26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiLogis Menyorot Pertumbuhan Ekonomi NTB Terendah Kedua di Indonesia di Kuartal II...

Logis Menyorot Pertumbuhan Ekonomi NTB Terendah Kedua di Indonesia di Kuartal II 2025

Mataram (ekbisntb.com)-

Pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat  pada Kuartal II 2025 tercatat terendah kedua secara nasional, dengan kontraksi mencapai minus 0,82 persen secara tahunan. Angka tersebut dinilai bukan sekadar statistik, melainkan potret rapuhnya fondasi ekonomi NTB yang terlalu bergantung pada sektor ekstraktif.

- Iklan -

Begitu produksi menurun atau aturan ekspor diperketat, ekonomi NTB langsung terpukul. Situasi ini sudah berulang kali terjadi, namun pemerintah daerah tampaknya enggan belajar. Alih-alih membangun ketahanan ekonomi jangka panjang, kebijakan yang diambil justru cenderung reaktif dan menunggu momentum harga komoditas.

Padahal, NTB memiliki dianggap modal kuat di sektor lain: pariwisata, pertanian, perikanan, hingga UMKM. Sayangnya, sektor-sektor tersebut masih diperlakukan sebagai pelengkap, bukan prioritas utama.

Tidak adanya roadmap diversifikasi ekonomi yang jelas membuat NTB kerap terjebak pada pola lama: ketika tambang jatuh, ekonomi ikut terpuruk. Kondisi ini menunjukkan lemahnya visi pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan dan inklusivitas.

Direktur Lombok Global Institute (Logis) NTB M. Fihiruddin mengaku miris dengan potret tersebut. Ia justru menyorot belum adanya langkah kongkret kepala daerah untuk mengatasi persoalan tersebut.

“Di tengah kontraksi ini, publik justru minim mendapatkan penjelasan tegas dan langkah konkret dari Gubernur NTB. Belum ada komunikasi yang jelas mengenai strategi pembenahan struktural, baik dalam jangka pendek maupun panjang,” kata M. Fihiruddin, Rabu, 24 September 2025.

Padahal, kata Fihiruddin, transparansi dan kepemimpinan yang visioner sangat dibutuhkan untuk meredam kegelisahan masyarakat dan mengembalikan kepercayaan investor.

“Jika berada diatas Papua Tengah, itu artinya jatuh sekali karena Papua Tengah itu provinsi baru berdiri, belum punya apa-apa sebagai pengendali ekonomi karena infrastruktur ekonominya ada di Papua Barat sebagai Provinsi Induk. Sangat miris kalau NTB hanya berada diatas Papua Tengah,” ujarnya.

Jika situasi ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak luas terhadap situasi kehidupan di masyarakat.

Logis mendesak Gubernur NTB segera merumuskan langkah kongkret baik bersifat jangka pendek, jangka menengah, maupun panjang.

“Masyarakat butuh bukti,” ujarnya.

Beikut Daftar Pertumbuhan Ekonomi 38 Provinsi Indonesia Kuartal II 2025 (sesuai data pada gambar/GoodStats – sumber BPS):

• Maluku Utara = 32,09%

• Sulawesi Tengah = 7,95%

• Kepulauan Riau = 7,14%

• Bali = 5,95%

• Sulawesi Tenggara = 5,89%

• Sulawesi Utara = 5,64%

• Kalimantan Barat = 5,59%

• DI Yogyakarta = 5,49%

• Nusa Tenggara Timur = 5,44%

• Sumatra Selatan = 5,42%

• Kalimantan Selatan = 5,39%

• Banten = 5,33%

• Jawa Tengah = 5,28%

• Jawa Barat = 5,23%

• Jawa Timur = 5,23%

• DKI Jakarta = 5,18%

• Gorontalo = 5,16%

• Lampung = 5,09%

• Jambi = 4,99%

• Bengkulu = 4,99%

• Kalimantan Tengah = 4,99%

• Sulawesi Selatan = 4,94%

• Aceh = 4,92%

• Sumatra Utara = 4,62%

• Kalimantan Timur = 4,69%

• Riau = 4,59%

• Kalimantan Utara = 4,54%

• Sulawesi Barat = 4,29%

• Kep. Bangka Belitung = 4,09%

• Papua Selatan = 3,99%

• Sumatra Barat = 3,95%

• Papua = 3,55%

• Maluku = 3,39%

• Papua Barat Daya = 3,19%

• Papua Pegunungan = 3,19%

• Papua Barat = –0,23%

• Nusa Tenggara Barat = –0,82%

• Papua Tengah = –9,83%.(r)

Artikel Yang Relevan

Iklan












Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut