Giri Menang (ekbisntb.com) – Tambang emas rakyat di wilayah Kecamatan Sekotong, Kabupaten Lombok Barat sudah menjadi usaha tetap yang dilakoni penduduk setempat. Menambang emas dengan cara-cara tradisional ini menjanjikan keuntungan cukup besar. ditengah ancaman risiko yang juga tidak sederhana.
Seorang penambang emas tradisional Sekotong, Z (39 tahun) menyampaikan pahit manis proses menambang emas. Diceritakannya, pada tahun 2014 lalu, ia pernah mendapatkan emas murni sebesar 48 kilo gram dengan modal Rp9 juta.


Saat itu, harga emas masih sangat murah, yaitu per gramnya Rp300 ribu. Sehingga total yang diterima dari hasil bagi rata dari pendapatan tersebut sebesar Rp760 juta per orang. Saat itu jumlah anggota kelompoknya 12 orang.
Diawal-awal penambangaan emas rakyat di Sekotong dimulai, sistem pengolahan emasnya masih menggunakan alat manual, dan lebih banyak menggunakan tenaga manusia. Berbanding terbalik dengan saat ini, para penambang lebih banyak memanfaatkan alat-alat modern dengan harga alat yang cukup mahal. Kendati demikian, hingga saat ini, proses pengolahan yang ia lakukan menggunakan gelondongan dan sistem tong.
Ia menjelaskan, dalam perjalanannya sebagai bos penambang, ia pernah mengalami beberapa kali kerugian dengan jumlah yang tidak sedikit. Pada tahun 2019-2020 lalu, kerugiannya mencapai Rp1,2 milyar di tiga lokasi tambang yang berbeda. Saat itu, ia lebih banyak menggunakan tenaga dari luar yaitu dari Pulau Jawa, dibandingkan dengan penambang lokal wilayah setempat.
Menurutnya, selama melakukan aktivitas tambang ia belum pernah mengalami resiko lain selain kerugian modal. ia sempat vakum satu tahun dalam menambang pada 2018 lalu dikarenakan gempa bumi yang pernah mengguncang Pulau Lombok saat itu. Sementara, dimasa pandemi, ja mengakui tidak menghentikan aktivitasnya dalam menambang.
Pada tahun 2023, ia sempat meraup keuntungan sebesar 3 Kg lebih pada dua lokasi yang berbeda. Saat itu anggota kelompoknya berjumlah 27 penambang.
Meski saat ini harga emas mengalami kenaikan, tidak berdampak secara signifikan bagi para penambang dikarenakan harga alat dan bahan pengolahan emas yang cukup tinggi. Meski begitu, untung dan rugi yang ia tempuh tidak membuatnya berhenti menambang.
“Kalau rugi, dulu juga sebelum ada tambang emas, kami di sini pernah hidup jauh lebih susah. Sudah sifatnya orang berusaha ada untung dan ruginya, jadi tidak masalah,” ungkapnya.
Meski banyak penjarahan yang dilakukan para penambang mandiri, bahasa lokalnya “ngeloyong’, ia menyampaikan lokasi lubang emasnya belum pernah dijarah. Biasanya, lokasi tambang yang dijarah adalah mereka yang sulit memberikan akses kepada para pengeloyong, yang akhirnya berujung ricuh. (ulf)