Lombok (ekbisntb.com) –


Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Mataram, Abd Rachman, SH., kembali menyoroti belum tercapainya target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi persampahan.
Dia menyatakan bahwa persoalan ini bukan hal baru, dan sudah menjadi temuan berulang dalam setiap evaluasi APBD.”Ini jelas terkait dengan belum tercapainya target PAD dari sektor persampahan. Dan itu bukan hal baru, sudah setiap kali pembahasan APBD, kita selalu menemukan hal tersebut,” ujar Rachman, Rabu, 17 September 2025.
Menurutnya, berbagai upaya dan diskusi telah dilakukan untuk mencari solusi atas rendahnya realisasi PAD sektor persampahan, namun hasilnya belum maksimal.
“Ini sudah kita ingatkan berkali-kali dan kita diskusikan berkali-kali. Tapi seolah-olah ini selalu berulang. Saya pikir ini bisa jadi karena human error atau ketidaktegasan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang bertanggung jawab,” tambahnya.
Rachman juga menegaskan bahwa masalah ini bukan hanya terjadi pada sektor persampahan, tetapi juga merembet ke sektor retribusi lainnya seperti pasar dan parkir.
Dalam pernyataannya, mantan Wakil Ketua DPRD Kota Mataram ini mendorong agar eksekutif, dalam hal ini Pemkot dan SKPD terkait, bekerja lebih maksimal untuk menutup potensi kebocoran PAD.
“Kami di legislatif terus mendorong agar eksekutif bisa meminimalisir kebocoran-kebocoran PAD, tidak hanya dari retribusi sampah tapi juga sektor lain seperti pasar dan parkir. Karena setiap tahun, masalah yang sama terus terulang,” ungkapnya.
Ketua Komisi III ini menyebut bahwa berulangnya masalah tersebut telah menciptakan preseden buruk terhadap kinerja pemerintah daerah.
“Setiap pembahasan APBD, kita selalu berkutat pada hal yang sama. Ini menjadi catatan buruk. Seharusnya, fokus kita sudah bergeser ke bagaimana mengalokasikan anggaran untuk perbaikan ke depan, bukan lagi mempertanyakan kenapa target belum tercapai,” tegasnya.
Dia membantah bahwa salah satu penyebab tidak tercapainya target PAD sektor persampahan adalah batalnya rencana kenaikan tarif retribusi yang semula direncanakan naik dari Rp5.000 menjadi Rp10 ribu.
“Dengan kenaikan, target yang semula 12 miliar bisa menjadi 24 miliar karena ada peningkatan hampir 100 persen. Tapi kalau tidak jadi naik, jangan tetap pakai perhitungan yang sama. Ini jadi tidak masuk akal,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan agar jangan sampai kebijakan tarif justru menjadi beban baru bagi masyarakat, apalagi jika tidak diiringi dengan peningkatan kinerja pelayanan.
“Jangan sampai kenaikan tarif ini malah jadi beban masyarakat, sementara kinerja pelayanannya tidak maksimal. Itu yang harus kita hindari,” pungkasnya. (fit)