Lombok (ekbisntb.com) – Pemprov NTB mengakui ketergantungan pertumbuhan ekonomi di NTB pada sektor tambang cukup besar. Bahkan, sekarang ini, lebih dari 82 persen pertumbuhan ekonomi NTB masih ditopang oleh sektor pertambangan. Sementara di satu sisi, potensi NTB di bidang pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan cukup besar.
Demikian disampaikan Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam pada Bappeda NTB Iskandar Zulkarnain pada Bincang Kamisan yang digelar Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB di Command Center, Kamis 22 Mei 2025. Acara yang dipandu Kepala Diskominfotik NTB H. Yusron Hadi, ST., MUM., Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Agus Hidayatullah dan dari Fakultas Tekhnologi Ketahanan Pangan Universitas Mataram.

‘’Coba kita lihat sebenarnya untuk pertumbuhan ekonomi terkoreksi -1,47 persen, karena ini PT. AMNT ini tidak melakukan kegiatan. Kemudian juga mengalami kontraksi 2,3 persen karena tidak ada produk tambang yang diekspor. Artinya perekonomian kita sekarang ini sangat tergantung kepada tambang sekitar 82,9% . Dan ini enggak boleh terjadi,’’ ujarnya.
Untuk itu, lanjutnya, pemerintah daerah berusaha mengurangi ketergantungan pada sektor pertambangan, karena perkembangan ekonomi dari tambang ini ada batas waktunya. Ketika bahan baku tambang habis, maka yang ditambang tidak ada, sehingga perlu alternatif lain dalam mengembangkan sektor lainnya, yakni pada pilar ketahanan pangan (agromaritim) dari program NTB Makmur Mendunia.
Dalam mengembangkan sektor agromaritim ini, lanjutnya, pihkanya sudah memetakan 38 komoditas, baik di sektor pertanian, perikanan, perkebunan hingga kelautan. Pemetaan dilakukan di seluruh kabupaten/kota se NTB. Di setiap kabupaten/kota potensi apa yang dimiliki, nanti ini yang dipetakan. Iskandar mencontohkan, kelapa di salah satu kabupaten. Nanti pihaknya akan mendata seperti apa pengembangan kelapa ini, kemudian dari sisi produksi hingga hilirisasi dari kelapa itu sendiri.
Begitu juga di sektor pertanian, ada jagung, beras dan komoditi lainnya juga terus mendapatkan perhatian dari pemerintah. Termasuk berkoordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain dalam menjadikan pertanian di NTB tetap berjalan dan tidak rusak akibat kekeringan, sehingga perlu diperhatikan masalah irigasi dan masalah sarana prasarana lainnya.
‘’Kalau peternakan kita sekarang banyak mengirimkan sapi ke luar daerah. Hampir 46.000 ekor kemarin kita sudah kirimkan untuk kebutuhan kurban di daerah lain,’’ ujarnya.
Ke depan, harapnya, NTB tidak lagi mengirim sapi hidup ke luar daerah, tapi bisa mengirim pesanan pembeli di luar daerah dalam bentuk daging beku. Hal ini, tentu harus mendapatkan perhatian, sehingga keberadaan Rumah Potong Hewan (RPH) di NTB bisa berperan dan memberikan peningkatan pendapatan bagi masyarakat dan juga daerah.
Kabid Sarana dan Prasarana Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Agus Hidayatullah, menjelaskan ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan bahan pokok, seperti padi atau umbi-umbian, tetapi juga menyangkut aspek produksi, distribusi hingga pengolahan hasil. Menurutnya, pihaknya tidak bisa hanya bicara ketahanan pangan dari sisi on-farm, tapi harus memperhatikan aspek off-farm seperti distribusi, pengolahan hasil pertanian dan menghindari food loss.
Agus menekankan bahwa tantangan besar NTB saat ini adalah keberlanjutan produksi pertanian. Salah satunya karena penggunaan pupuk dan pestisida yang semakin tidak efektif akibat resistensi organisme pengganggu tanaman. Setiap tahun dosisnya naik terus, padahal itu jadi beban buat petani maupun distributor, sehingga harus ada pendekatan baru dan teknologi tepat guna.
Ditegaskannya, agromaritim bukan hanya sekadar konsep, melainkan strategi menuju kemandirian pangan dan pengurangan kemiskinan yang berkelanjutan. (ham)