spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBisnisOkupansi Hotel di NTB Menurun Meski Momentum Natal dan Tahun Baru

Okupansi Hotel di NTB Menurun Meski Momentum Natal dan Tahun Baru

Lombok (ekbisntb.com) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat penurunan signifikan tingkat okupansi hotel di wilayah tersebut. Ketua PHRI NTB, Ni Ketut Wolini, mengungkapkan bahwa tingkat okupansi saat ini hanya mencapai 70 persen, jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

“Sekarang baru 70 persen (okupansi), mungkin ini karena faktor cuaca ekstrem dan daya beli masyarakat yang menurun. Bisa jadi juga ada efek dari Pilpres dan Pilkada yang membuat daya beli menurun seperti ini,” kata Wolini di Mataram, Senin, 23 Desember 2024.

- Iklan -

Wolini menjelaskan bahwa cuaca ekstrem yang belakangan terjadi turut memengaruhi minat wisatawan untuk berkunjung ke NTB pada momentum natal tahun 2024 dan tahun baru 2025. “Cuaca yang ekstrem berpengaruh ke kunjungan, dan membuat beberapa hotel tidak menaikkan harga kamar. Ini berpengaruh pada pendapatan,” ujarnya.

Menurut data PHRI, hotel-hotel yang memiliki lokasi strategis di tepi pantai seperti di Senggigi dan Kuta mencatat tingkat okupansi lebih baik. Namun, untuk hotel-hotel di kawasan perkotaan, tingkat okupansi hanya mencapai 40-50 persen.

“Jika dibandingkan dengan momen Natal dan Tahun Baru tahun lalu, tahun ini jauh menurun. Pada tahun sebelumnya, pesanan kamar pada periode yang sama saat ini sudah mencapai 100 persen,” tambahnya.

Selain faktor cuaca dan daya beli, kebijakan pemerintah untuk mengurangi kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) disebut Wolini turut mempengaruhi menurunnya okupansi hotel.

“Ketika MICE dikurangi, itu sangat berpengaruh. Banyak kegiatan yang tadinya dijadwalkan di hotel dibatalkan begitu pengumuman pemerintah keluar,” jelasnya.

Sebagai langkah mitigasi, pengelola hotel mencoba strategi untuk menarik wisatawan dengan memberikan diskon dan promosi.

“Kami harus menurunkan harga kamar, memberikan diskon, dan banyak melakukan promosi. Destinasi wisata juga perlu dibenahi untuk meningkatkan daya tariknya,” imbuh Wolini.

Namun, langkah tersebut tidak tanpa tantangan. Wolini menyoroti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024 yang mengalami kenaikan juga turut memberikan tekanan pada operasional hotel. “UMP sekarang naik, jelas akan mengurangi tenaga kerja. Biasanya hotel mempekerjakan 20 karyawan, tapi sekarang dikurangi menjadi 10 karyawan. Ini dilema yang mau tidak mau harus dihadapi,” paparnya.

Ke depan, PHRI bersama para pengelola hotel akan terus mengevaluasi strategi operasional dan pemasaran.

“Kami harus menyepakati program-program baru yang lebih efektif. Kalau kita naikkan harga sementara wisatawan sedikit, itu malah akan kontraproduktif. Lebih baik kita menetapkan harga yang terjangkau agar tetap ada wisatawan,” tutup Wolini.

Penurunan okupansi hotel ini menjadi tantangan besar bagi sektor pariwisata NTB yang selama ini menjadi salah satu tulang punggung perekonomian daerah. Perlu sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mengembalikan daya tarik wisata NTB, terutama dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketidakpastian ekonomi.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan







Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut