Mataram (ekbisntb.com) – Dinas Perdagangan Provinsi NTB terus meningkatkan pengawasan impor barang pada berbagai pintu masuk guna meminimalkan masuknya barang-barang secara ilegal ke wilayah tersebut.
“Kami melakukan pengawasan bersama instansi terkait, seperti Bea Cukai, Badan Karantina, Polda, dan KP3,” kata Kepala Dinas Perdagangan NTB Baiq Nelly Yuniarti di Mataram, Rabu 24 Juli 2024.
Nelly menuturkan pintu masuk yang sering dilakukan pengawasan salah satunya Pelabuhan Lembar yang terletak di Lombok Barat Nusa Tenggara Barat. Pelabuhan Lembar menghubungkan Pulau Lombok dengan Surabaya, Bali dan Bima di Pulau Sumbawa.
Berbagai jalan masuk pintu tikus juga terus diawasi bersama pihak kepolisian untuk menekan kasus impor ilegal ke Nusa Tenggara Barat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor Nusa Tenggara Barat pada Juni 2024 sebesar 40,37 juta dolar AS. Jumlah itu mengalami penurunan sebesar 59,17 persen bila dibandingkan dengan impor pada Mei 2024 sebesar 98,88 juta dolar AS.
Aktivitas impor bulan Juni 2024 berasal dari Jepang (55,49 persen), Amerika Serikat (9,17 persen), Australia (8,09 persen), Singapura (6,62 persen), China (5,58 persen) dan lainnya (15,05 persen).
Kelompok komoditas impor dengan nilai terbesar adalah karet dan barang dari karet (48,26 persen), mesin-mesin/pesawat mekanik (35,86 persen), kendaraan dan bagiannya (5,42 persen), serta mesin/peralatan listrik (4,02 persen).
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, pemerintah pusat mengumumkan pembentukan Satgas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor. Salah satu anggota dari satuan tugas tersebut adalah pemerintahan daerah.
Terdapat tujuh jenis barang yang diawasi, yakni tekstil dan produk tekstil, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, keramik, elektronik, alas kaki, kosmetik dan barang tekstil sudah jadi.
Pembentukan satgas itu dilatarbelakangi oleh beberapa industri tekstil yang tutup serta keluhan dari dunia usaha nasional terkait maraknya produk-produk impor yang dikategorikan ilegal karena jauh daripada harga yang semestinya dan tidak bisa dipertanggungjawabkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan sebagainya, sehingga terjadi PHK, penutupan pabrik dan lain-lain.
“Terkait Satgas di Nusa Tenggara Barat belum kami bentuk, jadi belum ada kerja Satgas,” pungkas Kepala Dinas Perdagangan NTB Baiq Nelly Yuniarti. (ant)