spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBisnisHotel di NTB Hentikan Pemutaran Murrotal Al-Qur’an Gara-gara Polemik Royalti

Hotel di NTB Hentikan Pemutaran Murrotal Al-Qur’an Gara-gara Polemik Royalti

Lombok (ekbisntb.com) – Hotel di Nusa Tenggara Barat (NTB) memilih untuk menghentikan sementara pemutaran murrotal Al-Qur’an di kamar maupun area publik. Keputusan ini diambil menyusul adanya polemik soal potensi kewajiban pembayaran royalti atas fonogram atau rekaman suara, termasuk bacaan ayat suci Al-Qur’an.

Pengelola hotel di Mataram, Rega Fajar Firdaus mengaku terpaksa mengambil langkah itu lantaran adanya kekhawatiran bahwa murrotal dapat dikategorikan sebagai fonogram sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Dalam aturan tersebut, setiap rekaman suara yang diproduksi, baik oleh label maupun artis, berpotensi dikenai hak cipta dan royalti.

- Iklan -

“Basis pemikiran kami karena ada pasal di UU Hak Cipta yang menyebut fonogram. Fonogram itu artinya setiap suara atau rekaman yang diproduseri, bisa dari label atau artis tertentu, dikenakan hak cipta. Dari situlah kami jadi was-was kalau murrotal juga kena,” ujar Sekretaris sekaligus Bendahara Asosiasi Hotel Mataram ini, Selasa 19 Agustus 2025.

Ia menambahkan, kasus di beberapa daerah bahkan menunjukkan bahwa suara alam maupun kicau burung pun tetap dikenakan perhitungan royalti jika digunakan sebagai bagian dari ambience hotel. Kondisi ini membuat pihaknya memilih berhati-hati.

“Kami tidak memutar murrotal dulu sampai ada kejelasan. Karena kami menganggap Al-Qur’an ini bukan musik, bukan lagu. Tapi kalau merujuk pasal fonogram, rekaman suara tetap bisa dikenai,” katanya.

Meski tidak ada tagihan spesifik untuk murrotal, pihak hotel menyebut metode perhitungan royalti yang digunakan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atau pihak terkait, umumnya berbasis jumlah kamar hotel, bukan hanya suara yang diputar.

“Mau suara di lobby, restoran, atau kamar, hitungannya tetap berdasarkan kamar. Walaupun di kamar tidak ada musik, tetap kena. Nah, ini yang memberatkan secara ekonomi,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan itu justru berdampak pada suasana hotel yang terasa lebih sunyi. Biasanya, murrotal diputar secara rutin untuk menciptakan nuansa religius dan tenang. Kini, tanpa murrotal, hotel dirasakan kurang memiliki ambience yang mendukung kenyamanan tamu.

Pengusaha hotel berharap ada kejelasan regulasi terkait penerapan royalti, khususnya mengenai murrotal Al-Qur’an. Sebab, menurutnya, hotel tidak menjual musik, melainkan hanya menyediakan kamar dan suasana.

“Harapan kami aturannya ditinjau kembali. Karena kalau tidak ada musik atau murrotal, suasana hotel terasa sepi. Padahal kami tidak menjual musik, hanya kamar. Tapi efeknya ke ambience dan kenyamanan tamu,” pungkasnya.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan











Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut