar langsung,” imbuhnya.

Money changer ilegal yang beroperasi tanpa izin dari Bank Indonesia (BI) dapat dijerat dengan Pasal 3, 4, dan 5 UU Nomor 8 Tahun 2010. Berdasarkan peraturan ini, pelaku kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) yang beroperasi tanpa izin dianggap sebagai pihak yang membantu terjadinya tindak pidana pencucian uang.

Dalam hal ini, Bank Indonesia memastikan bahwa money changer ilegal tidak hanya menghadapi sanksi administratif berupa penyegelan usaha, tetapi juga risiko pidana.

“Oleh karena itu, penegakan hukum terhadap money changer ilegal sangat penting untuk menjaga integritas sistem keuangan dan melindungi masyarakat dari potensi penipuan dan pencucian uang,” tandasnya.

Terpisah, Deputy Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB, Achmad Fauzi mengatakan, tetap melakukan pengawasan kepada money changer. Hanya saja, pengawasan difokuskan kepada money changer yang resmi (berizin).

Sementara, kepada money changer yang terindikasi illegal, penanangannya ditekankan secara persuasive.

“Yang tidak berizin ini kita datangi, kita suruh urus izin-izinnya ke Bank Indonesia, supaya menjadi legal. Kita harus bekerjasama dengan Kepolisian untuk penanganannya,” jelas Fauzi.

Ditambahkan, indikasi adanya money changer yang tidak berizin ini ada juga di kantong-kantong PMI, di Lombok Timur. PMI yang biasnya pulang kampung dan belum menukarnya mata uang negara tempatnya bekerja biasanya dimanfaatkan oleh oknum.

Misalnya, kata Fauzi, ada kios yang berjualan kebutuhan, sekaligus melayani pembelian barang dengan mata uang asing. Asal sirkulasi usahanya lancar. Hal ini menurutnya tidak dibenarkan dan melanggar ketentuan di Indonesia.
Pertama, karena melakukan transaksi tanpa menggunakan rupiah. Kedua, menerima valuta asing tanpa izin terlebih dahulu mendapat penyelenggaraan dari Bank Indonesia.

“Kena dua itu, kalau ada yang seperti itu. Itu yang kita lakukan pendekatan terus menerus,” demikian Fauzi.(bul)

Nilai Tukar Rupiah Anjlok

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini