PENANGKAPAN ikan menggunakan bom dan peralatan berbahaya lainnya masih marak terjadi di perairan NTB. Tak terkecuali di wilayah Pulau Sumbawa khususnya di Selat Alas tempat nelayan Desa Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) dan Desa Labuhan Mapin, Kabupaten Sumbawa selama ini menggantungkan nafkah hidupnya.
Selat Alas dan perairan sekitarnya menjadi satu-satunya area penangkapan ikan para nelayan Poto Tano dan Labuhan Mapin. Maka tak heran jika kerusakan ekosistem lingkungan laut itu sangat mereka dikeluhkan. Kerusakan itu tak lain dikarenakan aksi oknum nelayan tak bertanggung jawab yang selama ini menangkap ikan menggunakan bom dan peralatan tangkap berbahaya lainnya.

Sudah sejak lama Selat Alas kerap menjadi sasaran para pelaku bom ikan. Perairannya yang dangkal dan cukup teduh terutama di Pulau Panjang dan pulau-pulau kecil sekitarnya menjadi tempat ideal ikan banyak berdiam diri. Dan kondisi itulah yang juga menarik minat para pelaku pengebom ikan.
Hasan salah seorang nelayan Desa Poto Tano menyebut, dibanding sekitar 5 atau 10 tahun lalu intensitas aksi pengemboman ikan di perairan Selat Alas dan sekitarnya saat ini sudah tidak terlalu tinggi. Namun begitu pada waktu-waktu tertentu saat musim ikan, tetap saja masih ditemukan di sekitaran Pulau Panjang. “Di Pulau Panjang yang masih kadang ada yang ngembom,” ungkapnya pekan kemarin.
Kegiatan pengeboman ikan itu tak dapat dihalau para nelayan. Menurut Hasan, nelayan tidak ada yang berani melarang, meski melihatnya langsung. Karena umumnya saat dilarang para pelaku kerap mengancam. “Kami tidak tahu persis asal mereka dari mana. Kami tidak mau ambil risiko, sehingga pilih menghindar kalau ada yang ngebom di laut,” ujarnya.
Senada dengan Hasan, Nasir, nelayan asal Desa Labuhan Mapin menyatakan, para pelaku pengebom ikan sudah tahu kapan musim ikan di wilayah Selat Alas. Maka saat itulah mereka akan melancarkan aksinya. “Biasanya mereka beroperasi di Takat Batang ujung barat Pulau Panjang, karena istilahnya di situ pintu keluar masuk ikan,” sebutnya.
Nasir mengaku, nelayan Desa Labuhan Mapin kerap melakukan perlawanan terhadap para pelaku pengebom ikan. Ia bahkan menyebut sering melakukan aksi kejar-kejaran di laut bahkan pernah beberapa kali menangkap para pelakunya. “Tapi kan kita tidak mau seperti itu terus karena harusnya tugas itu aparat yang melakukannya,” cetusnya.
Baik Hasan maupun Nasir kemudian sepakat jika ingin perairan Selat Alas dan sekitarnya aman dari para pelaku pengebom ikan dan nelayan yang menggunakan alat tangkap merusak lingkungan adalah dengan merutinkan kegiatan patroli.
Menurut mereka, perairan Selat Alas dan sekitarnya menjadi satu-satunya area tangkap nelayan kedua desa. “Ya harapan saya masifkan saja patroli. Itu solusinya. Kami siap memberikan informasi kalau ada aktivitas pengeboman, tinggal berikan saja nomor kontak petugasnya,” tegas Nasir.
Nelayan Desa Poto Tano dan Desa Labuhan Mapin memang sangat bergantung dengan perairan Selat Alas. Mereka tidak bisa mencari ikan jauh ke tengah laut karena tipikal sebagai nelayan harian. Mereka turun melaut menggunakan sampan-sampan kecil untuk memancing oleh nelayan Poto Tano, sedangkan nelayan Labuhan Mapin menggunakan bagang. Hasil mereka pun terbatas, hanya mampu menangkap jenis ikan-ikan kecil.
Karena itu, tak berlebihan kemudian jika nelayan kedua desa meminta agar patroli perairan oleh aparat dirutinkan di selat Alas dan perairan sekitarnya. Sebab jika tidak demikian, satu-satunya laut tempat mencari ikan akan berhenti memberi nafkah kepada mereka.(bug)
Artikel lainnya….
Enam Ton Garam Ditabur di Langit Bali Saat WFF Berlangsung
Pj Wali Kota Bima : Akibat Menanam Jagung di Lereng, Kerugian Mencapai Rp2,2 Triliun