Lombok (ekbisntb.com) –

Kepala Bappeda Provinsi NTB Dr. Ir. H. Iswandi, M.Si., menegaskan pentingnya penerapan kebijakan satu data untuk mendukung perencanaan dan evaluasi pembangunan di daerah ini.

Hal itu disampaikan Iswandi dalam kegiatan peluncuran Buku Metadata NTB Satu Data Tahun 2025 antara Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik (Diskominfotik) serta Bappeda NTB dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan SKALA di Gedung Sangkareang, Kantor Gubernur NTB, Kamis 11 September 2025.
Hadir sebagai narasumber Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik (Diskominfotik) NTB H. Yusron Hadi, ST., MUM., Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB Drs. Wahyudin.
Menurutnya, pembinaan ini menekankan empat karakteristik utama dalam pengelolaan data. Pertama, terkait 45 Indikator Utama Pembangunan (IUP) yang menjadi dasar pemilihan 921 jenis data. Kedua, penguatan pada pelaksanaan urusan wajib dalam bentuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, serta keamanan dan ketertiban.
Ketiga, pemenuhan kebutuhan statistik sektoral yang diinput BPS dari kementerian/lembaga dan pemerintah pusat. Keempat, pemenuhan kebutuhan-kebutuhan statistik prioritas lainnya, baik provinsi maupun nasional.
“Empat karakteristik ini menjadi dasar kita menyusun 921 jenis data. Metodologi pengumpulan, definisi dan sebagainya harus dipedomani OPD sebagai produsen data. BPS berperan sebagai pembina dan OPD sebagai pengguna data. Kita harus menggunakan satu konsep yang dimaksud dengan metadata satu data,” ujar Iswandi.
Ia menjelaskan, pengumpulan data dilakukan secara periodik dan akan dirilis secara berkala, misalnya per semester, dengan disertai data historis.
“Dari awal ini harus disepakati sehingga masyarakat juga bisa mendapatkan hak akses melihat definisi dan jenis data dari metadata. Apabila dalam perkembangannya ada data yang dianggap penting atau sebaliknya sudah tidak relevan, maka bisa dimutakhirkan,” terangnya.
921 jenis data ini, ujarnya, diharapkan mampu menjadi acuan pembangunan NTB dalam jangka menengah hingga jangka panjang, termasuk 5–20 tahun ke depan.
Ia juga menyoroti pentingnya penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) terutama terkait data kemiskinan.
“Selama ini banyaknya jenis data kadang berbeda-beda. Itu sebabnya muncul kebijakan tentang data tunggal sosial ekonomi. Mulai sekarang setelah adanya Inpres, sudah tidak boleh lagi ada penggunaan data di luar DTSEN ketika berbicara tentang kemiskinan. DTSEN ini yang perlu kita kawal bersama, termasuk masyarakat,” jelasnya.
Menurut Iswandi, intervensi program seperti perumahan, sanitasi, hingga bantuan sosial harus mengacu pada DTSEN agar tepat sasaran. Saat ini, pemerintah provinsi bersama kabupaten/kota sedang berupaya mendapatkan hak akses terhadap data tersebut.
“Pada waktunya nanti kita akan rilis, setelah mendapatkan hak akses. Seluruh data nanti akan dibuatkan standar layanan untuk mendapatkan hak akses kepada semua pihak, termasuk media. Namun tentu ada kriteria, terutama untuk data yang bersifat terbuka dan makro,” pungkasnya.
Team Leader Program SKALA Petra Karetji, menambahkan, ada beberapa tujuan dari kegiatan yang digelar, seperti meningkatkan layanan dasar sesuai dengan kebutuhan masyarakat rentan.
Selain itu, mendorong atau mendukung pemerintah pusat dalam penyusunan peraturan dan kebijakan yang semakin sinergis yang bisa mendukung pemerintah daerah dalam penyediaan layanan dasarnya.
Dalam hal ini, pihaknya senang bisa berkolaborasi dan mendukung Pemerintah Provinsi NTB, terutama melalui Forum Satu Data. Harapannya data ini bisa didukung oleh proses analisis yang kuat, sehingga bisa merencanakan dan juga penganggaran yang semakin baik.
Pihaknya juga berharap dengan adanya NTB Satu Data ini menjadi fondasi untuk pembangunan yang semakin baik di masa mendatang.
Hal senada disampaikan Kepala BPS Provinsi NTB Wahyudin. Menurutnya, BPS sebagai pembina data, khususnya data sektoral harus bisa memastikan data-data yang dihasilkan oleh OPD lingkup Pemprov NTB itu adalah data-data yang berkualitas.
‘’Oleh karena itu kami dalam program-program yang kami laksanakan minimal 5 kali setiap tahun itu untuk melakukan pembinaan data minimal 5 kali, sehingga apa yang akan dibina itu menjadi data yang berkualitas yang dihasilkan oleh masing-masing OPD,’’ terangnya.
Selaku produsen data sektoral, data-datanya ada yang dihasilkan oleh BPS, terutama data yang menjadi arah kebijakan untuk perencanaan awal untuk mencapai tujuan tertentu.
‘’Misalnya terkait dengan data kemiskinan. Ya kami sudah merilis angka kemiskinan bulan Maret tahun 2025. Misalnya itu sebesar 11,78%. Itu sebagai langkah mengambil kebijakan untuk bagaimana kita mengentaskan kemiskinan yang nantinya akan direncanakan dan dieksekusi oleh teman-teman OPD yang ada di provinsi. Data itu, merupakan bagian dari sumbangsih dari BPS untuk bisa menyampaikan data yang berkualitas,’’ tambahnya. (ham)