Mataram (ekbisntb.com) – Komunitas Gelisah (Gerakan Lingkungan Sampah Nihil), selain mendaur ulang sampah anorganik, juga memanfaatkan sampah organik sebagai ekoenzim. Pendiri Komunitas Gelisah, Lailatul Ulfah menjelaskan bahwa, sampah organik yang ia manfaatkan yaitu sampah kulit buah.
Ia memilih kulit buah jeruk dan kulit buah pedagang rujak untuk difermentasi sebagai ekoenzim karena keresahannya di depan mata tentang pembuangan sampah yang dapat merusak lingkungan sekitar.
“Saya berpikir keras bagaimana cara mengolah limbah kulit buah tersebut menjadi produk yang bermanfaat, karena kalau diolah menajdi pupuk sudah terlalu jenuh,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil riset yang ia lakukan melalui berbagai macam media, seperti youtube dan buku, mengenai pengolahan limbah kulit buah, ia memutuskan untuk memanfaatkannya sebagai Ekoenzim, dan dijadikan sabun cuci piring ramah lingkungan.
Perjalanannya belajar mengolah sampah menjadi Ekoenzim berlangsung selama satu tahun, sehingga pendiri Komunitas Gelisah tersebut mampu menghasilkan produk yang dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga.
“Jadi, setiap sore saya mengambil sampah di pedagang es jeruk peras di sekitar Mataram untuk pengolahan ekonzim. Pas awal percobaan tidak langsung berhasil, karena membuat ekoenzim tidak semudah yang dipikirkan. Saya heran sama orang yang gampang buat ekoenzim. Tapi gitu, baunya seperti TPA,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa, ekoenzim itu punya rumus tersendiri. Ekoenzim dikatakan tidak berhasil ketika sampah yang difermentasi itu tidak mengeluarkan gas, dan sebaliknya. Untuk mendapatkan hasil fermentasi yang ramah lingkungan, harus menggunakan standar SOP fermentasi. Seperti, sampahnya diseleksi dan dibersihkan, menggunakan sarung tangan, dan langsung difermentasi ketika kondisinya masih baru.
“Jadi, ekoenzim yang saya punya itu pure sampah bersih dan segar, karena dibuat menggunakan SOP. Sehingga wanginya segar, bukan bau TPA yang pengolahan sampahnya asal-asalan,” ujarnya.
Ia menyebutkan manfaat dari ekoenzim yang ia fermentasi yaitu sebagai sabun cuci piring, pembersih lantai, dan hand sanitizer. Namun, saat ini ia lebih memfokuskan untuk membuat sabun cuci piring. Adapun bahan baku hasil fermentasinya juga dipasarkan, dan mereka terbuka untuk pengolahan bahan mentah tersebut.
Untuk pemasarannya produknya sudah berjalan sejak tiga bulan lalu. Perbulan mereka memproduksi sekitar 100 botol dan dijual dengan harga ekonomis, yaitu Rp. 10 ribu per botol dengan ukuran 450 ml. (ulf)