Lombok (ekbisntb.com) – Pengusaha di Kota Mataram mendukung kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melakukan efisiensi, salah satunya membatasi kegiatan Meetings, Incentives, Conventions, and Exhibitions (MICE) / Pertemuan, Insentif, Konvensi, dan Pameran di hotel berbintang.
Pengusaha hotel melati ini adalah Gede Gunanta, yang juga pengurus Insan Pariwisata Indonesia (IPI) ini di Mataram, Rabu menyebut bahwa pembatasan MICE hanya akan berdampak pada hotel-hotel tertentu yang selama ini menjadi langganan pelaksanaan kegiatan tersebut. Sementara hotel melati, menurutnya, tidak pernah benar-benar menikmati manfaat dari kegiatan MICE pemerintah.

“Coba lihat di NTB, dari ribuan hotel dan restoran, yang benar-benar diuntungkan paling hanya lima sampai delapan hotel saja. Itu pun serapannya tidak sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk melaksanakan MICE. Kalau peserta kegiatan membludak, hotel melati kebagian—itu pun hanya sebagai ban serep,” ujarnya.
Meskipun ia mengakui bahwa hotel melati umumnya tidak memiliki fasilitas memadai untuk kegiatan MICE berskala besar. Namun, bukan berarti tidak bisa digunakan untuk kegiatan berskala kecil.
“Bukan berarti kami tidak bisa menggelar MICE, tapi kami tahu diri bahwa fasilitas kami terbatas. Tapi sering kali pejabat bicara soal mendukung UMKM dan usaha kecil. Kalau memang benar mendukung, harusnya dinas-dinas membuat klaster kegiatan, menyesuaikan skala hotel,” tegasnya.
Menurut Gunanta, jika kegiatan MICE bertujuan menghadirkan peserta dalam jumlah besar, wajar jika dilaksanakan di hotel berbintang. Namun, jika pesertanya hanya sekitar 50 orang, hotel melati pun siap menyediakan tempat.
“Kalau bisa, dihimbau juga agar hotel-hotel kecil yang punya kapasitas 50 orang atau kurang diberi kesempatan menggelar MICE. Itu baru sesuai antara ucapan dan realita di lapangan. Selama ini, semua kegiatan hanya berlangsung di hotel besar. Baru saat mendesak, hotel melati dilirik,” ungkapnya.
Meski menyadari pembatasan kegiatan MICE, ia berharap perputaran uang di masyarakat tetap meningkat. Ia juga mendorong Pemerintah Provinsi NTB untuk memaksimalkan posisi strategis Lombok, yang berdekatan langsung dengan Bali.
“Bagaimana caranya agar kue pariwisata Bali yang besar itu bisa bergeser ke Lombok. Salah satunya dengan membenahi konektivitas transportasi, baik udara maupun laut. Jangan hanya fokus ke jalur udara, karena porsinya hanya 20–30 persen. Justru jalur laut yang lebih dominan,” katanya yang juga merupakan pengurus Insan Pariwisata Indonesia.
Ia menekankan pentingnya peningkatan konektivitas antara Pelabuhan Padangbai, Bali dan Pelabuhan Lembar, Lombok. Salah satunya dengan memperbaiki kualitas layanan kapal penyeberangan dan mempercepat waktu tempuh.
“Dulu kapal bisa menempuh perjalanan sampai tujuh jam. Sekarang, bagaimana bisa dipercepat menjadi tiga jam. Pelabuhan juga harus diatur agar tidak terjadi antrean panjang, baik di Lombok maupun di Bali,” ujarnya.
Ia berharap gubernur NTB yang baru dapat mengambil langkah konkret dalam meningkatkan kualitas pelayanan penyeberangan, termasuk memperhatikan hospitality di kapal penyeberangan.(bul)