26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiGENERASI Z DALAM ANCAMAN NEET

GENERASI Z DALAM ANCAMAN NEET

Oleh:

Ruha Rahma Baidho

- Iklan -

Mahasiswa Prodi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Mataram

Apa jadinya indonesia ke depan bila remaja Gen Z banyak menganggur atau tidak mampu berkreasi menciptakan lapangan kerja minimal untuk dirinya sendiri. Hal ini perlu mendapat atensi dari pemangku kebijakan. Sebenarnya, ada banyak Gen Z memiliki potensi besar untuk merubah masa depan mereka menjadi lebih baik, entah dari lulusan SMA, SMK ataupun lulusan diploma dan S1. Namun sering kali ketiadaan peluang dan daya dorong negara menjadikan potensi itu tidak terpantau. Peluang menjadi pengangguran kalangan gen z bagaikan “bom waktu” yang bisa kapan saja meledak dan menjadi permasalahan pelik bangsa di kemudian hari.

Tingginya angka pengangguran di kalangan Gen Z patut menjadi perhatian serius, mengingat potensi mereka dalam mendongkrak ekonomi nasional justru tertahan oleh kesenjangan keterampilan dan rendahnya kesiapan menghadapi dunia kerja modern. Berdasarkan data terakhir, hampir seperempat penduduk Gen Z di Indonesia tergolong NEET (Not in Employment, Education or Training), artinya tidak bekerja, tidak sekolah dan tidak mengikuti pelatihan, sehingga mereka tidak berkontribusi secara langsung terhadap pembangunan ekonomi. Pada 2024, sejumlah 20,31persen penduduk muda usia 15-24 tahun di Indonesia berstatus NEET. Walau mengalami penurunan dari 24,77 persen pada 2015, namun masih tergolong tinggi dan menempati posisi tertinggi kedua di tingkat ASEAN. Beberapa provinsi dengan tingkat NEET tertinggi adalah Papua Tengah (31, 2 persen) dan Maluku (29,43 persen) sedangkan yang terendah adalah Bali (7,26 persen).

Status NEET bagi Gen Z berpeluang memperburuk kemiskinan struktural dan memperbesar risiko “lost generation”, di mana potensi produktif Gen Z tidak terserap secara optimal. Faktor penyebab NEET dapat berupa kurangnya keterampilan, minimnya lowongan kerja yang sesuai, ketidakcocokan minat dengan peluang yang ada hingga masalah sosial dan keluarga.

Contoh nyata yang banyak ditemukan adalah lulusan SMA yang tidak melanjutkan pendidikan tinggi dan belum memiliki pekerjaan tetap. Pemuda Gen Z lebih memilih untuk menjadi pekerja lepas tanpa pendapatan tetap dan kejelasan masa depan. Mereka sesekali mengikuti kursus singkat daring namun kegiatan ini belum diakui secara formal yang oleh statistik BPS karena tidak tercatat sebagai pendidikan atau pelatihan resmi.​

Dalam konteks gender, perempuan, berdasar survei menunjukkan bahwa mayoritas perempuan muda lebih banyak tergolong NEET di banding laki-laki, yaitu 26,54 persen berbanding 19,21 persen. Tingginya NEET kaum perempuan umumnya karena alasan membantu keluarga, keterbatasan akses kerja atau memilih belajar mandiri dari rumah.​

Terjadinya penumpukan lulusan SMA dan perguruan tinggi yang sulit terserap oleh pasar kerja antara lain akibat ketidakcocokan keterampilan dengan kebutuhan industri. Fenomena ini membutuhkan penanganan serius melalui program magang, voulenter, pelatihan vokasi, dan peningkatan akses pendidikan tinggi agar potensi dan talenta Gen Z dapat lebih terpetakan serta dikembangkan.

Apa yang dicanangkan pemerintah dengan program magang berbayar menjadi salah satu strategi mengurangi peluang pengangguran di kalangan Gen Z. Namun demikian, program ini perlu memperhatikan kebutuhan Gen Z secara psikologis. Sehingga, kesan Gen Z yang cepat bosan dalam bekerja, terlalu memilih pekerjaan tidaklah terjadi.

Ruang-ruang pekerjaan yang akan dilatih perlu diarahkan yang benar-benar terkait dunia Gen Z yang penuh dengan sentuhan teknologi. Gen Z perlu diarahkan untuk keluar dari zona nyaman, tidak cepat puas dan terus mendalami peluang-peluang kerja secara mandiri. Ke depan, tentu saja ruang pekerjaan tidak saja identik dengan perkantoran, pakaian lengkap pekerja, namun dapat secara informal di rumah masing-masing, namun menghasilkan pendapatan dan masa depan yang menjanjikan.

Dengan demikian, mengarahkan Gen Z mencapai NEET yang minimal adalah langkah strategis untuk diraih pemerintah ke depan. Mempersiapkannya tentu dengan memperhatikan kebutuhan utama bagi Gen Z untuk berkarya dan meraih masa depan. Itu harapan kita bersama.

Artikel Yang Relevan

Iklan












Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut