Lombok (ekbisntb.com) – Kebijakan fiskal pemerintah tahun 2024 salah satunya diarahkan untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Cita-cita ini ditempuh melalui target-target jangka pendek-menengah, antara lain penghapusan kemiskinan ekstrem, penurunan stunting, pengendalian inflasi, dan dukungan peningkatan investasi.
Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan (DJPB) Provinsi NTB Ratih Hapsari Kusumawardani mengatakan, untuk program penghapusan kemiskinan ekstrim, pemerintah pusat telah membelanjakan anggaran di NTB sebesar Rp1,32 triliun. Anggaran ini dibelanjakan melalui pemberian bansos tunai untuk masyarakat miskin, bantuan pendidikan, dan membangun sarana-prasarana yang layak bagi masyarakat.
Ia mengatakan, pemerintah menggelontorkan Rp887 miliar untuk program keluarga harapan dengan jumlah penerima manfaat sebanyak Rp1,82 juta KPM dan Rp46,09 miliar untuk bansos anak yatim piatu dengan jumlah penerima manfaat sebanyak 91,98 ribu penerima manfaat.
“Pemerintah juga memberikan pelatihan kepada masyarakat untuk meningkatkan kompetensi melalui Kartu Prakerja sebesar Rp71,5 miliar untuk 17,02 ribu KPM,” kata Ratih Hapsari Kusumawardani saat memberikan keterangan pers terkait kinerja fiskal, ekonomi dan moneter NTB tahun anggaran 2024 yang berlangsung di kantor DJPB NTB, Kamis 23 Januari 2025.
Selain itu, target penurunan kemiskinan esktrem dicapai melalui berbagai program yang beberapa di antaranya yaitu program perlinsos sebesar Rp10,66 miliar rupiah, pembangunan prasarana perumahan dan pemukiman Rp211,6 miliar, bantuan pendidikan tinggi sebesar Rp21,88 miliar, dan pelatihan bidang industri Rp17,9 miliar.
Selanjutnya, untuk penanganan stunting, pemerintah pusat telah membelanjakan sebesar Rp57,98 miliar yang ditujukan untuk mendukung tiga intervensi penanganan stunting, yaitu intervensi sensitif yang mendukung penanganan melalui kegiatan yang berhubung dengan penyebab tidak langsung stunting sebesar Rp50,5 miliar.
Kemudian intervensi spesifik yang mendukung penanganan penyebab stunting secara langsung sebesar Rp546,37 juta. Serta intervensi dukungan kegiatan-kegiatan yang menjadi pendukung seperti pencatatan sipil, penguatan posyandu, surveilans gizi, dan lain-lain sebesar Rp6,93 miliar.
Secara umum, belanja-belanja penanganan stunting tersebut digunakan untuk melaksanakan pelatihan bidang kesehatan bagi masyarakat, pembinaan, penyelenggaraan air minum yang layak, sampai peningkatan mutu tenaga kesehatan.
“Program pencegahan dan penurunan stunting juga dilakukan pada skala desa melalui Dana Desa sebesar 161,7 miliar rupiah,” ujarnya.(ris)