Mataram (ekbisntb.com) – Provinsi Nusa Tenggara Barat bersiap menyambut era baru ekonomi hijau setelah diluncurkannya Bursa Karbon Indonesia pada September 2023 oleh Presiden Jokowi. Bursa ini membuka peluang bagi para pelaku usaha di NTB untuk menjual dan membeli karbon, sekaligus berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dan pencapaian target Net Zero Emission (NZE).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Julmansyah, S.Hut. M. AP, Senin 3 Juni 2024 mengatakan, seluruh pihak yang ingin terlibat dalam perdagangan karbon di Bursa Karbon Indonesia diwajibkan untuk terdaftar. Pendaftaran dapat dilakukan di bursa karbon atau sistem registry nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Pemerintah menegaskan bahwa transaksi karbon harus dilakukan dengan otorisasi negara, dalam hal ini Kementerian LHK. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat menimbulkan sanksi pidana. Koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya juga akan terus dilakukan untuk memastikan kelancaran dan efektivitas perdagangan karbon.
Julmansyah menambahkan, Pemerintah Provinsi NTB berkomitmen untuk mendorong potensi karbon di daerahnya agar dapat dimanfaatkan oleh industri lokal. Karbon yang dihasilkan oleh industri, seperti emisi dari smelter PT. AMIN di Sumbawa, dapat dikompensasi dengan membeli potensi karbon dari hutan-hutan di NTB.
Industri lokal di NTB, seperti smelter dan pembangkit listrik PLN, diimbau untuk membeli potensi karbon dari daerahnya sendiri. Hal ini akan membantu menjaga kedaulatan karbon dan mendorong ekonomi hijau di NTB.
“Melalui skema kedaulatan karbon daerah, emisi karbon yang dihasilkan di NTB akan diimbangi dengan penyerapan karbon oleh hutan-hutan di daerah tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencapai Net Zero Emission dan menjaga kedaulatan karbon di NTB. Perusahaan penghasil karbon yang ada di NTB nanti bisa membeli karbon dari hutan NTB, sebesar emisi yang dihasilkan perusahaan,” katanya.
Pembelian karbon dilakukan melalui Bursa Efek Indonesia. Petani dan masyarakat yang menjaga hutan di NTB akan mendapatkan keuntungan ekonomi dari skema ini.
“Kita sekarang sedang persiapan teman-teman perhutanan sosial yang selama ini menjaga hutan di Lingsar, Gunung Sari, Pemenang, Sesaot, Aik Berik, Aik Bukak, yang selama ini menjadi mitranya LHK akan melakukan penghitungan potensi karbonnya. Nanti industry-industri yang ada di NTB tinggal membeli saja disitu. Itu yang disebut dengan kedaulatan karbon daerah.
Pembelian karbon bisa dilakukan melalui Bursa Karbon, tidak boleh langsung ke petani pengelola hutan. Nantinya, petani pengelola hutan akan menerima hasil dari pembelian karbon di Bursa Karbon.
“Jadi nanti kita hitung berapa potensi karbon kita, kami punya skema perhitungan itu, kita siapkan peprhitungannya, kita siapkan rencana aksi mitigasinya , dan itu bisa diregister. Dan kami harapkan dibeli oleh para industry yang ada di NTB. Istrilahnya, yang menghasilkan emisi ini dia bayarnya disini, jangan di luar daerah, apalagi ke luar negeri. Inilah yang kita sebut menjaga kedaulatan karbon daerah,” demikian Julmansyah.(bul)