Lombok (ekbisntb.com) – Melambungnya harga cabai di awal tahun 2025 menjadi persoalan di lingkup rumah tangga. Pasalnya, kenaikan harga cabai ini tidak hanya satu atau dua kali lipat, bahkan sampai empat kali lipat. Yang mulanya harga cabai biasanya Rp18 – 25 ribu, kini menyentuh angka Rp100 ribu per kilogramnya.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti, AP, M.Si., menyatakan untuk menekan harga cabai, pihaknya sudah menyarankan kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota untuk melakukan Gerakan Pasar Murah (GPM) di lingkup rumah tangga.

“Kita sarankan untuk melakukan gerakan pasar murah, jadi diambil dari petani, disubsidi. Tapi tidak dijual di pasar untuk pasar murah, tapi di pemukiman. Supaya produk ini sampai ke rumah tangga,” ujarnya kepada Suara NTB.
Nelly menyatakan, melambungnya harga cabai saat ini karena petani kekurangan stok akibat gagal panen dan pada saat panen musim kemarin petani mengirim hasil panen cabai mereka ke luar daerah. Akibatnya, stok dalam daerah menipis.
“Kondisi kita kan petani kita gagal panen, cuacanya kan kita ekstrem. Itu yang membuat kita kekurangan stok cabai. Tapi ada juga cabai kita yang keluar, karena petani engga mungkin menyimpan hasil cabainya,” katanya.
Untuk menghindari kondisi semacam, dibutuhkan adanya penyimpanan cabai agar petani tidak langsung mengirimkan hasil panennya ke luar daerah. Pasalnya, cabai merupakan salah satu komoditas yang cepat busuk, oleh sebab itu petani langsung mengirim hasil panennya untuk menghindari kerugian.
“Enggak mungkin disimpan, kita engga punya gudang penyimpanan. Dia kan tidak seperti gudang biasa untuk menyimpan cabai, seperti kulkas kita enggak punya petani kita. Jadi barang itu sebelum rusak memang harus keluar,” sambungnya.
Saat ini, petani cabai masih memiliki sedikit stok sampai dengan musim panen pada bulan Maret 2025 nanti. Stok tersebut dimanfaatkan oleh pemerintah untuk melakukan gerakan pasar murah. Terbukti, di beberapa kabupaten seperti Lombok Timur harga cabai sudah mulai menurun.(era)