Karawang (ekbisntb.com) – Suasana Karawang hangat, ketika saya dan teman-teman rombongan Forum Wartawan Ekonomi (FWE) Nusa Tenggara Barat bersama tim dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Barat memasuki salah satu wilayah paling tertutup di republik ini, komplek Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri), tempat seluruh fisik rupiah yang beredar di negeri ini diproduksi.
Mengunjungi Peruri Karawang bukan perkara sederhana. Tak cukup hanya menunjukkan identitas pers atau surat tugas dari lembaga resmi. Bahkan pegawai Bank Indonesia pun tidak serta-merta bisa masuk ke komplek pencetakan uang ini tanpa izin khusus. Akses ke area ini begitu terbatas, sangat eksklusif dan penuh protokol. Inilah jantung dari kedaulatan ekonomi Indonesia, tempat lahirnya simbol kedaulatan bangsa.

Katanya, tidak banyak pihak yang bisa mendapatkan kesempatan mengunjungi Peruri. Menyaksikan uang dicetak. Bahkan orang Bank Indonesia sekalipun. Karenanya, bagi saya, bisa berkunjung ke tempat ini adalah momentum sejarah.
Keinginan berkunjung ke Peruri adalah keinginan lama. Karena rasanya penasaran, selama ini hanya menulis dan memberitakan tentang uang rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa. Baru tercapai, 26 Juni 2025. Itupun, kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat harus mengajukan jadwal lama untuk disediakan jadwal oleh Peruri.
Beroperasi di lahan seluas 320 hektare, Peruri Karawang adalah satu-satunya tempat pencetakan uang rupiah, baik kertas maupun logam. Termasuk tempat dicetaknya dokumen negara seperti paspor dan materai. Kantor Peruri yang lain berada di Jakarta, tetapi hanya untuk kegiatan administratif. Proses produksi uang hanya dilakukan di Karawang.
Peruri dijuluki “BUMN rasa Bank Indonesia.” Meskipun berstatus Badan Usaha Milik Negara, seluruh proses produksi diatur, diawasi, dan ditentukan oleh Bank Indonesia. Bahkan bahan baku kertas uang, jumlah cetakan uang, harus dari Bank Indonesia.
Tiba di Peruri, Kamis pagi, 26 Juni 2025, kami disambut Kepala Departemen Perencanaan dan Produksi Kontrol Peruri, Uswatun Hasanah beserta tim. Rombongan kami dipimpin oleh Deputy Kepala Kantor Bank Indonesia Nusa Tenggara Barat, Andhy Wahyu Riyadno. Sebelum diperkenankan masuk ke area vital, kami terlebih dulu dikumpulkan di Gedung Serbaguna Wahju Hagono untuk briefing. Di sana kami diberi penjelasan panjang lebar mengenai aturan dan etika selama mengunjungi gedung pencetakan uang.
Aturannya dijelaskan lengkap. Semua benda pribadi harus ditinggalkan. Tak ada kompromi, ponsel, dompet, uang, jam tangan, kamera, semua harus dikeluarkan. Tak ada ruang untuk pelanggaran sekecil apa pun. Setelah dipastikan tidak ada lagi barang-barang lain terbawa, kami diberikan ID Card VVIP, yang sekaligus berfungsi sebagai akses elektronik melewati pintu besi gedung pencetakan uang.
Jarak gedung pencetakan uang ini sekitar 100 meter dari Gedung Serba Guna, kami diarahkan memasuki jalur khusus pengunjung. Setiba di dalam gedung, aroma khas uang kertas baru menyergap hidung begitu pintu terbuka. Rasanya seperti memasuki dunia lain, steril, dan aktivitas di seperti sunyi, dan tertib.
Pengunjung akan melewati gallery seluruh uang yang sudah dicetak oleh Peruri dari semua Tahun Emisi, logam, maupun kertas. Semuanya dipajang di dalam lemari kaca. Hanya bisa dilihat, tak bisa dipegang. Gallery cetakan uang ini adalah cerita panjang perjalanan rupiah di Republik Indonesia.
Kami kemudian diarahkan melalui jalur khusus. Pengunjung tidak diperbolehkan bersinggungan langsung dengan proses pencetakan. Jalur pgawai tidak boleh sama dengan jalur tamu. Pegawai diperiksa saat masuk dan keluar. Mereka mengenakan pakaian kerja khusus dan diawasi oleh sistem keamanan berlapis sebagai SOP di dalam gedung pencetakan uang ini.
Pengunjung hanya punya akses menuju lantai II. Dari sanalah, kita menyusuri ruangan kaca, yang dibawahnya bisa dilihat pegawai Peruri dengan seluruh tahapan proses produksi uang rupiah, layaknya melihat ikan dalam akuarium.
Uang tidak dicetak sembarangan. Prosesnya dimulai dari ruang desain, tempat para pendesain uang bekerja menciptakan gambar, angka, hingga hologram yang menyulitkan pemalsuan. Desain yang sudah disetujui Bank Indonesia kemudian masuk tahap pemelatan sebelum dicetak.
Kami menyaksikan bagaimana mesin-mesin raksasa buatan Jerman dan Jepang bekerja, mencetak uang. Dari tumpukan kertas kosong berselimut pengamanan tinggi ditransformasi menjadi lembaran rupiah. Setiap ruang adalah setiap tahapan hingga ke ruang terakhir yang memastikan seluruh pencetakan uang. Semua proses ini diawasi ketat.
Satu lembar kertas khusus bisa memuat 45 lembar uang. Dan setiap lembar harus sesuai jumlah lembaran uang yang tercetak — tak boleh lebih, apalagi kurang. Hasil cetakan yang cacat sedikit pun, meski hampir tak kasat mata, diberi tanda untuk diserahkan kembali ke Bank Indonesia untuk dimusnahkan.
“Misalnya ada gambar atau garis kecil yang tidak tercetak sempurna, itu tetap dianggap gagal. Semua jumlahnya yang tercetak sempurna dan tidak sempurna dicatat dan dilaporkan ke Bank Indonesia,” ujar Uswatun Hasanah.
Proses pencetakan uang memakan waktu 21 hari hingga benar-benar diserahkan ke Bank Indonesia untuk diedarkan. Bukan hanya karena teknis mesin, tetapi karena tinta yang digunakan pun sangat spesifik. Pewarnanya tidak dijual bebas, hanya dipasok oleh vendor luar negeri yang ditunjuk.
Ketahanan warnanya telah teruji tak luntur dan tahan suhu ekstrem.
Ini menjadikan rupiah sebagai salah satu mata uang dengan tingkat keamanan tertinggi di dunia. Bahkan desain rupiah masuk daftar mata uang terumit secara artistik dan teknis.
Uniknya, semua pekerja Peruri harus Warga Negara Indonesia. Tak satu pun pekerja asing diperbolehkan terlibat, meskipun bidang pekerjaannya termasuk sangat teknis dan kompleks. Sebab mencetak uang bukan sekadar soal produksi, ini soal kedaulatan bangsa.
Peruri bukan museum atau tempat wisata. Menginjakkan kaki di dalamnya adalah pengalaman yang langka, nyaris mustahil bagi masyarakat umum. Tapi begitu masuk, melihat dari dekat bagaimana uang dilahirkan, kita akan faham, setiap lembar rupiah yang ada di kantong kita menyimpan kisah panjang, kerahasiaan tinggi, dan pengawasan ekstra ketat.
Maka, saat mengeluarkan selembar uang, ingatlah, itu bukan sekadar alat tukar. Itu adalah simbol kedaulatan bangsa yang dihasilkan dari proses panjang dan tidak sederhana. Dan rasanya beruntung, kami menjadi saksi mata dari proses paling rahasia di republik ini.
Terimakasih Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Nusa Tenggara Barat, Berry A Harahap, beserta jajaran, dan terimakasih Peruri atas pengalaman berharganya.(bul)