Lombok (ekbisntb.com) – Para pelaku usaha di Nusa Tenggara Barat (NTB) berharap penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) segera diikuti dengan turunnya suku bunga kredit riil di perbankan. Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Provinsi NTB, I Made Agus Ariana, menegaskan bahwa suku bunga kredit rendah sangat dibutuhkan untuk mempercepat perputaran roda perekonomian daerah.

Bank Indonesia telah memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali sepanjang 2025, masing-masing 25 basis poin. Total penurunan mencapai 100 basis poin, dari 6,00 persen pada awal tahun menjadi 5,00 persen. Jika dihitung sejak siklus pelonggaran pada September 2024, BI telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 125 basis poin dari posisi 6,25 persen.

“Kami menyambut baik langkah BI menurunkan suku bunga. Itu artinya bunga kredit seharusnya ikut turun. Namun, di lapangan masih banyak bank swasta maupun BUMN yang belum menyesuaikan, bahkan ada yang tetap menawarkan bunga tinggi,” ujar Agus Ariana di Mataram, Kamis, 21 Agustus 2025.
Kekhawatiran Pelaku Usaha
Agus menilai kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, terutama bagi pengusaha pemula dan UMKM yang sangat membutuhkan pembiayaan murah. Minimnya sosialisasi produk kredit berbunga rendah membuat banyak pengusaha enggan mengakses pinjaman bank.
“Kredit Usaha Rakyat (KUR) misalnya, bunganya sekitar 6 persen. Tapi informasi itu tidak tersosialisasi dengan baik. Banyak pengusaha pemula masih mengira bunganya tinggi, sehingga ragu mengajukan pinjaman,” jelasnya.
Menurut pengusaha perhotelan dan aneka usaha ini, hampir 90 persen pengusaha di NTB bergantung pada pembiayaan perbankan. Karena itu, penurunan suku bunga kredit riil diyakini akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.
“Kalau suku bunga benar-benar turun dan informasinya mudah diakses, pengusaha akan lebih termotivasi. Risiko usaha juga akan lebih kecil. Sosialisasi harus melibatkan asosiasi-asosiasi pengusaha agar pesan sampai ke seluruh anggota,” tambahnya.
Agus mencontohkan, hingga kini sejumlah bank pemerintah (Himbara) masih menerapkan bunga kredit di atas 10 persen untuk kredit reguler. Kondisi ini dinilainya bertolak belakang dengan arah kebijakan BI.
“Situasi ekonomi saat ini butuh dukungan penuh dari sektor perbankan. Kalau bunga lebih rendah, akses lebih mudah, dan informasi lebih massif, maka geliat usaha akan semakin cepat tumbuh,” tegasnya.
Keuntungan Penurunan Suku Bunga bagi Dunia Usaha
Ditambahkan Agus Ariana, penurunan suku bunga acuan ke level 5 persen sebenarnya membawa banyak keuntungan bagi pengusaha, antara lain. Biaya pinjaman lebih murah : bunga kredit modal kerja, investasi, maupun konsumtif menjadi lebih ringan.
Dorongan investasi : beban bunga rendah membuat lebih banyak pengusaha berani ekspansi. Konsumsi masyarakat meningkat : Suku bunga rendah biasanya diikuti turunnya bunga KPR dan kredit konsumtif, sehingga daya beli naik dan penjualan usaha ikut terdorong.
Likuiditas perbankan lebih longgar : Bank lebih agresif menyalurkan kredit ke sektor produktif.
Dorongan kepada Perbankan
Agus kembali menekankan agar perbankan di NTB segera menyesuaikan bunga kredit dengan kebijakan BI. Menurutnya, koordinasi BI, OJK, perbankan, dan asosiasi pengusaha sangat diperlukan agar manfaat penurunan suku bunga benar-benar dirasakan dunia usaha di daerah.
“Kalau semua pihak bisa jalan beriringan, maka target pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional lewat dukungan dunia usaha bisa tercapai, termasuk di NTB,” pungkasnya.(bul)