Lombok (ekbisntb.com) – Harga komoditas cabai di NTB masih terpantau tinggi. Berdasarkan data perkembangan harga rata-rata barang kebutuhan pokok yang dikelola oleh Dinas Perdagangan Provinsi NTB per tanggal 2 Agustus 2024 terlihat harga cabai rawit merah sebesar Rp56.200 per kg, cabai merah besar Rp35.567 per kg, cabai keriting Rp39.633 dan cabai hijau Rp31.283.
Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti mengatakan, kenaikan harga cabai dipicu oleh faktor cuaca dan gagal panen di sejumlah sentra cabai secara nasional. Tak hanya di NTB, kenaikan cabai juga terjadi di sebagian besar daearah di Indonesia. Sehingga berdasarkan harga di sp2kp.kemendag.go.id, rata-rata harga cabai rawit merah di Indonesia sebesar Rp76.000 per kg.
“Cabai naik karena kondisi cuaca yang terjadi secara nasional. Cabai di Bali dan Jawa juga banyak yang gagal panen sehingga hal ini berdampak pada naiknya harga komoditas ini,” kata Baiq Nelly Yuniarti akhir pekan kemarin.
Ia mengatakan, stok cabai yang tersedia di pasar cenderung menjadi rebutan sehingga berdampak pada kenaikan harga. Saat permintaan konsumen tetap seperti biasa, namun stok yang tersedia terbatas maka harga menjadi terdongkrak.
“Kita terbatas stok sehingga rebutan. Kalau sudah nasional bertumpu ke kita, ya tentu komoditi kita naik. Kemarin kita sudah komunikasi dengan teman petani di Lombok Timur, dua atau tiga bulan lagi kita akan panen,” katanya.
Terkait dengan harga minyak goreng yang juga mengalami kenaikan, pihaknya kata Nelly sudah melakukan pengecekan ke Distributor dan sejauh ini belum ditemukan persoalan yang mengkhawatirkan. Harga minyak goreng curah sekitar Rp16.345 per liter, sementara minyak goreng premium Rp18.975 per liter.
Menurutnya, tak ada penumpukan minyak goreng di pasar karena tidak ada pemicu atau permintaan pasar yang melonjak seperti halnya pada saat hari-hari besar keagamaan. Saat ini belum ada permintaan dari konsumen dalam sekala besar, sehingga harga dan keberadaan minyak goreng masih tetap stabil.
“Sekarang memang tahun ajaran baru, namun bukan bapok yang dibeli, tapi seragam dan peralatan sekolah. Jadi pasar kita masih pasar tenang. Kalau minyak goreng ini jadi perhatian Kemendagri, mungkin untuk daerah lain. Kondisi daerah NTB belum tentu sama dengan daerah lain,” ujarnya.
Terkait dengan harga beras, pada prinsipnya kata Nelly Dinas Perdagangan NTB siap melakukan operasi pasar (OP) atau pasar murah untuk menormalkan harga beras jika betul-betul harganya sudah naik. Namun demikian, pola pasar murah tak lagi dengan cara lama dengan mendatangkan beras ke pasar. Namun sekarang polanya yaitu dengan menggelar OP di desa-desa dan kelurahan.
“Karena tak semua masyarakat kita beli beras ke pasar. Jadi kita mendekatkan komoditi yang mahal ini ke masyarakat. Dan kita harus bekerjasama dengan kabupaten/kota,” katanya. (ris)