Mataram (ekbisntb.com) – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Provinsi Nusa Tenggara Barat tidak hanya berdampak pada peningkatan gizi masyarakat, tetapi juga membuka peluang kerja yang luas. Karenanya, Gubernur NTB, Dr. H. Lalu. Muhamad Iqbal meminta agar program MBG ini dikawal serius dan disukseskan secara maksimal.

Ketua Satgas MBG Provinsi NTB, Dr. H. Ahsanul Khalik, Selasa, 23 Hingga 15 September 2025, program ini telah menyerap 11.650 tenaga kerja lokal dengan berbagai peran. Dengan proyeksi kebutuhan 613 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG, jumlah tenaga kerja yang diserap diperkirakan dapat mencapai 29.891 orang.

mengatakan tenaga kerja tersebut tersebar di 269 SPPG aktif dengan beragam tugas, mulai dari juru masak, tenaga distribusi, keamanan, akuntan, hingga ahli gizi. “Kalau seluruh kebutuhan 623 SPPG di NTB terpenuhi, maka setiap dapur yang rata-rata menyerap 47 tenaga kerja akan memberi peluang kerja hampir 30 ribu orang. Ini manfaat besar selain pemenuhan gizi masyarakat,” ujarnya di Mataram, Senin (23/9).
Capaian Penerima Manfaat
Hingga pertengahan September, program MBG di NTB telah melayani 862.734 penerima manfaat dari potensi 1.850.501 jiwa atau sekitar 47 persen. Sebanyak 987.767 jiwa masih menunggu giliran terlayani.
Sebaran penerima manfaat mencakup peserta didik dari PAUD, TK, SD, MI, SMP, MTs, SMA, SMK, MA, SLB, pondok pesantren, hingga PKBM. Selain itu, program ini juga menjangkau non-peserta didik seperti balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.
“MBG di NTB berjalan cukup progresif jika dibandingkan dengan capaian nasional yang baru sekitar 27–28 persen atau 23 juta penerima manfaat. Artinya, NTB lebih siap dari sisi infrastruktur, koordinasi lintas sektor, serta dukungan mitra lokal,” jelas Ahsanul Khalik.
Mitra Lokal Terlibat
Program MBG NTB juga menggerakkan perekonomian daerah dengan melibatkan 944 mitra dan supplier lokal, yang terdiri atas 25 koperasi, 3 BUMDes, 469 UMKM, dan 447 supplier lainnya.
Dampak positif ini terlihat di pasar-pasar tradisional, di mana pedagang sayur dan bahan pangan kini lebih cepat habis dagangannya karena terserap program MBG. “Kalau dulu pedagang baru selesai jualan menjelang sore, sekarang jam 10 pagi dagangan mereka sudah ludes. Ini bukti MBG ikut menghidupkan ekonomi lokal,” kata Ahsanul.
Tantangan dan Evaluasi
Meski progres berjalan baik, Satgas MBG tidak menampikkan adanya kasus keracunan. Kasus tersebut antara lain terkait distribusi makanan, pengolahan bahan yang tidak layak, hingga ketidaksesuaian harga dengan standar biaya.
“Jumlah kasusnya sangat kecil dibanding total penerima manfaat yang sudah di atas 860 ribu orang. Sangat kecil sebenarnya temuan kasusnya. Namun tetap menjadi perhatian. Kami sudah memperketat pengawasan dengan mewajibkan setiap SPPG melibatkan ahli gizi dalam proses pembelian, pengolahan, hingga distribusi makanan,” tegasnya.
Satgas juga mendorong adanya SOP lebih jelas serta sanksi tegas dari Badan Gizi Nasional bagi pihak yang melanggar. Selain itu, sistem akuntansi pembayaran telah diperkuat agar lebih transparan.
“Kalau ada makanan yang nilainya di bawah standar Rp10 ribu per paket, maka pembayaran tidak boleh tetap Rp10 ribu, tapi sesuai nilai riil yang ditemukan oleh akuntan dan penanggung jawab SPPG,” jelas mantan Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB ini.
Rekomendasi
Untuk memperluas jangkauan, Satgas MBG NTB merekomendasikan keterlibatan lebih besar dari desa/kelurahan, PAUD, TK, Posyandu, serta fasilitas pendidikan lain. Hal ini untuk memastikan balita, ibu hamil, dan ibu menyusui mendapat manfaat yang lebih luas.
“Program ini terbukti memberi manfaat ganda, baik dari sisi gizi maupun ekonomi. Oleh karena itu, kami sejalan dengan arahan Gubernur, tetap melanjutkan MBG dengan evaluasi menyeluruh. Kelemahan-kelemahan harus diperbaiki sambil jalan,” pungkas Ahsanul Khalik.
Dengan capaian yang lebih maju dibanding rata-rata nasional, NTB diharapkan dapat menjadi model implementasi MBG di daerah lain, sekaligus memperkuat langkah menuju Generasi Emas Indonesia 2045.(bul)