spot_img
26.5 C
Mataram
BerandaEkonomiPemprov NTB Akan Klarifikasi Distanbun dan Pupuk Indonesia, Soal Dugaan Jual Pupuk...

Pemprov NTB Akan Klarifikasi Distanbun dan Pupuk Indonesia, Soal Dugaan Jual Pupuk Subsidi Diatas HET di Loteng

Lombok (ekbisntb.com) – Pemerintah NTB berkomitmen serius dalam mengatasi masalah distribusi dan penjualan pupuk bersubsidi di wilayah NTB. Guna mendukung program swasembada pangan Presiden Prabowo Subianto.

Asisten II Setda NTB, Dr. H. Fathul Gani, M.Si di Mataram, Jumat, 20 Desember 2024 menegaskan, akan memanggil OPD terkait dan Pupuk Indonesia untuk mengklarifikasi dugaan adanya permainan harga jual pupuk subsidi di Kabupaten Lombok Tengah.

- Iklan -

Sebelumnya, puluhan anggota kelompok tani mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Tengah pada Kamis, 19 Desember 2024. Mereka didampingi oleh Yayasan Insan Peduli Umat (YIPU) NTB, menyampaikan keluhan mengenai harga pupuk dan dugaan adanya permainan dalam penyaluran pupuk bersubsidi di daerah tersebut.

Ketua kelompok tani Pengembur, Syamsudin, mengungkapkan bahwa mereka harus menebus pupuk subsidi hingga harga Rp 340.000 pe zak, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, yakni Rp 225.000 per zak untuk urea dan Rp 230.000 untuk NPK.

Ketua YIPU NTB, Supardi Yusuf juga menguatkan, hasil investigasi mereka menemukan pengecer yang menjual pupuk subsidi hingga Rp500.000 per sak.

“Ini sangat merugikan petani. Kami berharap pemerintah daerah bisa segera menindaklanjuti temuan ini,” ujar Supardi.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Lombok Tengah, M. Kamrin, menegaskan bahwa Satgas pengawasan kabupaten sudah terbentuk. Apa yang menjadi masukan petani akan ditindaklanjuti bersama. Ditegaskan pengecer tidak boleh menjual pupuk subsidi diatas harga HET yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni 225.000 rupiah untuk urea dan 230.000 rupiah untuk NPK.

Fathul Gani menandambahkan, Pemprov NTB akan segera mengundang dinas terkait dan PT. Pupuk Indonesia untuk mendengarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev) serta permasalahan di lapangan.

Menurutnya, margin harga antara pupuk subsidi dan non-subsidi yang cukup tinggi, berkisar antara Rp 8.000 hingga Rp 10.000, membuka ruang bagi broker untuk bermain. Kondisi ini mengakibatkan para petani mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk bersubsidi dengan harga yang sesuai dengan HET.

Padahal, pemerintah sudah menunjukkan komitmen melalui peningkatan kuota pupuk urea bersubsidi di NTB dari sekitar 130 ribu ton menjadi 220 ribu ton tahun ini, tambahannya hampir mendekati 100 persen.

“Dari sisi kuota sebenarnya tidak ada masalah. Kami akan evaluasi tata cara penyaluran dan ketersediaan pupuk di tingkat distributor hingga pengecer, serta cermati kemungkinan kesalahan sasaran,” demikian Fathul Gani.(bul)

Artikel Yang Relevan

Iklan







Terkait Berdasarkan Kategori

Jelajahi Lebih Lanjut