KUALITAS kopi dari Lombok dan Sumbawa semakin mengemuka di tingkat nasional. Bahkan kopi Arabika maupun Robusta yang dihasilkan di lereng Gunung Rinjani dan Tambora berada di jajaran tiga kopi terbaik Nusantara, selain kopi Gayo dan kopi Toraja.
Anggota DPR RI sekaligus Ketua Asosiasi Kopi Indonesia (ASKI) wilayah NTB H. Suryadi Jaya Purnama (SJP) mengaku tak heran jika makin banyak buyer luar negeri yang mencari kopi NTB. Namun demikian, soal tata niaga kopi inilah yang masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Bagaimana agar harga kopi tetap bisa memberikan keuntungan yang bagus untuk petani.
SJP – sapaan akrabnya mengatakan, tata niaga kopi hampir sama dengan komoditi lain. Karena pemerintah belum punya konsep bagaimana tata niaga beberapa komoditas unggulan, sehingga cenderung sektor hulu atau sektor produksi tak terlalu diuntungkan saat terjadi kenaikan harga.
“Saat terjadi kenaikan harga, lebih banyak dinikmati oleh para tengkulak, tak hanya di komoditas kopi saja, tapi di hampir semua komoditas. Karena itu kita harus benahi tata niaga komoditas unggulan,” kata SJP kepada Ekbis NTB akhir pekan kemarin.
Salah satu problem yang perlu dicarikan jalan keluar yaitu akses petani yang masih minim terhadap informasi dan permodalan, sehingga mereka tak mengetahui perubahan harga pasar. Saat terjadi kenaikan harga biji kopi seperti sekarang ini, maka mereka seharusnya mendapatkan manfaat dari kenaikan harga tersebut.
“Itu juga yang menjadi atensi ASKI ini. Namun kami tak berpihak kepada salah satu, kami memberikan atensi baik kepada petani kopi, tengkulak termasuk penikmat kopi.
Ia mengatakan, problem lainnya di masalah pertanian kopi ini adalah belum massifnya dukungan pemerintah untuk mengembangkan produk unggulan ini di NTB. Sebab jika Kopi Toraja dan Kopi Aceh sudah mendapatkan sertifikat dari pusat kopi dunia di London, Inggris. Sementara kopi NTB sampai saat ini belum ada yang mengajukannya, sehingga belum mendapat pengakuan secara internasional.
“Nah ini langkah pertamanya, selain kualitas yang bagus, kita perlu legitimasi pada lembaga-lembaga yang punya hak wewenang memverifikasi dan mengeluarkan sertifikat kualitas kopi. Oleh karena itu perlu langkah – langkah dari hulu ke hilir melakukan edukasi, bagaimana pembibitan, petani harus diberikan pelatihan cara penanaman, perawatan, sampai kepada cara panen. Demikian juga bagaimana mengolahnya,” katanya.
Lanjut SJP, bicara kopi adalah bicara citarasa. Untuk menghasilkan rasa berkualitas ini, perlu ketelatenan dari pembenihan, penanaman, perawatan, bahkan saat panen akan mempengaruhi kualitas kopinya. Karena itu, dari hulu hingga hilir harus digarap dengan gerakan bersama, termasuk ASKI.(ris)