Kasus wisatawan meninggal di kawasan wisata di NTB khususnya 3 Gili dan hilang atau meninggal saat berwisata di area pendakian Taman Nasional Gunung Rinjani, agar disikapi serius oleh pemerintah daerah. Para pelaku wisata mencermati, pemerintah khususnya Pemprov NTB perlu mengambil langkah pencegahan mengacu pada banyaknya kasus yang terjadi.
Ketua PHRI Kabupaten Lombok Utara (KLU), Lalu Kusnawan, kepada Ekbis NTB, Minggu (22/9), mengatakan, saat ini pemerintah daerah belum menerapkan standar pengamanan yang bersifat pencegahan terhadap kasus yang mungkin timbul di kemudian hari. Adapun keberadaan lintas instansi di bawah Basarnas, lebih bersifat mitigasi pascaterjadinya kasus.
“Apakah standar sekuriti 3 Gili sudah ada, ternyata tidak. Apakah dokter, puskesmas dari lembaga pemerintah ada, ternyata tidak juga. Saya berkali-kali minta, standar sekuriti itu diadakan. Jangan hanya begitu mau lebaran Idul Fitri, baru dibentuk posko pemantau, kenapa tidak dibiatkan Posko saat high season,” tegas Kusnawan kemarin.
Sebagai destinasi wisata dengan potensi arus kedatangan wisatawan saat high season antara 3.000 – 3.500 orang per hari, Pemprov NTB perlu menggugah Pemda Lombok Utara untuk membangun implementasi Sapta Pesona yang serius di 3 Gili. Pasalnya, arus kunjungan high season didominasi oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia, dimana kenyamanan dan keamanan mereka menciptakan persepsi publik internasional.
“Pada bulan ini saja, satu hari itu kita kedatangan 3.500 orang lewat jalur fast boat. Adanya Posko Terpadu ketika high season ini sangat penting,” tambahnya.
Menurut GM Hotel Willson’s Retreat Gili Trawangan ini, tidak ada alasan bagi Pemda untuk tidak merespon usulan pelaku pariwisata. Andil pelaku pariwisata tidak hanya menyediakan lapangan kerja, tetapi juga menyediakan retribusi, pajak daerah dan pajak bagi pemerintah pusat. “Silakan dianggarkan, kita sudah bayar pajak, kita bayar retribusi. Dan yang paling penting, database. Kalau ada database, ketika ada kejadian emergency, gampang melacaknya,” ujarnya.
Sebaliknya, Kus melihat kesiapan daerah untuk mengelola kawasan wisatanya belum maksimal. Daerah sejauh ini hanya berinvestasi pada aspek fisik, namun belum mengarah pada manajemen keselamatan para pengunjung. “Kalau dibuat database, in/out-nya jelas. Orang ini pernah di sini, mudah dilacak.”
Sebagaimana kasus terbaru, hilangnya wisatawan asal Rusia, mengundang atensi dari Duta Besar Rusia di Jakarta. Terlebih lagi, pendaki yang diketahui bernama Mordovina Alexandra (44), hilang sejak Kamis 12 September 2024 di area TNGR dan diduga mendaki melalui jalur ilegal.
Dari kasus tersebut, Kusnawan berpandangan, manajemen pengelolaan kawasan wisata yang memprioritaskan kenyamanan, keamanan dan keselamatan wisatawan harus ditatakelola ulang dengan baik melibatkan instansi yang kompeten.
“Belum lagi kita berbicara masalah sampah yang tidak kunjung usai. Jadi menurut saya, harus ada tata kelola. Perlu dibentuk lembaga Adhoc, Task Force atau semacamnya yang berfungsi untuk menyelesaikan persoalan sesuai fokus masalah di kawasan wisata,” tandasnya. (ari)