Lombok (ekbisntb.com) – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB, Hj. Baiq Isvie Rupaeda, S.H., M.H., mengatakan pihaknya mengikuti keputusan Penjabat Gubernur NTB terkait dengan permintaan Kemendagri untuk membantu ITDC melakukan pembayaran Hosting Fee MotoGP kepada pemegang hak komersial eksklusif MotoGP, Dorna Sports.
“Kita mengikuti apa yang ada, yang tau keadaan Keuangan kan Gubernur, saya kira kita ikuti apa yang menjadi kebijakan,” ujarnya setelah rapat paripurna ke II DPRD Provinsi NTB, Selasa, 27 Agustus 2024.
Menurutnya, dengan permintaan senilai Rp231 miliar, daerah belum bisa untuk mengalokasikan anggaran senilai tersebut. Apalagi dengan kondisi fiskal daerah yang belum stabil ditambah lagi dengan banyaknya program prioritas nasional diantaranya adalah Pilkada dan Pekan Olahraga Nasional.
“Dengan pembiayaan PON yang cukup besar tahun in ikan cukup menguras fiskal daerah,” lanjutnya.
Ia melanjutkan, seharusnya pembiayaan ini dilakukan oleh pusat, tidak perlu meminta daerah untuk membantu melakukan pembayaran.
“Saya kira pusat saja, kembali seperti tahun-tahun sebelumnya,” sambungnya.
Meski perhelatan MotoGP ini berdampak pada daerah, khususnya di bidang promosi pariwisata. Namun, dengan kondisi fiskal NTB saat ini sangat tidak memungkinkan untuk membayar sampai dengan Rp231 miliar.
“Untuk jangka panjang, MotoGP punya dampak yang luar biasa bagi daerah. Terutama promosi pariwisata kita, tapi fiskal kita sekarang itu tidak mencukupi. Kita sama-sama tahu kondisi di daerah kita,” jelasnya.
Dilain sisi, Pemprov NTB kini sedang berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat maupun lima Pemerintah Kabupaten/Kota se-pulau Lombok terkait dengan jumlah pembayaran Hosting Fee tersebut.
“Anggaran 231 miliar itu merupakan anggaran yang sangat besar bagi daerah, dan kami yakin pusat juga memahami kondisi, karena APBD Pemprov NTB di evaluasi juga oleh Pemerintah Pusat,” ujar Asisten III Setda Provinsi NTB, H. Wirawan Ahmad, Selasa, 27 Agustus 2024.
Wirawan melanjutkan, jika mewajibkan NTB membayar senilai tersebut, maka akan turut mengganggu program prioritas Pemerintah Pusat yang dibebankan ke daerah NTB.
“Misalnya mandatory spending bidang pendidikan harus 50 persen, kemiskinan ekstrem, inflasi, dana pengawasan, pilkada, dan seterusnya. Itu juga mandatory spending yang ada aturannya, ada UU nya, ada Peraturan Pemerintah, ada permendagrinya sebagai dasar kita laksanakan. Jadi kalau dananya tersedot oleh satu event, itu akan mengganggu alokasi lain” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi NTB harus memenuhi syarat regulasi, yang mana dalam surat Kemendagri tertulis bahwa pengalokasian anggaran harus memenuhi aturan yang berlaku. Artinya bahwa sebelum mengalokasikan anggaran kepada suatu perhelatan, harus dulu terpenuhi program prioritas seperti yang telah disebutkan diatas. (era)