spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiKekeringan, Petani Tak Bisa Tanam Komoditi Pangan

Kekeringan, Petani Tak Bisa Tanam Komoditi Pangan

KEKERINGAN yang terjadi di NTB, khususnya di Kabupaten Lombok Timur (Lotim) tahun 2024 ini terasa sangat berat dirasakan masyarakat, khususnya kalangan petani. Tidak sedikit petani mengalami gagal panen, karena tak bisa menyesuaikan kehendak alam.

Fakta itu dirasakan betul oleh petani di Dusun Kuang Selimun, Desa Perigi, Kecamatan Suela, Kabupaten Lotim. Muhammad Suhirjan, salah satu petani kepada Ekbis NTB, Sabtu 28 September 2024 lalu menceritakan wilayahnya sekarang mengalami dampak kekeringan yang cukup parah.

- Iklan -

Istilah paceklik katanya cukup tepat disematkan bagi petani di wilayah Perigi ini. Tidak ada produksi komoditi pangan satupun yang bisa dilakukan petani. Daerah yang sebagian besar tadah hujan ini pernah mencoba menanam jagung, karena sempat ada air hujan mengguyur. Namun naas, jagung yang ditanam tak dapat air yang dibutuhkan, sehingga berakibat gagal total.

Selama musim paceklik ini, belum ada solusi yang bisa dilakukan untuk petani. Faktanya, jangankan untuk petani. Kebutuhan paling dasar, ketersediaan air bersih bagi warga pun masih menjadi persoalan pelik di Desa Perigi ini.

Terlihat lahan-lahan persawahan yang cukup luas membentang di kaki Gunung Rinjani ini mengering. Tak ada tanaman hijau yang terlihat dapat ditanam oleh para petani.

Beberapa embung juga saat ini mengering. Begitupun sungai-sungai yang airnya dari Gunung Rinjani juga ikut mengering. Tidak heran juga disebut tahun ini sebagai kekeringan terparah jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Kepala Desa Perigi, Darmawan yang dikonfirmasi membenarkan fakta kekeringan yang terjadi di desanya. Khusus di pertanian ini katanya sudah terjadi sejak tiga bulan terakhir. Sedangkan untuk air bersih sudah cukup lama.

Tidak ada hujan, maka warga tidak akan bisa melakukan aktivitas apapun di ladang. Untuk saat ini, tidak saja komoditas pangan, komoditi lainnya pun sudah tak bisa ditanam. Air sebagai sumber kehidupan tanaman tidak ada yang mengalir.

Produksi pangan tahun ini di Perigi nyaris tak bisa dilakukan petani. Apalagi tanaman padi yang notabenenya paling banyak membutuhkan air. Tanaman jagung saja banyak tak berani tanam karena pernah gagal panen.

Saat masih ada ketersediaan stok air, petani kemudian banyak memilih komoditas tembakau. Kades ini mengaku sangat bersyukur dengan adanya komoditas tembakau yang bisa ditanam di lahan pertanian. Beberapa waktu lalu sudah panen tembakau dan harganya cukup menggembirakan petani. Tembakau menjadi penyelamat ekonomi rakyat Perigi.

Besar harapannya untuk mengatasi masalah krisis air di Perigi ini, pemerintah di level atas bisa turun tangan. Pasalnya, kalau menggunakan dana desa tidak mampu untuk menghadirkan sumber air. Apalagi untuk pertanian, untuk kebutuhan rumah tangga saja saat ini Desa Perigi ini mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. “Tidak ada sumber air yang bisa kita ambil,” ungkapnya.

Menurutnya, dibutuhkan biaya yang cukup besar agar masyarakat petani di Desa Perigi ini bisa melakukan aktivitas bercocok tanam sepanjang tahun. Tidak seperti sekarang. Ada sejumlah lahan sebelumnya bisa irigasi teknis. Akan tetapi sekarang sudah tidak bisa sama sekali karena tak ada air yang dialirkan. “Kalau pemerintah pusat atau provinsi yang bisa berikan kita bantuan. Bangun bendungan atau bak penampungan air yang besar agar bisa buat stok air.

Kondisi serupa juga dialami 240 jiwa atau 80 Kepala Keluarga di Lendang Belo Dusun Batutinja Desa Selaparang, Kecamatan Suela. Warga yang bertahun-tahun krisis air bersih ini berharap bisa terus dapat bantuan air bersih.

Amaq Rodi alias Asim selaku ketua RT di Lendang Belo ini menuturkan kampungnya ini mengalami krisis air bersih cukup lama, yakni sejak 1985 silam. Situasi terparah dirasakan setiap memasuki musim kemarau seperti dua bulan  terakhir ini.

Saluran air bersih yang terlihat berjubel melintasi perkampungan Dusun Belo selama dua bulan terakhir lebih sering kosong. Air hanya menetes. “Ada air, tapi sangat kecil,” ucap Amaq Rodi. Ia mengaku butuh waktu berjam-jam lamanya untuk bisa dapat satu bak air bersih.

Ia berharap pemerintah dan donatur sosial ini bisa terus berbagi dengan masyarakat Lendang Belo yang terbilang cukup lama mendambakan air bersih. Air bersih yang mengalir ke rumah-rumah warga saat ini katanya hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan masak. Sedangkan untuk mandi, cuci dan kakus sebagian besar warga lendang Belo ini terpaksa harus pergi ke sungai yang jaraknya 5 km. Apalagi untuk mengairi tanaman, nyaris tidak ada.

Keterbatasan air  yang dimiliki warga ini jelas sangat berdampak pada tingkat kesejahteraan masyarakat yang  notabenenya sebagian besar merupakan petani, sehingga diperlukan ada solusi dalam mengatasi masalah ini. Selain mampu mengatasi masalah air bersih, juga mampu mengairi tanaman milik petani yang ada di desa ini.

Sementara Pemkab Lotim seperti disampaikan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lotim, Lalu Muliadi, jika pihaknya lebih fokus mendistribusikan air bersih kepada masyarakat yang dilanda kekeringan. Menurutnya, pihaknya merespon permintaan masyarakat untuk mendistribusikan air bersih. Begitu BPBD mengetahui ada warga yang mengalami kekurangan air bersih langsung menyalurkan bantuan yang menjadi kebutuhan mendasar dari warga tersebut.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lotim, Sahri mengatakan  kekeringan merupakan kehendak yang maha Kuasa. Dinas Pertanian Lotim sejauh ini hanya menyampaikan imbauan kepada petani yang tidak memiliki sumber air agar tidak memaksakan diri untuk menanam.

Terhadap tanaman-tanaman yang masih bisa diselamatkan terus coba dilakukan langkah penyelamatan. Salah satunya dengan mengoptimalkan bantuan pompa air di wilayah yang paling rentan terkena kekeringan. Hal ini diharapkan dapat membantu mempertahankan ketersediaan air di lahan pertanian.

Tidak hanya itu, upaya juga diberikan pada optimalisasi prasarana pertanian seperti embung, irigasi perpipaan, irigasi perpompaan, serta penggunaan sumur air tanah dangkal dan dalam (sumur bor). Dengan dukungan infrastruktur yang baik, distribusi air ke lahan pertanian akan lebih terjamin, mengurangi risiko kekeringan.

Selain menjaga tanaman, Dinas Pertanian juga turut mengajak para petani untuk mengasuransikan tanaman padi mereka melalui program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Melalui program ini, para petani dapat merasa lebih aman dalam menghadapi risiko gagal panen akibat kekeringan. Dengan premi swadaya yang terjangkau, para petani dapat menerima ganti rugi maksimal hingga Rp 6 juta per hektar jika tanaman mereka mengalami kerusakan akibat bencana kekeringan atau serangan hama.

Penerapan metode pertanian yang berkelanjutan juga menjadi fokus dalam mengatasi dampak kekeringan terhadap lahan. Penggunaan pupuk organik atau kompos telah diterapkan untuk meningkatkan daya simpan air di lahan, menjaga kualitas tanah, dan mendukung pertumbuhan tanaman yang lebih baik. (rus)

Artikel Yang Relevan

Iklan






Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut