Mataram (Ekbis NTB) – Asosiasi Pengusaha Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, menolak pengesahan undang-undang tabungan perumahan rakyat bagi pegawai swasta. Kebijakan pemerintah pusat ini, dinilai membebankan pengusaha.
Ketua APINDO NTB, Wayan Jaman Saputra menilai, rencana pemerintah pusat mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai penolakan dari masyarakat. Demikian pula, 493 pengusaha yang tergabung di dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat. “Teman pengusaha menolak pengesahan peraturan pemerintah (PP) Tapera,” tegasnya dikonfirmasi pada, Kamis 30 Mei 2024.
Program Tapera ini dinilai merugikan pengusaha. Menurut Wayan, kondisi pengusaha sudah terlalu banyak beban dan kembali dibebani oleh pemerintah dengan Tapera sebesar 0,5 persen.
Menurutnya, pemerintah perlu berdiskusi terlebih dengan pihak-pihak tertentu, termasuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat sebelum mengeluarkan kebijakan.
“Seharusnya sebelum diundangkan harus ada pertemuan secara tripartit dari unsur pemerintah, asosiasi pekerja dan asosiasi pengusaha,” jelasnya.
Adapun beban potongan 2,5 persen ini dikatakan memberatkan pekerja. Pasalnya, tidak semua karyawan/pekerja butuh rumah.
Selain itu, konsep potongan 2,5 persen tentu butuh waktu yang lama untuk mengumpulkan tabungan untuk membeli rumah. Faktanya, sebagian daerah di Indonesia memiliki upah minimum provinsi dibawah Rp3 juta, sehingga perlu waktu puluhan tahun untuk membeli rumah dengan harga Rp200juta.
Sehingga, peraturan pemerintah terkait Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera ini dinilai merugikan, baik itu oleh pengusaha dan pekerja itu sendiri. (era)