Mataram (Ekbis NTB) – Pemerintah Malaysia belum membuka keran untuk menerima Pekerja Migrant Indonesia (PMI) hingga saat ini. Kebijakan negara tetangga ini diproyeksikan akan berdampak besar terhadap pengangguran, khususnya di NTB yang menjadi lumbung PMI.
Hal ini dikemukakan Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati), H. Muhammadon dihubungi Rabu 6 maret 2024 kemarin. Dia menyampaikan, pemerintah Indonesia diberikan kesempatan hingga Bulan Mei 2024 ini untuk memberangkatkan sisa kuota PMI yang diperbolehkan masuk ke Malaysia.
“Sejak bulan 3 tahun 2023 lalu, Pemerintah Malaysia sudah mengeluarkan kebijakan tidak lagi menerima pekerja Indonesia untuk pekerja ladang, bangunan, pabrik, khususnya di negara bagian Malaysia Barat. Sampai Mei 2024 ini diperbolehkan mengiriman PMI bagi teman-teman yang masih ada kuoata pengiriman tahun sebelumnya,” katanya.
Selebihnya, menunggu kembali kebijakan pemerintah Malaysia. H. Madon menambahkan, penyetopan sementara penerimaan PMI ini salah satunya dipengaruhi oleh kebijakan Kementerian yang membidangi Ketenagakerjaan di Malaysia yang sudah berkontrak dengan pemerintah negara-negara lain dalam hal penggunaan tenaga kerja luar negeri.
“Dan Malaysia masih kebanjiran pekerja dari Bangladesh, Myanmar, India,” tambahnya. Kebijakan pemerintah negara Malaysia ini menurutnya menjadi beban baru bagi peruusahaan-perusahaan penyalur tenara kerja di Provinsi NTB. Diketahui, Malaysia adalah negara tujuan bekerja terbesar masyarakat NTB.
Perusahaan penyalur yang sebelumnya bisa mengirim sampai 4 ribu PMI dalam sebulan, kini stop sementara. Sejumlah perusahaan penyalur di NTB menjadi pasif. Masih beruntung, perusahaan-perusahaan yang masih memiliki kuota pengiriman. “Kantor-kantor kecil (penyalur tenaga kerja luar negeri) sudah tutup. Yang masih buka yang masih punya kuota pengiriman,” imbuhnya.
Pemerintah Malaysia, lanjut H. Madon, memberikan alternatif menerima PMI untuk bekerja di negara Malaysia bagian timur. Namun, khusus untuk pekerja asal NTB, negara Malaysia bagian Timur ini minim peminat. Ditambah lagi, proses pengurusan dokumen untuk pemberangkatan PMI ke sana lumayan lama, bisa memakan waktu hingga 5 bulan.
Karena itu, kebijakan Pemerintah Malaysia ini diproyeksikan berdampak langsung terhadap angka peningkatan pengangguran di NTB. “Karena mau berangkat gelap (illegal pun) tidak bisa. Ini bisa menjadi PR pemerintah pada tahun 2024 , 2025 ini, angka pengangguran kita, dan persoalan sosial kita bisa naik karena Malaysia belum jelas kelanjutan kebijakannya soal tenaga kerja luar negeri,” demikian H. Madon. (bul)