spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBerandaMengapa Masih Ditemukan Pangan Tidak Aman Dijual di Pasaran, Ini Penjelasan BPOM

Mengapa Masih Ditemukan Pangan Tidak Aman Dijual di Pasaran, Ini Penjelasan BPOM

Mataram (Ekbis NTB) – Pangan tidak aman masih ditemukan beredar di pasar-pasar, berdasarkan hasil sidak yang dilakukan oleh tim dari Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Mataram pada momentum puasa ramadhan 1445H/2024 ini.


Kategori pangan tidak aman ini salah satunya, pangan yang dicampur dengan bahan-bahan pengawet yang dilarang. Karena sangat berisiko terhadap Kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.


Temuan BPOM, pada sidak di salah satu pasar di Kabupaten Lombok Timur, dilakukan sampling dan uji cepat (parameter uji Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Metanyl Yellow) terhadap 45 sampel pangan, antara lain, tahu, bakso, cilok, pencok, kerupuk, terasi, bubur mutiara, ikan asin, udang, kolang kaling, cendol, kikil, cincau, dan lainnya.Dengan hasil, 4 sampel positif mengandung bahan berbahaya boraks, yaitu 2 sampel kerupuk, 1 cilok dan 1 pencok.


Pada kegiatan yang sama sebelumnya di di Kota Mataram, sebanyak 82 sampel jajan takjil (pempek, cilok, bakso, gula kapas, kerupuk, terasi, siomay, kurma, es campur, cantik manis, tahu, dan lainnya) telah dilakukan uji cepat terhadap Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Methanil Yellow. Dengan hasil, 79 sampel Memenuhi Syarat dan 3 sampel kerupuk Tidak Memenuhi Syarat mengandung Boraks.


Sebagaimana diketahui, Boraks atau bleng adalah campuran garam mineral konsentrasi tinggi. Sinonimnya natrium biborat, natrium piroborat, natrium tetraborat. Dalam dunia industri, boraks menjadi bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa.


Lantas mengapa masih ada yang menggunakan zat kimia ini menjadi campuran panganan? Kepala Balai POM di Mataram, Yosef Dwi Irwan Prakasa S, S.Si, Apt menjelaskan, masih ditemukannya bahan berbahaya dalam pangan ini tentunya perlu menjadi kewaspadaan dan perhatian bersama. Hal ini salah satunya dipengaruhi masih tingginya demand / permintaan sehingga supply akan tetap ada.


“Untuk temuan yang masih cukup banyak ditemukan adalah kerupuk nasi / puli / tempe yang mengadung Boraks. Meskipun saat ini sudah cukup banyak produsen kerupuk yang tak mengunakan bleng / pijer (mengandung boraks),” ujarnya.


Selain itu, dampak yang tidak dirasakan secra langsung oleh konsumen yang mengkonsumsi menyebabkan konsumen tetap membeli dan mengkonsumsinya. Padahal dalam jangka panjang menurut Yosef, bisa berdampak pada gangguan kesehatan fungsi hati, ginjal dan mengakibatkan kanker.


Menurutnya, ada alternatif bahan tambahan pangan yang diizinkan yaitu, Sodium Tri Poly Phospat (STPP), dan dpt dibeli toko kue atau bahan makanan.


Lanjut Yosef, dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang arti penting Keamanan Pangan serta mengeradikasi penyalahgunaan bahan berbahaya, Badan POM juga telah menginisiasi 3 Program Keamanan Pangan berbasis komunitas, yaitu Desa Pangan Aman, Pasar Aman Berbasis Komunitas dan Intevensi Sekolah dengan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) Aman.


Program ini selain melakukan pmberdaayan Kader keamanan Pangan Desa, Pasar dan Sekolah, juga kami berikan alat rapid test utk mampu menguji secara mandiri pangan yg terindikasi mengandung bahan berbahaya seperti Formalin, Boraks, Rhodamin B dan Methanil Yellow.


“Hanya sj kami belum mampu mengintervensi seluruh Desa, Pasar dan Sekolah yang di NTB, masih kecil jumlahnya. Harapan kami, Pemda dapat mereplikasi progran Keamanan Pangan ini dalam upaya memperbesar impact / dampaknya,” ujarnya.


Jumlah desa, pasar dan sekolah yang diintevensi masih relatif sedikit. Hingga 2024 ini, baru 208 desa dari 1.137 desa/kelurahan di NTB ( 18,29%). Baru 1.513 sekolah, dari 7.107 sekolah di NTB (21,29%), dan baru 22 pasar dari 211 pasar di NTB (10.43%).


“Hal ini keterbatasan anggaran yang tersedia di BPOM, harapannya bisa disinergikan dengan anggaran-anggaran yang bersumber dari APBD, Dana Desa atau DAK lainnya untuk perluasan cakupan intervensi,” tambahnya.


Dalam mengawal keamanan pangan BPOM, kata Yosef, tidak bisa bekerja sendiri (single player) perlu kolaborasi yang melibatkan Pemprov/ Kabupaten / Kota, pelaku usaha, masyarakat, akademisi, dan media.


“Masalah keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama sebagai suatu bangsa. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi harus dibangun sejak awal hingga nanti dikonsumsi oleh masyarakat (from farm to table, dari hulu sampai ke hilir),” demikian Yosef.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan



Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini