Lombok (ekbisntb.com) – Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (SPN) NTB, Lalu Wira Sakti mendorong penetapan Upah Minimum Provinsi(UMP) 2025 dilakukan secepatnya. Dorongan ini muncul karena penetapan UMP yang awalnya mulanya dilakukan hari ini, 21 November 2024 diundur sampai dengan tanggal waktu yang tidak ditentukan.
“Penetapan kenaikan upah itu harus segera dilakukan. Tidak lagi harus berbicara mengenai rumusan a dan b. Kembali saja menggunakan undang-undang nomor 13 tahun 2023,” ujarnya saat dihubungi Ekbis NTB, Rabu, 20 November 2024.
Menurutnya, molornya penetapan UMP karena belum adanya peraturan perhitungan dari pusat ini bukanlah suatu alasan. Karena terdapat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang 21 norma hukum atau 21 pasal di dalam UU Cipta Kerja. Yang mana Pasal-pasal tersebut sudah tertuang dalam UU nomor 13. Sehingga penentuan UMP harusnya bisa merujuk pada UU nomor 13 tersebut.
“Harus merujuk ke UU 13, karena itu yang paling memungkinkan lewat dewan pengupahan. Mau memakai sistem apalagi, kalau PP 51 kan batal dalam hukum karena merujuk ke UU cipta kerja,” katanya.
Ia mengaku, molornya penetapan UMP ini merupakan suatu hal yang cukup mengkhawatirkan, khususnya bagi para pekerja. Yang mana para pekerja tidak mengetahui sampai kapan UMP ini ditetapkan.
Apalagi dengan adanya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di awal tahun nanti. Yang mana berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa. Sehingga menurutnya, waktu ideal untuk menetapkan UMP 2025 ini sebelum tahun 2024 berakhir agar masyarakat khususnya pekerja tidak dihantui dengan kenaikan harga.
Terkait dengan jumlah besaran kenaikan UMP, jika melihat inflasi tahunan serta pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTB, Wira meminta adanya kenaikan sebesar 8 sampai 10 persen. Untuk pastinta, perlu juga dilakukan survey hidup layak buruh di NTB.
“Nah maka itu kita belum berani menentukan. Karena dewan pengupahan belum melakukan hal itu. Atau mungkin sudah tapi belum ada laporan,” terangnya.
Meski demikian, pihaknya tetap mengikuti keputusan pusat. Namun, ia mendorong agar segera dilakukan penetapan dan tidak ditunda terlalu lama.
“Jangan sampai nanti sudah 2025 ternyata kebutuhan pokok naik, ini naik, dan buruh masih saja upahnya dibawah yang kemarin,” pungkasnya. (era)