Mataram (ekbisntb.com) – Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) wilayah Bali Nusa Tenggara, H. Zamroni, menyampaikan harapannya setelah terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah dapat menjadi momentum untuk meningkatkan pengawasan dan penertiban terhadap travel-travel umrah ilegal yang masih marak beroperasi dan berpotensi merugikan calon jemaah.

Zamroni di Mataram, Senin, 22 September 2025 menegaskan bahwa praktik pemberangkatan umrah oleh pihak-pihak yang tidak memiliki izin resmi masih terjadi, termasuk di wilayah NTB. Tidak hanya travel umrah ilegal, termasuk oleh beberapa Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang seharusnya hanya berfungsi sebagai pembimbing, bukan penyelenggara perjalanan.

“KBIH itu kan tugasnya hanya membimbing, bukan menjual paket umrah atau memberangkatkan jemaah. Yang sah mengurus keberangkatan umrah adalah travel resmi yang memiliki izin dari Kementerian,” ujar Zamroni.
Zamroni juga mengungkapkan soal travel umrah yang belum memiliki izin PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah) yang dilaporkan kepada Kementerian Haji dan Umrah yang baru dibentuk. Namun, langkah awal yang dilakukan oleh kementerian adalah dengan memberikan pemahaman terkait regulasi yang berlaku kepada travel tersebut sebelum diarahkan untuk mengurus perizinan secara resmi.
“Untuk sementara waktu, travel umrah illegal yang dilaporkan ini diizinkan tetap beroperasi, namun wajib bekerja sama dengan travel yang sudah memiliki izin resmi. Nama yang boleh digunakan juga hanya nama travel resmi, tidak boleh memakai nama sendiri,” jelasnya.
Menurut Zamroni, regulasi terkait penertiban travel umrah illegal sebenarnya sudah ada sejak lama, namun implementasinya masih terkendala oleh minimnya personel dan anggaran operasional dari instansi terkait. Ia menyebutkan bahwa upaya penegakan hukum terhadap travel ilegal masih terbatas, kecuali jika sudah menyangkut penipuan atau pelanggaran pidana.
“Dulu ada Satgas Haji dan Umrah, tapi karena melibatkan banyak instansi seperti imigrasi, kepolisian, hingga bea cukai, koordinasinya sulit dan operasionalnya pun tidak maksimal,” kata Zamroni.
Kini, dengan adanya kementerian baru yang fokus khusus pada urusan haji dan umrah, Zamroni melihat peluang besar untuk perbaikan sistem, terutama dalam hal pengawasan dan edukasi kepada masyarakat.
“Kalau sekarang sudah kementerian sendiri, anggaran operasional untuk pengawasan bisa lebih jelas dan fokus. Kami berharap fungsi pengawasan bisa berjalan optimal,” ujarnya.
Edukasi Jemaah Masih Minim
Zamroni juga menyoroti rendahnya literasi masyarakat terkait travel umrah resmi. Banyak jemaah yang tergiur oleh iming-iming harga murah dan kemudahan dari travel tidak resmi, tanpa mengecek legalitasnya terlebih dahulu.
“Masyarakat kita belum terbiasa mengecek keabsahan travel melalui website resmi. Di daerah seperti Lombok, akses informasi masih terbatas. Oleh karena itu, edukasi secara langsung dan terus-menerus kepada jemaah sangat penting,” ungkapnya.
Ia pun mengusulkan pembentukan tim khusus Kementerian Haji dan Umrah bersama asosiasi penyelenggara umrah untuk melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat, seperti ke pengajian-pengajian dan komunitas Muslim, guna memberikan informasi tentang travel resmi dan risiko menggunakan jasa travel ilegal.
“Dulu kami sudah usulkan (ke Kemenag) untuk pembentukan tim sosialisasi, tapi belum terealisasi sampai sekarang. Padahal ini sangat penting agar masyarakat tidak menjadi korban,” pungkasnya.(bul)