Lombok (ekbisntb.com) – Jumlah alokasi Dana Desa (DD) yang diberikan kepada 239 desa se Kabupaten Lombok Timur (Lotim) sebesar Rp 274 miliar. Dihitung, masing-masing desa rata-rata Rp 1 miliar. Berdasarkan keputusan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes dan PDT) Nomor 3 tahun 2025, 20 persen atau Rp200 juta wajib untuk ketahanan pangan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), Salmun Rahman kepada Ekbis NTB, Jumat 21 Februari 2025 menjelaskan perubahan ini menekankan pada pengelolaan 20 persen DD untuk program ketahanan pangan.

Dalam Permendes dan PDT terbaru, alokasi dana untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dikurangi dari 25 persen menjadi 15 persen, sementara alokasi untuk ketahanan pangan tetap sebesar 20 persen. Dengan demikian, setiap desa akan mendapatkan dana sekitar Rp 200 juta untuk program ketahanan pangan. Secara keseluruhan, alokasi DD untuk 239 desa mencapai Rp 274 miliar, dengan rata-rata per desa berkisar antara Rp 1 miliar hingga Rp 2 miliar.
‘’Perubahan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Desa Nomor 3 Tahun 2025, yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2024. Salah satu poin penting dalam regulasi baru ini adalah pengalihan pengelolaan program ketahanan pangan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) atau lembaga ekonomi masyarakat setempat jika BUMDes belum terbentuk,’’ terangnya.
Sementara sebelumnya, DD lebih banyak digunakan untuk pembangunan fisik seperti jalan, irigasi, atau pengadaan bibit sapi, kini fokusnya bergeser ke ketahanan pangan. Salmun menambahkan, perubahan ini sempat menimbulkan kebingungan di tingkat desa, karena muncul secara mendadak. “Desa-desa harus menyesuaikan kembali rencana mereka, terutama karena aturan ini muncul menjelang akhir tahun 2024,” katanya.
Namun, ia menegaskan bahwa perubahan ini merupakan langkah strategis jangka panjang untuk memperkuat ketahanan pangan di tingkat desa.
Salmun menjelaskan pembangunan infrastruktur fisik akan dihentikan sementara waktu, kecuali jika infrastruktur tersebut dikelola oleh BUMDes untuk kepentingan usaha. “Misalnya, jika ada kolam ikan, itu bisa digunakan untuk pengembangan bibit ikan. Atau jika BUMDes memiliki lahan, bisa digunakan untuk pengembangan ternak dengan membangun kandang,” ujarnya. Aset-aset ini akan dipisahkan dan dikelola secara profesional oleh BUMDes.
Perubahan regulasi ini membuka peluang besar bagi BUMDes untuk berkembang. Salmun mencontohkan, BUMDes bisa memanfaatkan peluang ini dengan menjadi pemasok bahan pangan seperti telur dan daging untuk sekolah-sekolah melalui program Bantuan Pangan Sekolah (MBG). “Jika BUMDes mampu, silakan ajukan proposal untuk menjadi pemasok. Ini adalah peluang besar yang harus dimanfaatkan,” tegasnya.
Selain itu, terdapat 37 rekanan yang sudah siap mendukung program MBG. Hal ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi desa sekaligus meningkatkan ketahanan pangan nasional. “Ini adalah langkah strategis jangka panjang. Desa-desa harus melihat ini sebagai peluang, bukan sebagai beban,” kata Salmun.
Meski perubahan ini dinilai positif, tidak semua desa siap menghadapinya. Beberapa desa masih kesulitan menyesuaikan diri dengan aturan baru, terutama yang memiliki alokasi dana di bawah Rp 1 miliar. Namun, Salmun optimistis bahwa dengan dukungan dan pendampingan yang tepat, desa-desa tersebut dapat memanfaatkan peluang ini dengan baik.
“Kami berharap perubahan ini dapat membawa dampak positif bagi pembangunan desa, khususnya dalam memperkuat ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” harapnya.
Adanya perubahan regulasi ini, diharapkan DD dapat dikelola lebih efektif dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat desa, terutama dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan di masa depan. (rus)