Lombok (ekbisntb.com) – Pemerintah Provinsi NTB dibawah kepemimpinan Gubernur Lalu Iqbal dan Wakil Gubernur Indah Putri Damayanti berencana melakukan merampingkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang salah satu wacananya adalah menggabungkan Dinas Ketahanan Pangan dengan OPD terkait lainnya menjadi satu.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB, H. Abd. Azis, SH.,MH, memberikan pandangan terhadap rencana perampingan OPD di lingkup Pemprov NTB ini. Menurutnya, dalam rapat bersama tim terkait perampingan OPD, ia sudah menyampaikan argumentasi kuat bahwa urusan pangan tidak bisa dipandang sebelah mata dan memerlukan penanganan khusus di tingkat OPD.

Menurut informasi yang beredar, ada tiga OPD terkait yang akan disatukan. Diantaranya, Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Peternakan dan Dinas Ketahanan Pangan.
Menurut mantan Pj. Bupati Lombok Tengah ini, Dinas Ketahanan Pangan saat ini memiliki bidang-bidang strategis yang vital bagi keamanan pangan (food security) masyarakat NTB. Bidang-bidang tersebut meliputi Bidang Distribusi Dan Diversifikasi Pangan, Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Diversifikasi Dan Keamanan Pangan, serta satu Unit Pelaksana Teknis (UPT).
“Bidang-bidang ini sangat penting, terutama soal food security. Untuk keamanan pangan saja, bidang terkait harus melakukan pengawasan dan pengecekan berkala dari buah, sayur, dan pangan lainnya,” tegas H. Abd. Azis.
Pengawasan ketat dilakukan baik pada pangan yang beredar di pasaran maupun di tingkat distributor untuk memastikan tidak ada cemaran berbahaya bagi kesehatan konsumen.
Berkaca pada pengalaman sebelumnya, H. Abd. Azis menyoroti hilangnya Bidang Pemanfaatan Pekarangan Lestari (P2L) setelah pembentukan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Padahal, program P2L terbukti efektif mendorong masyarakat memanfaatkan pekarangan untuk menanam kebutuhan dapur, sehingga dapat mengendalikan harga dan mengurangi ketergantungan pada pasar.
“Dulu saat gerakan pemanfaatan pekarangan masih dihidupkan, harga cabai paling tinggi Rp80 ribu. Karena masyarakat memenuhi kebutuhan cabainya dari pekarangan sendiri,” kenangnya.
Lonjakan harga cabai hingga Rp200 ribu menjadi salah satu dampak tidak konsistennya mendorong pemanfaatan pekarangan.
Mantan Sekda Kabupaten Sumbawa Barat ini juga menegaskan, bahwa urusan pangan adalah urusan strategis yang menentukan ketahanan suatu daerah.
“Daerah yang kuat adalah daerah yang ketahanan pangannya terjaga. Karena itu, urusan pangan tidak bisa hanya ada di pusat, kemudian di daerah tidak ada yang urus. Harus dilakukan dari hulu ke hilir,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti potensi hilangnya dana dekonsentrasi (dekon) dari pusat sebesar Rp4,2 miliar per tahun jika Dinas Ketahanan Pangan dilebur.
“Biasanya enggan diturunkan kalau tidak ada OPD-nya langsung yang tangani,” imbuhnya.
Urusan pangan juga memiliki keterkaitan erat dengan isu kemiskinan, stunting, dan stabilitas harga di pasar.
H. Abd. Azis mencontohkan bagaimana keberadaan OPD teknis di tingkat provinsi dan kabupaten/kota selama ini berperan penting dalam mengendalikan harga komoditas seperti bawang, cabai, dan beras.
“Urusan kenaikan harga cabai misalnya, tidak bisa hanya mengandalkan Bank Indonesia saja. Harus ada OPD dari tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga yang mengintervensi,” jelasnya.
Selain itu, penanganan daerah rawan pangan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah saat terjadi bencana memerlukan koordinasi dan tindakan yang terstruktur, yang menurut H. Abd. Azis, sulit dioptimalkan jika hanya ditangani oleh bidang dalam OPD yang lebih besar.
“Sehingga menurut saya, karena soal ekosistem pangan ini adalah soal nasional, tentu harus ada yang nangani dari hulu sampai ke hilir. Dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Ya, sebetulnya dengan keberadaan OPD ini sekarang ini, mestinya jangan dirampingkan kalau menurut saya ya,” pungkas H. Abd. Azis.
Harapannya agar Pemerintah Provinsi NTB mempertimbangkan kembali rencana perampingan tersebut demi menjaga ketahanan dan keamanan pangan, serta kesejahteraan masyarakat.(bul)