spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaKeuanganKerugian Akibat Penipuan Online Mencapai Rp2,3 Triliun

Kerugian Akibat Penipuan Online Mencapai Rp2,3 Triliun

Lombok (ekbisntb.com) – Penipuan online semakin marak di era digital dan telah merugikan ratusan ribu orang di Indonesia. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak November 2024 hingga Mei 2025, nilai total kerugian tembus Rp2,3 triliun.

Korbannya dari berbagai latar belakang pendidikan, tingkat ekonomi masyarakat Indonesia. Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Rudi Agus P. Raharjo menyebut, OJK telah menyiapkan layanan pengaduan yang lebih cepat bisa ditangani, dan potensi kembali uang korban lebih besar. Selain layanan pengaduan call center 157, OJK juga menghadirkan situs website; www.iasc.ojk.go.id dan email: iasc@ojk.go.id.

- Iklan -

Jumlah pengaduan masyarakat yang menjadi korban penipuan online melalui layanan IASC pada periode November 2024 hingga 26 Mei 2025 mencapai 129.841. Rata-rata per hari korban yang melaporkan dugaan penipuan online lewat layanan IASC mencapai 700 orang.

“Kehadiran layanan pengaduan kasus scam lewat IASC bagi masyarakat ini bisa memproteksi lebih cepat terkait kasus penipuan online yang dihadapi nasabah industri keuangan maupun masyarakat secara umum,” kata Rudi.

Menurut Rudi, bagi masyarakat yang menjadi korban penipuan online agar lebih cepat melapor lewat layanan pengaduan IASC sebelum tiga jam setelah kejadian. Hal tersebut perlu dilakukan, agar OJK bisa bergerak cepat, dengan melakukan pemblokiran terhadap nomor rekening tujuan transfer, sehingga potensi uang korban untuk kembali lebih besar. Selain itu, OJK juga bekerja sama dengan pihak Polri untuk melakukan tindakan proses hukum terhadap pelaku penipuan online.

“Korban penipuan transaksi keuangan bisa cepat melaporkan melalui IASC,agar dilakukan tindakan cepat oleh OJK. Dengan daftar lebih cepat lewat IASC, OJK bisa melakukan tindakan, pemblokiran rekening penampung atau rekening tujuan,” terangnya.

Rudi mengatakan, kehadiran layanan IASC sebagai langkah gerak cepat terintegrasi dilakukan OJK dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen. Layanan IASC ini sebagai tindaklanjut dari dengan adanya Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang berdampak terhadap penguatan pada ketentuan terkait perlindungan konsumen. Dengan demikian, OJK memiliki komitmen kuat dalam memberikan perlindungan konsumen dari kasus-kasu penipuan online, agar lebih cepat ditangani.

Berdasarkan data OJK pada periode November 2024 hingga 26 Mei 2025, korban penipuan online yang diterima IASC mencapai 129.841. Dari jumlah itu, laporan korban langsung ke sistem IASC mencapai 43.959, dan laporan korban kepada pelaku usaha dan ditindaklanjuti melalui IASC sebanyak 85.882. Jumlah pelaku usaha terkait laporan korban penipuan online yang masuk ke sistem IASC sebanyak 168 lembaga.

Sementara itu, total kerugian yang dilaporkan korban penipuan online mencapai Rp2,6 triliun. Dari jumlah itu, total dana yang berhasil diblokir mencapai Rp161,8 miliar. Adapun jumlah rekening yang dilaporkan terkait pelaku penipuan online lewat sistem IASC mencapai 210.258 dan rekening yang sudah diblokir mencapai 47.860.

Terdapat 10 besar, kasus penipuan online yang masuk di pengaduan di sistem IASC, seperti kasus penipuan transaksi belanja (Jual Beli Online) sebanyak 26.405, penipuan tekait keuangan lainnya 20.272, penipuan mengaku pihak lain (Fake Call).

12.720, penipuan investasi 10.307, penipuan penawaran kerja 9.273, penipuan mendapatkan hadiah 9.037, penipuan melalui media sosial 6.533, social engineering 5.326, Pinjol Ilegal 2.543 dan Phising 2.210.

Untuk menghindari terjadinya penipuan lewat scamm oleh pelaku tindak kejahatan, Rudi mengimbau kepada masyarakat agar mewasdapai dan melindungi data pribadi, tidak memberikan sembarang kepada orang lain. Pasalnya, belakangan ini banyak modus pencurian data nasabah dengan memberikan iming-iming bantuan dan undian.

Seperti baru-baru ini terjadi ada iming-iming masyarakat bisa mendapatkan bantuan minyak goreng 2 liter, dengan syarat diambil fotonya dan menunjukkan kartu identitas pribadi atau KTP. Ada juga pelaku kejahatan yang belakangan ini marak terjadi dengan melakukan membeli scan retina mata, dengan harga Rp200 ribu dan pencurian data nasabah dengan modus lainnya.

Data-data pribadi masyarakat itu bisa diperjual belikan, untuk aksi penipuan, pinjaman online ilegal dan pencurian data pribadi masyarakat lainnya. Masyarakat juga diimbau tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi dengan untung tidak rasional.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan




Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut