
Lombok (ekbisntb.com) – Generasi Z, dengan kedekatan mereka terhadap dunia digital dan gadget, menjadi sasaran empuk kejahatan keuangan ilegal.
Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi dan Komunikasi OJK, Mohammad Ismail Riyadi, Senin, 26 Mei 2025 mengingatkan akan pentingnya kewaspadaan terhadap fenomena ini.
“Kejahatan keuangan ilegal ini harus kita waspadai karena terutama kalau kita tahu demografi kita, 27% adalah generasi Z dan mereka adalah generasi yang sangat-sangat dekat dengan gadget, jadi mereka paham tentang digital,” ujar Ismail.
Menurutnya, yang terpenting adalah bagaimana memberikan edukasi kepada generasi muda agar tidak terjerat modus penipuan kejahatan ilegal. Generasi Z dinilai rentan karena mereka memperoleh informasi dan berinteraksi secara ekstensif melalui perangkat digital.
Ismail menjelaskan beberapa alasan mengapa generasi Z menjadi lebih rentan terhadap kejahatan keuangan ilegal. Salah satunya adalah pengaruh inner circle dan tekanan sosial.
“Anak muda itu selalu rawan dengan inner circle-nya, dengan tekanan sosialnya,” katanya.
Prinsip “you want it, you get it now” dan fenomena Fear of Missing Out (FOMO) juga turut berkontribusi.
“Maunya instan karena tekanan sosial. Misalnya, lu harus dapet sekarang. Yang lain punya handphone, lu ketinggalan kalo gak beli handphone. Kalau yang lain punya motor baru, lo harus punya juga,” papar Ismail mencontohkan.
Tekanan-tekanan dan gaya hidup ini kemudian mendorong generasi Z ini mencari shortcut terhadap pembiayaan untuk memenuhi hasrat dan kebutuhannya. Akibatnya, pilihan mereka bisa jatuh pada layanan keuangan ilegal yang syaratnya tidak rumit, simpel, dan layanannya tersedia secara digital.
“Karena kemudahan di dalam memperoleh akses di digital yang bisa jadi di dalamnya ilegal itu kan hanya diperlukan beberapa step doang, misalkan menggunakan KTP dari orang tua,” jelas Ismail.
Ia juga menyoroti modus di mana anak muda meminta foto KTP orang tua mereka, yang kemudian dijadikan agunan oleh layanan keuangan ilegal.
“Dia suruh orang tuanya foto KTP di deket wajah kayak gaya-gayaan, padahal itu akan dijadikan agunan di layanan keuangan illegal. Nanti yang terkena atau tercatat sebagai nasabah adalah orang tuanya yang dijamin KTP-nya. Penerima dananya anak muda ini. Dan kemudian tahu-tahu tiap bulan harus ditagih orang tuanya, kan bingung,” urainya.
Ismail menekankan bahwa risiko utama bagi anak muda yang menjadi sasaran keuangan ilegal adalah over indebtedness atau kelebihan utang.
“Sama seperti di negara-negara lain, dampaknya over indebtedness atau kelebihan utang, kebanyakan utang,” tegasnya.
Oleh karena itu, generasi Z menjadi sasaran utama literasi keuangan legal. OJK berupaya menyiapkan masa depan mereka dengan mendorong generasi Z untuk lebih banyak menabung dan berinvestasi, bukan pada over consumption.
Masyarakat juga diimbau untuk memahami produk keuangan yang ditawarkan, termasuk manfaat, biaya, risiko, hak dan kewajiban konsumen, cara memperoleh informasi, mekanisme transaksi, serta mekanisme penanganan pengaduan. Hal lain yang patut dicermati adalah “Batas Akses” aplikasi penawaran dana ilegal yang seringkali meminta izin akses yang tidak relevan seperti kamera, mikrofon, dan lokasi.
Dalam upaya memberantas praktik ini, Satuan Tugas Pemberantasan Investasi Ilegal (Satgas PASTI) terus bergerak aktif. Sejak Januari 2025 hingga April 2025, Satgas PASTI telah berhasil menemukan dan memblokir lebih dari 1.123 platform pinjaman online ilegal serta 209 penawaran investasi ilegal di berbagai situs dan aplikasi.
Hingga April 2025, Satgas PASTI telah menghentikan 1.332 entitas keuangan ilegal. Dari jumlah tersebut, 1.123 adalah pinjaman online ilegal dan 209 merupakan investasi ilegal. Total pengaduan yang diterima mencapai 2.323, dengan mayoritas (1.899) terkait pinjaman online ilegal dan 424 terkait investasi ilegal.(bul)