spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiNelayan Keberatan, Peraturan Baru KKP Ancam Produksi Ikan di NTB

Nelayan Keberatan, Peraturan Baru KKP Ancam Produksi Ikan di NTB

Lombok (ekbisntb.com) – Nelayan dan pelaku usaha perikanan di NTB menolak aturan baru penarikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di subsektor perikanan tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB, Muslim, mengungkapkan Kebijakan KKP tersebut menyulitkan aktivitas penangkapan ikan yang berdampak pada produksi sektor kelautan. Hal itu menimbulkan keresahan di kalangan nelayan.

- Iklan -

“Implementasi pungutan terhadap pendapatan pungutan di wilayah kewenangan daerah lewat PNBP-nya. Kita duduk sama pelaku usaha, mereka sebenarnya sangat keberatan, yang di atas 12 mil saja pontang-panting mereka,” ujarnya, Minggu, 3 Agustus 2025.

Kekhawatiran nelayan itu bukan tanpa alasan. Berdasarkan data BPS, terdapat indikasi penurunan produksi tangkapan ikan di NTB.

Dengan berlakunya kebijakan itu, sektor kelautan akan semakin terpuruk karena nelayan yang sebelumnya bisa melaut dua kali dalam sebulan kini hanya mampu satu kali akibat proses perizinan yang memakan waktu.

“Jadi 12 hari melaut satu kali siklusnya. Ketika aturan baru dibuat oleh KKP ini, kadang-kadang hanya bisa satu kali karena banyak urus izin,” lanjutnya.

Menurutnya, kebijakan baru bukan mendorong kemandirian masyarakat, tetapi justru mematahkan semangat pelaku usaha. Padahal, pelaku usaha kelautan dan nelayan rutin membayar PNBP kepada negara.

Plt Kepala Biro Perekonomian Setda NTB itu menilai, seharusnya pemerintah pusat mempermudah proses perizinan. Jika penangkapan ikan bisa dilakukan dua kali dalam sebulan, maka potensi PNBP justru akan meningkat. Namun faktanya, birokrasi PP 11 Tahun 2023 tentang penangkapan ikan terukur justru menimbulkan dilema di lapangan.

Ia menyebutkan, nelayan kini terhambat oleh proses perizinan yang lambat. Bahkan, dalam sekali melaut, nelayan harus memproses perizinan yang bisa memakan waktu hingga satu minggu.

“Pulang melaut mereka menghitung hasil tangkapannya, baru harga acuan ikan berlaku saat itu, baru mereka dibebankan membayar PNBP sekian. Jadi nunggu proses itu selesai semua yang kadang-kadang sampai satu minggu,” terangnya.

Dampak lain yang dikhawatirkan adalah berkurangnya bahan baku untuk industri pengolahan ikan di NTB, khususnya tuna. Apalagi daerah telah memiliki industri olahan tuna sendiri. Parahnya lagi, pendapatan nelayan dan pelaku usaha juga terancam menurun drastis.

“Makanya seluruh masyarakat dari himpunan nelayan seluruh Indonesia di NTB ingin membuat upaya yang sifatnya lebih mencari titik temu dengan pemerintah dan bagaimana mendorong upaya perizinan pada pelaku usaha nelayan dan pelaku penangkapan ikan,” jelasnya.

Lebih buruk lagi, pungutan tersebut tidak memberikan manfaat bagi provinsi, padahal bongkar muat hasil tangkapan lewat pelabuhan milik Pemerintah Provinsi NTB. Proses perizinan juga lewat Pemprov NTB. Namun tidak ada hasil sepeserpun untuk daerah.

“Justru uangnya mereka yang pungut bawa ke Jakarta,” ucapnya.

Dalam sehari, bongkar muat kapal bisa sampai ratusan kali. Jika dibiarkan terus menerus tanpa pemeliharaan, bukan tidak mungkin pelabuhan Pemprov akan rusak.

“Kalau dia rusak, yang bertanggung jawab memperbaiki yaa Pemprov lagi. Kita sudah tidak dapat, aktivitas pelayanan publik kita perkuat,” katanya.

NTB memiliki lima dermaga yang tersebar di beberapa kabupaten/kota, di antaranya Dermaga Sape, Dermaga Soro Adu di Dompu, Dermaga Teluk Santong di Sumbawa, Pelabuhan Kayangan Labuhan Lombok, Tanjung Luar, dan Pelabuhan Pusat di Teluk Awang. (era)

Artikel Yang Relevan

Iklan







Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut