Sumbawa Besar (ekbisntb.com) – Pemerintah Kabupaten Sumbawa, tengah mencari solusi terkait harga garam yang masih dalam kategori rendah di tengah produksi yang meningkat setiap tahunnya dengan harapan bisa meningkatkan kesejahteraan petani.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) mengaku memang pemasaran garam Sumbawa belum optimal sehingga kebanyakan hasil produksi dijual ke masyarakat sekitar. Bahkan harga pasaran saat ini sangat rendah.

“Di labuhan Bontong masih jadi lokasi produksi terbesar, namun harganya rendah. Harga pernah jatuh hingga Rp100 hingga 200 perak per kilogram. Namun di Plampang harganya mencapai Rp 1.200 ribu per kilogram,” ucapnya, Kamis 1 Mei 2025.
Anjloknya harga garam petani di Sumbawa karena adanya impor yang dilakukan pemerintah padahal produk garam sedang puncak. Untuk itu, pihaknya berharap kebijakan impor garam ini bisa ditinjau ulang agar harga garam di petani tidak anjlok.
“Ini jadi tantangan. Masyarakat bisa hasilkan garam kualitas tinggi, bahkan NaCl di atas 92 persen. Tapi mereka ragu, karena takut tidak ada jaminan harga,” ujarnya.
Rahmat melanjutkan, kondisi tersebut kembali diperparah dengan pola produksi yang masih dilakukan secara tradisional di beberapa lokasi. Pemerintah berharap, jika program swasembada garam ingin sukses, maka pemerintah pusat harus memperhitungkan dampak impor terhadap harga lokal.
“Kalau impor bisa dibatasi secara tegas, maka garam rakyat akan punya nilai ekonomi lebih tinggi. Kami siap, tapi butuh dukungan penuh dari KKP,” ujarnya.
Rahmat meyakinkan, meskipun saat ini harganya belum normal, tetapi pemerintah tetap akan mencari solusi terbaik agar garam lokal ini bisa menjadi primadona di daerah sendiri. Pemerintah pun saat ini sudah membentuk koperasi untuk meningkatkan nilai ekonomis garam petani.
“Salah satu contoh koperasi garam di Labuhan Kuris sudah bisa membeli garam petani hingga Rp 1.650 per kilogram dan mengolahnya menjadi garam kemasan ber-SNI yang dijual hingga Rp 7.000 perki kilogram pola ini yang akan terus kami dorong,” ujarnya.
Disinggung terkait luas lahan untuk tambak garam yang sudah tergarap, Dayat menyebutkan saat ini tercatat ada sekitar 119, 8 hektare dari total keseluruhan seluas 443, 4 hektare yang tersebar di sejumlah kecamatan.
“Jadi, saat ini yang sudah tergarap baru 118 hektare dengan potensi produksi mencapai 5. 363.00 ton yang tercatat hingga akhir tahun 2024,” ujarnya.
Terhadap lahan potensial tersebut, pemerintah terus berupaya untuk mendorong kelompok untuk memanfaatkan potensi tersebut. Selain itu, pihaknya juga akan mencari investor yang akan mengelola potensi tersebut untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami akan terus berupaya mencari pengelola lahan potensial untuk tambak garam tersebut sehingga bisa memberikan manfaat bagi daerah,” tukasnya. (ils)