spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaBisnisDari 27.983 Perusahaan di NTB, Baru 375 Menerapkan SuSu Dalam Pengupahan

Dari 27.983 Perusahaan di NTB, Baru 375 Menerapkan SuSu Dalam Pengupahan

Lombok (ekbisntb.com) – Pemerintah tengah mendorong penerapan Struktur Skala Upah (SuSu) dalam pengupahan, tidak terpaku pada Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sebanyak 50 perwakilan HRD dari perusahaan-perusahaan di NTB dari berbagai sektor, seperti perhotelan, ritel, jasa keuangan, konstruksi, makanan minuman, dan media pers mengikuti kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengupahan Berbasis Produktivitas, yang diselenggarakan oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan RI bekerja sama dengan Disnakertrans Provinsi NTB di Mataram, 23-25 Oktober 2024.

- Iklan -

Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kemnaker RI yang diwakili oleh Koordinator Pengembangan Pengupahan, Andi Awaluddin, S.Sos., dalam kesempatan ini menekankan pentingnya penerapan pengupahan yang berlandaskan produktivitas melalui SuSu untuk menjaga keharmonisan hubungan industrial dan meningkatkan daya saing perusahaan.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, serta Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 yang mengubah PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, mewajibkan perusahaan untuk menyusun struktur dan skala upah berdasarkan produktivitas.

“Penyusunan struktur dan skala upah ini merupakan hal yang wajib. Ada sanksi bagi perusahaan yang tidak mematuhi kewajiban penyusunan struktur dan skala upah. Sanksi tersebut berupa sanksi administratif hingga penghentian sebagian produksi perusahaan,” tegasnya.

Selain itu, Andi juga menyampaikan bahwa pemerintah sedang merumuskan kebijakan baru terkait alih daya (outsourcing) dan kemitraan kerja. Diharapkan kebijakan ini akan selesai dan mulai diterapkan pada tahun 2025.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, I Gede Putu Aryadi, S.Sos., M.H., menegaskan, pengupahan berbasis produktivitas sangat penting sebagai solusi untuk menciptakan keadilan bagi pekerja yang telah lama bekerja di perusahaan.

Ia menekankan bahwa sistem pengupahan yang selama ini fokus pada Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sering kali tidak adil bagi pekerja berpengalaman yang memiliki kompetensi dan etos kerja tinggi.

Sesuai Pasal 26 PP Nomor 51 Tahun 2023, formula perhitungan Upah Minimum mencakup 3 variabel yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu (disimbolkan dalam bentuk α).

“Selama ini masih banyak perusahaan yang menjadikan UMP dan UMK sebagai standar gaji/upah. Padahal, UMP-UMK hanya berlaku untuk pekerja baru,” tuturnya.

Aryadi menyebutkan bahwa berdasarkan data WLKP Online, jumlah perusahaan di NTB sebanyak 27.983, dan yang sudah menerapkan SuSu hanya 375 perusahaan. Harapannya, makin banyak perusahaan yang menerapkan SuSu sehingga bisa mensejahterakan pekerja dengan upah yang layak, berkeadilan, dan berkelanjutan karena akan berdampak pada hubungan industrial yang harmonis.

“Beban, kondisi, dan risiko kerja adalah hal yang mendasar dalam penyusunan struktur dan skala upah,” tegas mantan Irbansus pada Inspektorat Provinsi NTB tersebut.

Ia juga menyampaikan beberapa permasalahan yang kerap terjadi di lapangan terkait pengupahan, seperti kasus keterlambatan pembayaran upah, perbedaan pendapat mengenai jumlah upah, serta ketidaktahuan pekerja maupun perusahaan terkait aturan insentif.

“Dalam banyak kasus, masalah pengupahan berlarut-larut karena kurangnya komunikasi yang baik antara perusahaan dan pekerja. Kami selalu mendorong agar konflik diselesaikan melalui dialog dan mediasi, sehingga tidak perlu sampai ke pengadilan, yang tentunya akan memakan biaya dan waktu,” ujarnya.

Aryadi juga menyoroti banyaknya tenaga kerja kompeten dan berpengalaman di NTB yang tidak dibekali lisensi atau sertifikat kompetensi profesi. Karena itu, tahun lalu Disnakertrans telah mengusulkan pembentukan LSP P3 di NTB dan sudah dihubungkan dengan BNSP.

“Keadilan bukanlah memberikan upah yang sama rata, tetapi upah yang sesuai dengan kinerja dan tanggung jawab. Ini yang perlu dipahami oleh perusahaan, sehingga mereka dapat menyusun skema pengupahan yang lebih adil dan memotivasi pekerja untuk terus meningkatkan kapasitas diri,” tutup Aryadi.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut